8

778 36 0
                                    

Hari ini setelah tiga hari dirawat, aku pulang ke rumah diantar bang Indra.

"Terimakasih bang, maaf merepotkan..." ucapku lirih

"Sama sekali abang tak merasa direpotkan... Hubungi abang jika neng butuh bantuan... " bang Indra diam sejenak
"Neng... Boleh abang bertanya...??" tanya bang Indra dengan ragu

"Jika abang mau menanyakan tentang kehamilan Ais... Maaf Ais belum bisa jawab... Belum bisa cerita apa-apa.. Abang nggak usah ragu... Yang pasti kehamilan Ais bukanlah sebuah aib, karna mereka ada lewat pernikahan yang sah.. Baik secara agama.. Maupun hukum" jelasku panjang

"Maaf..."ucap bang Indra dengan raut penyesalan

Kujawab ucapan maaf bang Indra dengan senyum yang dipaksakan.

"Ais masuk dulu ya bang... Mks.." pamit ku pada bang Indra.

Dengan gontai kulangkahkan kaki ku masuk kedalam rumah. Ku dorong pintu dan kubuka sedikit sekedar meloloskan badan ku.

Kulihat mas Raka duduk di sofa ruang tengah dengan televisi yang menyala.

"Ciiih... Tiga hari nggak pulang, sekalinya pulang diantar selingkuhan... " sinis mas Raka  "Ingat ya.... Jika mau selingkuh harus pintar... Jangan bikin malu keluarga Atmaja...camkan itu..." Ancam mas Raka sambil mengarahkan telunjuknya ke wajahku.

Sambil tersenyum getir kulanjutkan langkahku menuju kamar. 'Maaf sayang, maaf kan bunda. Karna salah bunda ayah belum tahu kehadiran kalian... Sabar ya nak' bisik batin ku sambil mengelus perut ku pelan.

Tiga bulan sudah usia kandunganku, dan perutku sudah mulai menonjol. Sampai sekarang mas Raka belum tahu perihal kehamilanku. Bukannya  tak mau ... Tapi aku punya alasan sendiri.Aku takut mas Raka tidak mau menerima dan menolak kehamilanku. Apa lagi sekarang Alin juga lagi hamil anak mas Raka.

Kurebahkan badan ku yang masih lemas di kasur. Sambil menatap langit-langit kamar aku memikirkan tanggapan mas Raka terhadap kehamilanku. Apakah mas Raka menyadari peristiwa malam itu? Karna saat itu mas Raka dalam kondisi mabuk dan tidak sadar. Tak terasa air mata mengalir deras di kedua pipiku. Aku tak dapat membayangkan gimana nasib anak ku nantinya karna ditolak ayah mereka.
'Sabar nak... Masih ada Allah' lirihku serak karna menahan sesak di dada.

Dengan air mata yang masih mengalir, ku coba untuk memejamkan mata. Walaupun mata terpejam, pikiranku berkelana tak tentu arah.

Selalu bersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang