01. Perkara Hati

132 17 26
                                    

Kita memang sepasang kekasih. Namun, kau sendiri tahu, bahwa hatiku sebenarnya terbagi.

-

"Lo beneran jadian, sama Tala?"

Pertanyaan itu membuat gadis dengan rambut sepunggung menoleh. Tanpa menghentikan langkah, ia menatap lawan bicaranya beberapa saat, lalu menunjukan senyum tipis. "Iya," jawabnya singkat.

Kiran menyamai langkah Arumi berbelok di koridor yang tampak sepi. Tidak heran, karena kegiatan belajar mengajar sendiri sudah berakhir semenjak dua jam yang lalu. Hanya terlihat beberapa siswa, termasuk mereka berdua yang tadinya memang mengikuti rapat ekskul.

"Selama ini, lo nggak pernah cerita apa-apa tentang cowok yang lo taksir!" ucapnya menggebu, dengan sedikit nada protes, tetapi juga antusias. "Gue kaget, tiba-tiba denger kabar kalau lo udah jadian. Sama Tala lagi!" lanjutnya, masih dengan pekikan tertahan.

"Lo tau sendiri, Ran, kalau gue paling anti curhat soal perasaan," apalagi sama lo. Arumi membatin, merasa bersalah. Tidak mungkin ia melontarkan langsung kalimat tersebut.

Kiran mengangguk paham. "Iya, sih."

Kiran beralih merangkul Arumi, setelah tadi melempar senyum simpul pada seorang siswa yang menyapa keduanya. Langkah mereka memasuki area loker. "Eh, tapi serius. Gue udah nebak dari lama, sih, kalau Tala emang naksir sama lo, Rum." Kali ini, Kiran berkata dengan ekspresi serius.

Arumi hanya terkekeh kecil menanggapi ucapan Kiran barusan. Dia sendiri tahu akan hal itu. Makanya, ia tidak memberi respons lebih. Atau lebih tepatnya, tidak ingin membahas hal ini lebih jauh. Sudah cukup sedari pagi hingga sore ini ia terus-menerus dicecar pertanyaan serupa, oleh teman sekelas, teman ekskul, bahkan sampai adik dan kakak kelas yang tidak dikenalnya. Membuktikan popularitas cowok satu itu di sekolah.

Ia sedikit geram jika mengingat bagaimana Tala dengan percaya dirinya, membeberkan perihal mereka jadian di kantin saat istirahat tadi. Beruntungnya, Kiran tidak melemparkan pertanyaan ataupun pernyataan lagi, membuat Arumi diam-diam mengembuskan napas lega.

Kini mereka sudah berdiri di depan loker masing-masing. Letaknya ada di pertengahan ruangan, area yang memang dikhususkan untuk kelas tingkat dua. Sedangkan kelas tingkat satu dan tingkat tiga, berada dimasing-masing sisi kanan dan kiri ruangan.

Mata Arumi menyipit, kala mendapati secarik memo berwarna biru langit tertempel di depan pintu lokernya. Membuat Kiran yang tadinya ingin membuka loker miliknya yang berada tepat di sebelah loker Arumi, mengurungkan niat dan mendekat.

Dewa Langit nunggu Dewi Jingga
di parkiran. (143)

Tawa Kiran meledak. Ia memukul-mukul kecil lengan Arumi yang kini meringis malu.

"Apaan, deh, si Tala. Cheesy banget, ew!"

Arumi ikut tertawa walau tidak sekeras Kiran. "Ya, gitu deh. Lo tau sendiri, segimana alaynya dia."

Perkataan Arumi membuat Kiran semakin tergelak, tidak bisa menahan geli. "Tapi, 143 itu apa?" Kiran menunjuk kembali coretan angka yang terdapat di akhir kalimat dalam memo yang kini dalam genggaman Arumi.

Arumi mengernyit samar, merasa tidak asing pada kode angka tersebut. Sampai ia teringat, bahwa semalam Tala juga mengirimkan pesan dengan akhiran serupa. Namun, ia sendiri masih belum paham apa makna dari deretan angka tersebut.

1432, Tala!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang