"Dari depan aku tampan. Dari samping aku tampan. Lagi bobok aku tampan. Tampan, tampan gini aku masih jomblo," Ridho bernyanyi penuh kebahagiaan.
"Di mana-mana aku tetap tampan," sambung Afgan.
Ridho tertawa senang dengan kenarsisannya. "Kegantengan ini membunuhku."
"Tau nggak, Dho," ujar Afgan dengan nada serius.
"Apaan?" tanya Ridho, ia ikut-ikutan serius.
"Kadang gue berpikir segala sesuatu yang terjadi adalah kebetulan. Tapi tanpa disadari semua sudah di atur oleh Tuhan. Membuat gue sering bertanya-tanya," Afgan berhenti sejenak.
"Bertanya-tanya tentang apa?" Ridho kepo.
"Bertanya, kenapa muka kita gini? Ini baru kebetulan! Kebetulan kita genteng. Eaaa, eaaa," sambung Afgan. Kemudian keduanya tertawa lebar, terbahak hingga sudut mata mereka berair. Padahal itu lawakan yang garing.
Mereka berdua memasuki kelas setelah kembali dari toilet. Bukan hanya perempuan saja yang jika pergi ke toilet harus teman-menemani, ternyata hal ini juga berlaku untuk kaum laki-laki. Buktinya Ridho sebelum ke toilet mencak-mencak pada Afgan untuk ditemani. Katanya, Ridho takut diculik tante-tante kalau pergi sendiri.
"Lama amat lo berdua di toilet," ujar Bayu.
Afgan duduk di kursinya, tepat di samping Bayu. "Si Ridho main basah-basahan tadi di toilet."
"Basah-basahan? Mimpi basah maksud lo? Wah, parah lo, Dho! Masih terang benerang gini lo udah mimpi basah. Btw, rasa gimana tadi?" tanya Bayu dengan suara yang sengaja dibuat kuat.
"Anjir, suara lo! Entar orang-orang kira gue beneran mimpi basah. Bisa-bisa harga pasaran gue turun." Ridho yang duduk di kursi depan memutar tubuhnya agar dapat melotot pada Bayu.
"Sok suci lo, Nyet! Penjahat kelamin pencitraan," balas Bayu lagi.
"Kampret!" Ridho melempar pulpen yang ada di lacinya pada Bayu.
"Ya Tuhan, terima kasih. Lumayan pulpen gratis," Bayu mengucap syukur yang sedalam-dalamnya, seolah dia baru mendapatkan rezeki yang luar biasa. Dengan cepat Bayu menyimpan pulpen milik Ridho ke dalam tas. Bayu memang terkenal dengan sifatnya yang kikir, suka gratisan, dan pelit.
"Balikin pulpen gue!" protes Ridho.
"Apa yang udah dikasih haram untuk diminta kembali," balas Bayu. Membuat Ridho mengeram kesal.
"Afgan, tadi lo di cariin sama Amanda," Arsen yang sejak tadi diam akhirnya angkat suara. Dia yang duduk di depan meja Bayu dan Afgan sengaja memutar kursi agar lebih nyaman bicara.
"Oh iya, hampir aja lupa. Gue mau ke perpus bareng dia." Afgan menepuk jidatnya.
"Si Afgan sih enak, baru berapa minggu sekolah di sini langsung dapat pedekate-an. Lah, apa kabar gue yang masih jomblo? Padahal gue ganteng naudzubillah," narsis Ridho sambil berkaca di kamera ponselnya.
"Masih gantengan gue lah," ujar Afgan tak mau kalah.
"Siapa bilang gantengan lo?! Liat nih, wajah gue yang kinclong kayak oppa-oppa Korea," sela Bayu. Dia memajukan wajahnya agar dapat di lihat oleh ketiga temannya betapa ganteng dirinya. Ya, ya, ya Bayu memang ganteng
"Wajah gue mirip Cristian Ronaldo," Afgan masih tak mau kalah.
"Gue mirip pangeran Hary dari kerajaan Inggris," ujar Ridho dengan nada songong.
"Gue mirip dewa-dewa Yunani," Bayu mengisir rambut menggunakan jemari tangannya dengan gerakan keren.
Arsen memutar matanya malas. Ketiga temannya sok ganteng, padahal jelas-jelas di sini ia yang paling ganteng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amanda [END - SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[TERSEDIA DI TOKO BUKU] ✔ Heboh, adalah kata yang tidak pernah lepas dari diri Amanda. ✔ Lebay, sudah menjadi ciri khasnya. ✔ Bodoh. Untuk yang satu ini Amanda akui. Well, dia memang bodoh. Lalu, bagaimana jika manusia seperti Amanda jatuh cinta pad...