Love Letter

2.5K 158 74
                                    

"Jadi fix nih ya kita mau bikin proposal buat di ajuin ke beberapa orang tua murid buat minta dana." kata Gusion pada anggota OSIS lainnya yang sedang rapat sore itu. Mereka akan mengadakan pensi alias pentas seni yang memang rutin di adakan tiap tahun di SMA Lejen.

"Orang tua siapa aja tadi?" tanya Lunox, bendahara OSIS. "Lupa nyatet nih, sori."

"Bacain daftar namanya, sayang." kata Alucard pada Miya, mengedip genit ke arah sekretaris OSIS itu.

Pipi Miya merona sedikit saat mengangguk. Cewek itu kemudian membuka halaman tempat ia tadi mencatat daftar nama anak-anak tajir yang orang tuanya mau di lobi untuk ngasih dana pensi.

"Um. Lancelot, Odette, Gusion, Lesley, Claude, Martis, Kagura, Angela, Vale, sama kamu juga, Lunox." baca Miya. Lunox mengangguk sambil mencatat nama-nama itu.

"Nanti malam gue bikinin draft proposalnya, besok kita rapat lagi. " Gusion mulai merapikan barang-barangnya ke dalam ransel, "udah sore. Ayo pulang."

Mereka semua bergumam setuju dan masing-masing mulai merapikan barang.

"Btw, nggak ada yang keberatan kan tadi namanya masuk daftar?" tanya Miya pada anggota OSIS yang kebetulan namanya ada di sana.

Odette menggeleng sambil tersenyum. "Nggak sama sekali, Mi. Lance aku yakin juga nggak keberatan. Dia kayaknya malah seneng bisa buang-buang duit. Kasian dia duitnya kebanyakan."

Yeuu.

"Orang tuaku juga bakal senang bisa bantu." timpal Lunox. "Selama buat kegiatan positif."

"Iya. Santai aja, Mi." Claude nyengir lebar.

Miya menghembuskan napas lega, tersenyum senang. "Syukur, deh."

Mereka kemudian bangkit dari kursi dan saling berpamitan pulang.

"Oh iya Claude," bisik Miya pada cowok berambut spike yang sedang memakai ransel. "Jadi, kan?"

Claude nyengir sambil mengacungkan ibu jari.

Anggota OSIS lainnya sudah pulang duluan sementara Gusion masih membuat coretan draft proposal. Setelah bosan dan capek, cowok itu bangkit dari kursi, memakai ransel, dan merapikan ruangan OSIS sebelum ia pergi. Gusion sedang mengunci pintu ruangan saat Claude menghampirinya.

"Bro," Claude nyengir kaku. "Bisa minta tolong, nggak?"

Gusion menatap Claude heran sambil tertawa kecil. "Minta tolong apaan? Kaku amat. Biasanya juga langsung bilang."

Claude menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal. "Nggak. Cuma gue nggak enak aja sih sebenernya."

"Santai aja, bro." Gusion meninju bahu Claude akrab. "Udah sini cepet. Minta tolong apaan?"

Untuk beberapa saat Claude nampak masih ragu. Sampai akhirnya cowok itu menghembuskan napas panjang, membulatkan tekad sebelum ia meraih sesuatu dari dalam ranselnya.

Gusion menaikkan alis saat Claude mengeluarkan sekotak cokelat yang diikat pita pink. Ada surat di atasnya.

"Sebelumnya gue mau tanya dulu nih," Claude menatap Gusion serius. "Lo sama Lesley nggak pacaran, kan?"

Dahi Gusion agak mengerut saat mendengar nama Lesley. Perasaannya mendadak tidak enak.

"Nggak." sahut Gusion jujur. Ia dan Lesley memang tidak pacaran. Tapi Alucard bilang mereka itu semacam teman tapi mesra. Sering pulang bareng, gandengan tangan. Tapi Lesley Vance bukanlah pacarnya.

Claude terlihat lega. "Syukur, deh." katanya, tertawa kecil. "Berarti nggak apa-apa kan kalau gue titip ini ke lo." Claude menyodorkan cokelat dan surat tadi. Gusion menerimanya, memandangi kedua benda itu. "Buat Lesley. Tolong kasihin ya, Bro."

GUSLEY SHORT STORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang