Anna tengah terbaring di sebuah kamar yang terlihat megah, tetapi misterius dalam waktu bersamaan. Dia masih tidak sadarkan diri sejak segerombolan serigala menyerangnya. Anna sudah tertidur selama lebih dari 15 jam, dan seseorang selama itu juga dengan setia menemani Anna.
Alan menatap datar wajah cantik Anna. Tatapannya sungguh sulit diartikan. Sudah belasan jam dia menemani Anna di kamarnya. Namun, Anna tak kunjung sadar. Dalam hati Alan terus merutuki segerombolan serigala yang telah membuat Anna pingsan berjam-jam. Tangan Alan bergerak pelan meraih tangan Anna, lalu mengelusnya begitu lembut. Sangat lembut seolah-olah tidak ingin Anna terganggu karena sentuhannya itu.
"Cepatlah sadar. Aku tidak ingin kau mati karena serigala sialan itu." Ujar Alan masih mengelus tangan Anna. Seperdetiknya Alan bangkit, matanya masih menatap wajah Anna dengan lekat.
"Kau begitu cantik, dan aku membencinya." Alan mengecup bibir Anna. Hanya sebuah kecupan, tidak terlalu berpengaruh bagi dirinya. Bahkan Alan bisa mengecup bibir setiap wanita yang ia temui.
Setelahnya dia pergi meninggalkan Anna sendirian. Berlama-lama di kamar membuat dirinya suntuk. Alan berjalan melewati koridor yang akan membawanya menuju ruang utama kastil ini.
Anna bergerak gelisah di ranjang. Perlahan matanya terbuka dan dia belum terlalu sadar. Setelah beberapa menit kemudian dia menyadari sebelumnya dia tidak di sini. Yang terakhir Anna ingat adalah seekor serigala mengaum tepat di hadapannya, dan itu membuatnya takut.
Masih di atas ranjang dia memeluk lututnya. Dia ketakutan. Dia ingin kembali ke Neamh. Anna ingin bertemu Sarah. Di sini dia terlalu lemah, lebih tepatnya makhluk-makhluk di sini terlalu monster untuknya. Dan Alan, di mana bajingan itu? Kenapa di saat dia ketakutan seperti ini Alan justru tidak ada untuknya.
Anna menatap pintu kamar yang tengah ja tempati, sesaat Anna tersadar, "Sial, ini kamar siapa?" Matanya mengamati setiap sudut kamar tersebut. Pikirannya mengatakan bahwa kamar tersebut merupakan kamar seorang raja. Setidaknya itulah yang ada di gambaran Anna.
Meskipun dia sedikit takut, tapi rasa penasarannya yang besar menuntunnya turun dari ranjang dan menjelajahi kamar tersebut. Di sisi ranjang terdapat nakas kecil yang dilapisi perak, Anna nekat menyentuhnya, tapi dengan mata tertutup. Takut jika nakas itu disentuh akan memunculkan petaka. Namun, setelah beberapa detik tidak ada tanda apa-apa pun. Anna tersenyum mengetahuinya.
Lalu dia berjalan ke arah pojokan kamar, tepatnya di dekat jendela tersedia meja rias. Lagi, meja tersebut terlihat sangat mewah seperti nakas tadi, bedanya meja ini dilapisi emas.
"Aku yakin ruangan ini dikhususkan untuk raja dan ratu," Anna menyunggingkan senyum ketika tiba-tiba pantulan kaca meja itu menampilkan wajahnya. Dia mengenakan mahkota dan gaun istana yang indah. Senyum Anna semakin melebar ketika pantulan kaca itu juga menampilkan wajah sang raja yang ada di belakangnya, tengah memeluknya mesra.
Cepat-cepat Anna menggelengkan kepalanya, mencoba menghilangkan bayangan yang terpantul di kaca tadi. "Huft! Aku terlalu lelah sampai melihat yang tidak-tidak." Ujarnya. Tapi tak ayal, dia tetap tersenyum lagi mengingat sosoknya di cermin. Dan, siapa pria di belakangnya itu? Anna tidak bisa melihat dengan jelas, sebab pria itu memeluknya dari belakang dan menenggelamkan wajah di lehernya.
Anna tercekat ketika dia mendengar langkah kaki mulai mendekatinya. Dia harus bersembunyi. "Oh Tuhan, matilah diriku."
Akhirnya dia memutuskan bersembunyi di dalam lemari pakaian. Mati-matian dia menahan napas agar tidak didengar oleh seseorang yang baru saja masuk kamar itu. Anna menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Ann?" Suara itu, Anna rasa dia paham dengan pemilik suara itu.
"Hey, kau seperti orang idiot."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dodhéanta
FantasyMenjadi mahasiswi Arkeolog memang menyenangkan, apalagi bagi Anna yang sangat suka dengan sejarah. Dalam hidupnya, Anna selalu memimpikan bertemu dengan sosok peri yang selama ini sering kali ia baca di buku-buku tentang makhluk mitos. Semua orang h...