Terkadang mencintai belum tentu memiliki dan cinta terkadang membuat kita harus merelakannya.
-Sindi Francesca.
***
Author'POV
Tampak perempuan sudah siap dengan pakaian putih polosnya dan celana jeans hitamnya.
"Loh sin mau kemana?" Tanya Flower.
"Mau ke taman, refreshing." Jawab Sindi.
"Refreshing di taman? mana ada Sindi."
"Suka-suka dong, mau ikut?" Tawar Sindi.
"Sebenernya sih pengen, tapi bang Dhani nyuruh gue pulang sore ini."
"Em yaudah, gue berangkat duluan, ntar kunci rumahnya taruh dibawah pot bunga aja." Jelas Sindi.
"Oke Sindi, kapan-kapan deh kita ke taman bareng."
"Iya, dah." Jawab Sindi berjalan keluar rumahnya sambil melambaikan tangannya ke arah Flower.
Setelah Sindi membayar ongkos taksi yang mengantarnya menuju taman yang menjadi tujuannya sore ini, Sindi langsung berjalan sambil merentangkan ke dua tangannya merasakan sejuknya taman itu.
Sudah lama Sindi tidak merasakan hawa sejuk dan rasa tenang di taman sejak kejadian itu.
Sindi berjalan menuju kursi taman yang menurutnya nyaman untuk ia tempati, tapi lama kelamaan ia melamun dan mulai membayangkan hangatnya dulu sebelum peristiwa itu menimpanya, dan membuatnya meninggalkan dan ditinggalkan oleh orang-orang terdekatnya.
<Flashback on>
Seorang anak kecil berusia sekitar empat tahunan berlari dengan girangnya menuju arah bangku yang ditempati oleh wanita paruh baya yang usianya sekitar enam puluhan.
"Nenek lihat! Caca bukan anak kecil lagi, Caca udah besar, udah bisa mandiri."
Wanita paruh baya yang di panggil dengan embel-embel nenek itu tersenyum gemas ke arah bocah cilik didepannya seraya berkata.
"Iya, nenek percaya kok kalau cucu nenek ini udah bisa mandiri." Kata wanita paruh baya itu sambil mencubit gemas pipi bocah didepannya.
"Aduh nenek jangan dicubit." Omel bocah itu dengan cemberut dan melipat kedua tangganya didepan dadanya.
"Cucu nenek sekarang suka ngambek gitu ya?"
"Nenek jahat, Caca mau pulang aja deh." Kata bocah perempuan itu sambil berjalan menyeberangi jalan raya.
"CACA AWAS!"
Suara teriakan terdengar bersamaan dengan bunyi klakson mobil yang melaju dengan sangat kencang ke arah bocah cilik yang menyeberang itu.
Brukk.
Bunyi tabrakan terdengar sangat keras bersamaan dengan hilangnya suara teriakan tersebut dan tubuh bocah itu terguling-guling di aspal.
"NENEK!" Teriak bocah itu saat melihat banyak darah yang keluar dari kepala wanita paruh baya itu.
"NENEK! NENEK! BANGUN NENEK! JANGAN TINGGALIN CACA! CACA TAKUT!"
Butiran air mulai mengalir dari ujung mata bocah cilik itu dan.........
<Flashback off>
"Nenek!" Teriak Sindi saat tersadar dari lamunannya dan tak terasa butiran air mulai keluar dari ujung matanya.
Untung taman itu sepi dan jarang sekali orang berkunjung ke taman tersebut, jadi teriakan Sindi tidak terdengar oleh siapapun.
"Kapan aku bisa melupakan kejadian itu ya Tuhan..." Gumamnya sambil tersenyum miris, dan matanya pun menangkap dua orang yang sedang berpelukan seperti sudah lama tidak merasakan hangatnya pelukan tersebut.
"Mesra sekali mereka." Gumam Sindi.
"Pergi aja deh, dari pada ngelihatin begituan." Gumam Sindi lagi seraya berdiri, tapi saat ia mau melangkahkan kakinya, tatapan matanya bertemu dengan mata seseorang yang warnanya mirip dengan warna mata Sindi.
"Nathan..." Lirihnya saat menyadari seseorang yang sedang berpelukan tadi.
"Sindi!" Teriak Nathan saat menyadari sepasang mata sedang menatapnya dengan tatapan tak percaya.
"Sindi tunggu!" Dengan cekatan Nathan berhasil meraih tangan Sindi yang hendak berlari.
"Kenapa Nathan?" Kata Sindi dengan senyumnya berusaha menutupi rasa sakit di dadanya, dan Nathan yang menyadari itu merasa sangat bersalah.
"Kamu salah paham, dia Dania yang pernah aku ceritain dulu." Jelas Nathan.
"Hai! salam kenal ya, aku Sindi Francesca." Kata Sindi mengulurkan tangannya di depan Dania dan tetap menjaga senyumannya itu.
"Pastinya udah kenal aku ya, em kamu kek--" Ucap Dania.
"Temen Nathan, adik kelas Nathan." Sanggah Sindi cepat, dan Nathan yang mendengar jawabannya merasakan nyeri di hatinya.
Dania yang menyadari situasi....
"Duduk yuk Sin, apa gak capek berdiri terus." Ajak Dania.
"Em maaf Dania bukannya menolak, aku masih memiliki urusan yang lebih penting, dari pada harus duduk-duduk dan membicarakan hal yang tidak penting, lagi pula pasti aku mengganggu kalian, yasudah aku pergi dulu, kalian bisa melanjutkan aktivitas kalian, maaf menggangu aku rasa kalian lebih nyaman berdua saja, dan aku harap aku tidak akan pernah mengganggu kalian lagi." Dada Nathan rasanya seperti tertancap pisau saat mendengar ucapan yang keluar dari mulut kekasihnya itu dan ucapannya seperti mengisyaratkan dia tidak akan bertemu kembali.
"Dan Nathan, aku pamit pergi dulu ,semoga bertemu kembali." Kata Sindi dengan senyum terlukanya dan langsung melenggang pergi.
Ucapan Sindi barusan rasanya seperti akan berpisah lama, dan entah mengapa rasa nyeri dihati Nathan bertambah.
~~~
Pasti pada bingung kan kok di part ini seolah-olah bilang kalau Nathan dan Sindi udah menjalin hubungan??
Kalau pengen tau...
Ikutin ceritanya....
Lanjut ke part berikutnya....Part sengaja author buat pendek ya para readers😀
Vote n komen dulu😆
KAMU SEDANG MEMBACA
SINNATH
Teen Fiction^^SLOW UPDATE^^ \\Follow dulu sebelum membaca// Menceritakan seorang gadis dengan berbagai hidupnya yang serba mengejutkan dan berliku liku. Tapi apakah dia bisa melewati semua rintangan hidupnya dengan kesendirian atau justru sebaliknya? Lebih ban...