Arsen mengurai pelukannya. Suasana canggung sudah pasti terasa. Hawa taman yang hangat berubah panas di antara mereka.
"Kenapa lo nangis?" Arsen membuka pembicaraan.
Amanda menunduk. Kedua tangannya saling meremas.
"Gue cuma lagi sensitif aja," jawab Amanda seadanya.
"Apa ini ada hubungannya sama pacar lo yang sok keren itu?" tanya Arsen. Dan tepat sasaran.
Amanda mendelik sebal. Walau Afgan sudah melukai Amanda, bukan berarti Arsen dapat menjelek-jelakkan sang pacar sesuka hati. Oke, maksud Amanda mantan pacar.
"Hmmm, gue baru tahu kalau ternyata gue cuma jadikan selingkuhan oleh Afgan," cicit Amanda, nyaris tidak bersuara.
"Sukur deh kalau lo udah tahu kebenarannya," desah Arsen lega.
Kening Amanda berkerut penuh tanya. "Jadi lo udah tahu masalah ini?"
"Menurut lo?" Arsen balik bertanya.
"Lo udah tahu. Retno juga tahu. Hanya gue sendiri yang bodoh di sini," Amanda tersenyum sedih. Dulu Amanda buta karena rasa cintanya pada Arsen. Kini Amanda juga buta karena rasa cinta yang ia miliki, ia tidak bisa melihat kebenaran tentang Afgan.
Amanda mendesah keras. Coba membuang beban yang menumpuk di dada. Namun tetap terasa menyesakkan.
"Arsen, gue memang bodoh, ya?" tanya Amanda sedih. Ia usap air mata yang tersisa di pipinya.
"Iya," dengan polos Arsen menjawab.
Amanda langsung melirik kesal. Di tatapnya Arsen dengan sinis. Apa harus menjawab sejujur itu?
"Ah, maksud gue lo nggak bodoh," ralat Arsen buru-buru. "Lo pintar."
"Hmmm," Amanda mengangguk. "Nyesek banget di hati gue. Gue sedih. Dulu, waktu tahu lo pacaran sama Sarah rasanya nggak sesakit ini," curhat Amanda.
Gue nggak pacaran sama Sarah, bantah Arsen dalam hati.
"Gue benaran sayang sama Afgan. Dia pribadi yang baik, sangat mudah untuk dicintai. Tapi kenapa harus berakhir begini?" Air mata di sudut mata Amanda kembali menggenang.
Emangnya gue nggak baik? Memangnya gue sulit untuk dicintai? dumel Arsen.
"Afgan tampan. Pantas banyak yang suka. Pantas kalau dia mudah memperalat cewek," sambung Amanda.
Gue juga tampan. Arsen mutar bola matanya malas. Hei, untuk urusan wajah Arsen tidak kalah.
"Gue jadi ingat saat kami bahagia dulu. Belajar bareng di perpustakaan. Berangkat ke sekolah bareng. Ketawa bareng. Itu semua kenangan yang indah." Amanda tersenyum kala mengingat kebersamaannya dengan Afgan.
Sial, gue justru dengar curhatan cowok lain dari cewek yang gue suka, Arsen mendesah kuat. Cinta terkadang memang semiris ini.
"Nggak usah dipertahankan kalau memang lo nggak mampu," saran Arsen.
"Gue memang udah putus dari Afgan," sahut Amanda.
"Bagus dong!" sambar Arsen cepat. Membuat mimik wajah Amanda berubah penuh tanya, sekaligus curiga. Arsen terlihat sangat menginginkan perpisahan antara dirinya dan Afgan.
"Ah, maksud gue," Arsen mencari kata yang tepat. "Maksud gue sayang sekali kalian putus."
Amanda membuang napas sambil mengangguk. "Iya, sayang sekali. Padahal kami sangat cocok. Afgan ganteng, gue cantik."
"Cih," tanpa sadar Arsen berdecih. Dan Amanda kembali melihatnya dengan curiga.
"Lo senang ya gue putus dari Afgan?" tuding Amanda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amanda [END - SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[TERSEDIA DI TOKO BUKU] ✔ Heboh, adalah kata yang tidak pernah lepas dari diri Amanda. ✔ Lebay, sudah menjadi ciri khasnya. ✔ Bodoh. Untuk yang satu ini Amanda akui. Well, dia memang bodoh. Lalu, bagaimana jika manusia seperti Amanda jatuh cinta pad...