Perasaan itu lucu.
Di satu waktu terasa menggebu, sedangkan di waktu lain ia meluruh.-
Tidak seperti biasanya, hari itu ibu kota dinaungi langit gelap. Mendung, bahkan sedari pagi. Gumpalan-gumpalan awan hitam tampak memenuhi langit, seakan bersiap menumpahkan bebannya. Namun, tentu saja, aktivitas para murid di SMA BINA HARAPAN tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Seperti sekarang, kelas Arumi baru saja menyelesaikan pelajaran olahraga setelah bel pergantian jam berbunyi nyaring. Arumi yang merasa lelah akibat permainan bola besar tadi, memilih melipir ke pinggir lapangan, berniat duduk sebentar karena tungkainya melemas setelah dipakai berlarian ke sana kemari.
"Rum, kantin nggak?"
Arumi mendongak, menatap teman sekelas juga sebangkunyaㅡNasyaㅡsudah berdiri di sebelahnya sembari mengipasi wajah. Memang, walaupun mendung hawanya sama sekali tidak dingin, malah Arumi sendiri pun gerah. Sepertinya karena mereka juga baru saja selesai berolahraga, jadi tubuhnya malah mengeluarkan hawa panas alih-alih kedinginan.
Arumi masih mengatur pernapasannya sebelum menyahuti Nasya. "Yuk, gue juga haus," ajaknya kemudian.
Arumi dan Nasya mulai meninggalkan lapangan yang masih menyisakan beberapa murid laki-laki yang melanjutkan permainan. Mereka kini berjalan bersisian, membawa langkah mereka menyeberangi sisi lapangan yang berjaring menuju gedung bagian timur. Lorong koridor bagian sana tampak lengang karena kegiatan belajar mengajar sendiri masih berlangsung, membuat Arumi leluasa menatap sekitarnya.
Saat tiba di ambang pintu kantin, langkah Arumi memelan. Netranya menyipit melihat segerombolan siswa berseragam putih abu sedang tertawa-tawa di salah satu pojok kantin. Bukan, bukan itu yang menjadi fokus Arumi, melainkan pemuda jangkung yang menjadi sumber suara gaduh itu.
Di sana, Tala, sedang berteriak menyanyi-nyanyi tidak jelas, sembari sesekali Arumi dapat melihatnya berjoget, membuat tawa teman-temannya semakin kentara. Bahkan, title sebagai vokalis band sekolah tampaknya tidak berguna, karena Tala sekarang membuat-buat nyanyiannya menjadi terdengar sumbang, tidak seperti saat dia biasa manggung yang suaranya mampu menyihir semua penonton, suara yang ia perdengarkan kini lebih ingin membuat gendang telinga pecah.
Arumi menggeleng, kemarin padahal pemuda itu tampak sangat mengkhawatirkan dengan wajah pucatnya. Sekarang, ia sudah terlihat kembali cerah sampai-sampai melawak begitu. Arumi benar-benar selalu dibuat tidak habis pikir akan tingkahnya. Namun, tak urung gadis itu mengambil napas lega, karena jujur saja, Arumi merasa tidak tega melihat wajah pucat Tala kemarin. Walaupun Tala bersikeras ia tidak sakit, tetapi tetap saja Arumi khawatir.
"Tala tuh, Rum," ujar Nasya mengkode Arumi. Gadis itu bahkan sudah ikut tertawa melihat Tala bernyanyi seperti orang kesurupan.
Arumi mengedikkan bahunya, memilih untuk pura-pura tidak melihat Tala. "Biarin aja, paling lagi jamkos kelasannya," jawabnya.
Memilih tidak peduli lebih lanjut, Arumi melangkah menuju stan penjual jus. Lagi pula, Tala juga tampaknya tidak menyadari kehadiran Arumi di sana.
"Lo mau jus apa?" tanya Arumi pada Nasya di sampingnya, ketika mereka sudah berdiri di depan stan.
"Es Jeruk aja, deh."
Arumi mengangguk kemudian beralih menatap ibu penjual yang sedang sibuk menghancurkan balok es. "Mbak, es jeruknya dua, ya!" seru Arumi yang mendapat acungan jempol dari si ibu penjual.
Arumi dan Nasya memilih berbincang-bincang sembari menunggu pesanan mereka. Suara cowok-cowok di pojokan kantin tadi juga masih saja terdengar, seolah tidak takut mereka akan ketahuan guru piket karena keluyuran di tengah waktu pelajaran begini, walaupun mungkin kelas mereka sedang kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
1432, Tala!
Novela Juvenil"Semua hal, pasti akan tiba pada akhirnya." Kotak berukuran sedang dengan warna putih-abu yang sudah bertahun-tahun tidak tersentuh, membuat Arumi mengenang kembali hari-harinya sebagai siswi SMA. Juga, orang-orang yang pernah hadir di masa putih ab...