Salwa si pengantin baru kembali. Yuk, vote dan komen yang semangat lagi. 🤗🤗🤗
Dan nanya dong, Adakah yang ndg suka karakter Aulian di sini? And why??
- - - - -
Sepanjang dua puluh empat tahun hidupku, aku hampir tak pernah membayangkan suasana pernikahan dan megahnya pesta penuh bunga juga cinta yang banyak dibicarakan oleh para gadis di seluruh penjuru dunia. Aku tak memiliki ekspektasi secuil pun, hingga seluruhnya kuserahkan pada Zahra. Dari dekorasi sampai rangkaian acara hari ini, gadis itu yang antusias penuh dengan usulan. Aku lebih banyak mengangguk tanpa bernego, hanya dengan harapan semuanya selesai dengan cepat, terlampaui dengan mulus.
Untuk tak acuh yang kunomorsatukan, maka aku tak benar-benar paham alur demi alur acara yang harus kulewati. Kupikir, akan hanya ada akad semata. Setelahnya semua orang boleh bubar, lalu aku diizinkan berganti pakaian santai, menghapus make-up, lalu tidur nyenyak di ranjangku yang empuk.
Tapi sesungguhnya bukan sesederhana itu prosesi yang telah Zahra gadang-gadang. Ada kala untuk sungkem, di mana aku bisa merasakan usapan tangan Ayah di atas kepalaku, bisa kurasakan tangan Papa di pundakku, juga kebisuan Mama untuk sebaris pengharapan restu yang meluncur dari lidahku. Bukannya sakit hati, aku malah merasa ditantang lebih banyak. Sekiranya, akan sesengit apa hubunganku dengan ibu mertuaku ini kelak? Kalau aku terus mengkonfrontasi Mama mertuaku, bisa jadi Aulian akan menceraikanku jauh lebih cepat. Iya, kan? Aulian tak mungkin mengabaikan Mama tersayangnya demi gadis parasit sepertiku. Aulian tidak mungkin berani durhaka, untuk aku yang sedang berniat menipunya habis-habisan.
Selain itu, pelaminan sederhana nyaris saja luput dari perhatianku. Sengaja didirikan di taman belakang dengan nuansa bunga Lily putih senada dengan kebaya yang melekat pada tubuh. Aku sempat meyakini bahwa pelaminan ini tak ada gunanya. Toh tamu akad ini tak lebih dari lima puluh. Aku yang berdiri di atas sepatu berhak tak seberapa tinggi masih sanggup berkeliling lalu memamerkan senyum terima kasihku pada mereka.
Dan rupanya, fungsi pelaminan dalam mataku rupanya berbeda dengan fungsi pelaminan dalam pandangan Zahra.
"Menikah kan sekali seumur hidup, ya, Sal. Jadi, setidaknya kalian harus punya satu album foto penuh untuk mengabadikan hari ini. Ya, kan?" tuturnya dengan senyum cerah.
Aku sungguh tak ada masalah dengan ini. Senyumku melebar, mataku berbinar. Zahra berada dalam sisi yang sama denganku. Menikah memang hanya sekali seumur hidup, jadi supaya tak tampak begitu mengenaskan mungkin memang aku harus memiliki beberapa potret sebagai penguat fakta aku pernah juga selibat dalam sebuah mahligai dengan seseorang pria.
Pada Talia yang sudah menemaniku sejak mula, aku pamit sebentar. Dia mempersilahkan dengan wajah yang setengah tak ikhlas. Entah ada permasalahan masa lalu apa yang pernah terjadi di antara Talia dan Aulian, hingga sepasang kenalan itu berubah bak musuh bebuyutan. Sepanjang siang ini saja, entah berapa kali mereka saling membuang muka tiap kali ada detik yang mempertemukan.
Kuduga, di masa lalu Aulian pernah menyukai Talia, akan tetapi Talia tak termakan oleh pesona pria itu. Mungkin ada semacam adegan kejar-berlari yang terjadi di masa muda mereka. Membayangkannya membuatku terkikik geli.
"Ketawain apa kamu?"
Suara berat menghancurkan imajinasiku. Tak memerlukan jawaban, dia menjatuhkan tubuh tepat di sisiku tanpa sungkan. Kursi pelaminan ini tak seberapa longgar untuk menampung lebar tubuhku dan Aulian, hingga himpitan antara lenganku dan lengannya benar-benar tak bisa kuelakkan.
Dan, percaya tidak kalau tubuh manusia itu rupanya benar-benar memiliki muatan listrik? Aku sampai terhenyak begitu merasakan lengan Aulian bersinggungan dengan kulitku yang berlapis brokat. Darahku seolah meloncat terkejut, sedang jantungku bak didorong paksa dari langkahnya yang statis. Hendak aku menjauh untuk menghindari segala kekacauan yang Aulian timbulkan, tapi lengan kursi benar-benar sukses memenjaraku bersama tubuh Aulian yang tegap dan kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEMBALI
General FictionSalwa tersesat. Ayah mengirimkan seseorang untuk membawanya Kembali.