Selamat malam.
Siap-siap jatuh sama Salwa ya. Jatuh yang menyenangkan, sama jatuh yang sakit. 😁😁😁
- - - - -
Tidurku terganggu oleh suara gemericik air yang menyusup disela-sela lelap yang memeluk. Bukan berasal dari rintik-rintik hujan, tapi sepertinya Aulian yang sedang bersembunyi di kamar mandi. Aku terus melihat jam bulat yang menggantung tepat di dinding depanku. Masih pukul setengah lima. Lebih pagi dibanding jam terbangun Aulian biasanya.
Kenop pintu yang diputar menimbulkan suara samar. Aku entah sedang melakukan apa saat memilih kembali memejamkan mata dan berpura-pura masih terjebak dalam mimpi. Mendengar suara sandal yang diseret-seret, sontak aku sedikit membuka kelopak mata. Kuharap ini cukup sipit untuk tak didapati oleh sadarnya Aulian.
Dan, hei. Aku mendapat pemandangan mewah sepagi ini.
Tubuh yang biasanya tertutup rapat itu, mendadak terpampang tanpa malu sekarang. Bagian atasnya tanpa kain, pinggang hingga lutut hanya dililit sehelai handuk. Aku terang saja meneguk ludah, darahku seperti meloncat-loncat ingin ikut mengintip. Belum lagi dengan jantungku yang seperti diajak berlari puluhan kilometer tanpa henti. Kuharap, tak ada kemerahan di pipiku.
Beberapa hari belakangan sudah kutebak sebelumnya tentang badan bagus yang Aulian simpan rapat-rapat. Dengan mata setengah kantukku saja, aku bisa melihat otot menonjol tak begitu kekar di dua lengannya yang putih bersih dengan tebaran bulu tak seberapa lebat. Dadanya memang tak sebidang beberapa model pria yang suka dipakai jasanya untuk memamerkan merk alat-alat kebugaran, tapi percayalah, dada itu sungguh luas dan nyaman. Aku sudah mencobanya semalaman.
Namun, ada pemandangan yang lebih menggetarkan dibanding dengan lengan dan dada. Tahu apa? Perut Aulian. Bukan kotak-kotak, tapi ada rambut-rambut tipis namun tertangkap oleh mata keranjangku di sana. Aduh, kenapa itu terlihat seksi? Pikiranku tercemar. Otakku malu-malu saat membayangkan tanganku akan hinggap di sana suatu waktu nanti. Atau mungkin akan ada kesempatan di mana bulu-bulu tipis itu akan bergesekan dengan—
Gila!
Sebuah suara membentak pikiran kotorku. Aku memejam semakin rapat, saat mendengar pintu lemari yang berdecit dua kali. Aku hanya melihat perut suamiku. Belum lebih jauh dari itu, tapi mengapa pula aku sudah panas dingin begini?
Salwa mesum.
Ada yang meneriaki otak sintingku lagi. Aku mendesah panjang, lalu melayangkan beberapa pukulan ke tempurung kepalaku sendiri. Ini jelas tidak benar, kan? Senormalnya, yang harus memiliki pikiran miring semacam ini adalah Aulian? Lalu mengapa aku yang notabene adalah wanita yang mati-matian pernah menolak untuk diajak menikah oleh pria datar tanpa hasrat itu malah berpikir ngelantur semacam ini?
"Sal, kenapa bangun-bangun terus mukulin kepala?"
Eh. Kebodohanku yang lain terapung di udara. Mengapa aku terus mengutuk diri sendiri, sampai-sampai melupakan drama yang sedang kulakoni?
Aku menggaruk leher, lalu tercengir lebar. Mengambil sekitar enam detik untuk memikirkan jawaban rasa dalih, yang akan terdengar logis. Tapi apa?
"Sal—"
"Ah itu... kayak ada nyamuk tadi di kepala. Makanya kuketok."
Aulian memicing penuh selidik dalam waktu beberapa detik, lalu mengangkat bahunya tak begitu peduli. Dia rupanya sudah dengan pakaian koko, celana kargo, dan juga selembar sarung yang ia sampirkan di atas bahu. Kupikir dia akan mengambil sajadah, tapi tidak. Dia menggapai pintu.

KAMU SEDANG MEMBACA
KEMBALI
Fiksi UmumSalwa tersesat. Ayah mengirimkan seseorang untuk membawanya Kembali.