Kehadiranmu tanpa sadar selalu mampu membuatku lupa akan tujuan awalku.
-
Arumi bergegas merapikan bukunya dan memasukannya ke dalam ransel, tidak lupa menyempatkan diri berpamitan pada teman-teman sekelasnya yang masih merapikan alat tulis masing-masing, Arumi kemudian keluar dari kelas dengan sedikit tergesa. Guru pengampu pelajaran Sosiologi baru saja meninggalkan kelasnya. Sedangkan, bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Kelasnya memang sedikit telat keluar, karena guru pengajar tersebut yang melebih-lebihkan waktu. Hal yang membuat Arumi sekarang mengeluarkan rutukan sebal.
Saat pijakannya tiba di koridor depan kelas, ternyata masih banyak murid yang berbondong-bondong memenuhi koridor lantai dua ini, membuat Arumi harus sedikit berhati-hati menyalip beberapa kerumunan agar tidak menabrak karena ia yang melawan arus mereka yang menuju arah tangga, sembari sesekali membalas sapaan beberapa murid dengan senyum simpul khasnya.
Arumi harus segera sampai ke kelas Erza yang letaknya berada di paling ujung koridor IPS—berjarak tiga kelas dari kelasnya. Arumi berharap Erza belum keluar sama sekali, ia berharap bisa bertemu cowok itu dan mengajaknya bicara. Rencana yang sudah ia susun semalaman harus direalisasikan saat ini juga, atau semuanya akan terlambat.
Niatnya yang ingin mengajak Erza berbicara empat mata saat istirahat tadi harus tertunda, bukan hanya karena kotak bekal pemberian Tala yang membuat Erza semakin menjauh, tetapi juga karena anggota tim basket yang mengadakan latihan dadakan dan Kiran yang selalu menempel padanya membuat Arumi tidak leluasa untuk mengajak Erza membahas tentang mereka.
Selain itu, memang kesalahan Arumi sendiri karena tadi pagi bukannya mencegah Erza, ia malah merasa tersentuh akan perhatian Tala. Dan lagi-lagi, hal itu membuat Arumi menyesali tindakannya tersebut.
Sesampainya di depan pintu yang di salah satu sisinya tergantung papan kecil bertuliskan XI IPS 5, Arumi memilih mengintip kecil ke dalam. Namun, belum sempat Arumi mengedarkan pandangannya untuk mencari sosok Erza, seseorang lebih dulu keluar dan hampir saja menabraknya.
"Loh, Rum? Ngapain?"
Mendengar sapaan itu, Arumi mendongak menatap Tio yang memang sedikit lebih tinggi darinya. Benar, orang itu Tio, cowok beransel biru yang memberikan titipan Tala pagi tadi dan orang yang juga merupakan tetangga Tala.
"Tala, 'kan, nggak sekolah, Rum. Tadi pagi juga gue udah kasih titipannya. Lupa lo?" tanya Tio lagi setelah Arumi tidak kunjung membuka suara.
Arumi yang hampir melupakan fakta bahwa Erza dan Tala memang sekelas di kelas sebelas ini, hanya mampu terdiam sejenak. Setelahnya, gelengan kecil ia berikan pada Tio yang masih setia berdiri di ambang pintu kelas.
"Bukan, gue nyari Erza," sahutnya pelan.
Tio tampak membulatkan mulutnya. "Oh. Erza mah, udah balik dari tadi kali, Rum."
Arumi yang mendengar penuturan Tio lantas merasa lemas seketika. Bahunya merosot turun. Sepertinya memang tidak akan ada kesempatan untuknya berbicara pada Erza.
Tio sendiri, menatap bingung akan respons Arumi yang terlihat sendu. "Lo kenapa, Rum?" tanyanya, masih dengan kernyitan bingung.
Arumi mengerjap sesaat, sebelum kemudian berkata, "eh? Oh, nggak apa-apa."
Tio memandangnya tidak yakin. "Serius?"
KAMU SEDANG MEMBACA
1432, Tala!
Roman pour Adolescents"Semua hal, pasti akan tiba pada akhirnya." Kotak berukuran sedang dengan warna putih-abu yang sudah bertahun-tahun tidak tersentuh, membuat Arumi mengenang kembali hari-harinya sebagai siswi SMA. Juga, orang-orang yang pernah hadir di masa putih ab...