Aku marah dan benci pada diri ku sendiri. Ayah macam apa aku ini. Yang tak pernah menyadari kehadiran anak dan darah daging nya sendiri . Tiga ...ya tiga raga yang telah aku terlantarkan dan aku sia-sia kan. Dimana mereka? Apakah mereka dapat tumbuh dengan baik ?
Keadaan ini membuat ku tambah frusrasi. Tiap malam ku lalui dengan rasa bersalah yang menjelma lewat mimpi-mimpi buruk. Aku dituntut oleh ketiga buah hati ku. Mereka marah, kecewa dan membenci ku.
Aku sudah mengutus banyak orang untuk mencari Ais. Tapi jejaknya tak kunjung ku dapati. Aku kehilangan semangat hidup. Setiap hari kerjaan ku hanya melamun dan mengurung diri di dalam kamar. Badan ku kurus, kucel rambut berantakan. Bulu-bulu halus yang ada di wajah pun kuput dari perhatian ku. Rasanya aku lebih baik mati.
Kerjaan di kantor terbengkalai sehingga diambil alih oleh papa. Mama dan papa tak pernah meninggalkan ku. Mereka selalu ada dan mendampingi ku melewati masa kelam hidup ku.
Kehamilan Ais aku pendam sendiri. Orang tua ku tidak ada yang tahu. Aku tak mau membuat mereka tambah kecewa pada ku anak mereka satu-satu nya. Biarlah semua ini ku tangani sendiri.
Setelah dua tahun, aku bangkit dari keterpurukan ku. Aku tidak bisa berdiam diri, aku harus bangkit. Ku mulai dengan membenahi diri ku sendiri. Ku pasrahkan keadaan ini pada yang kuasa. Ibadah yang selama ini aku tinggalkan, pelan-pelan mulai rutin aku kerjakan. Tidak hanya yang wajib, sunah pun aku jalani. Setiap sepertiga malam tak lupa ku pinta pada yang maha agung agar aku diberi kesempatan berjumpa dengan anak-anak ku. Memeluk, membelai dan mencurahkan kasih sayang ku pada mereka.
Hari itu aku ada pekerjaan di kota Malang. Meeting dan makan siang di salah satu restoran yang ada di area mall di kota Malang. Dari dalam restoran aku melihat sepasang remaja dengan keceriaan mereka. Ntah kenapa ada ketertarikan di hati ku melihat interaksi mereka. Mungkin anak-anak ku sebaya dengan mereka.
Meeting selesai, rencananya selesai meeting aku langsung menuju bandara dan pulang ke Jakarta. Ku langkahkan kaki ku ke luar dari restoran. Sepasang remaja tadi berdiri di depan ku. Mereka menatap ku, mata ku beralih ke sosok di belakang mereka. Perempuan dewasa yang tampil anggun dengan hijab panjang dan gamis yang dikenakan nya, disebelah nya berdiri sosok remaja laki-laki. Ais....Apakah benar perempuan dewasa itu Ais? Ku yakinkan pandangan ku. Benar...itu benar Ais. Ternyata Ais sudah merubah penampilannya. Dan tiga sosok remaja yang memliki kemiripan wajah itu apakah mereka putra-putri ku ? Terima kasih ya Allah...
"Buuun...apa itu ayah? " tanya tiga remaja itu dengan serentak. Ais hanya bisa diam
"Aisyah..." ku langkah kan kaki mendekati mereka
"Ayah..."
"Ayah..."
"Ayah..."Panggil mereka serentak. Aku kaget.... Mereka mengenali ku sebagai ayah mereka. Semakin besar rasa bersalah ku. Tak terasa pipi ku basah, air mata mengalir dengan sendiri nya. Ada rasa membuncah di dalam diri ku. 'Apakah mereka anak-anak ku?' kuajukan pertanyaan tersebut dengan menatap Ais. Ku dapati anggukan kepala Ais.
"Apakah aku boleh memeluk mereka?" tanyaku penuh harap. Ais kembali menganggukan kepala.
Ku dekati ketiga buah hati ku. Ku peluk, ku ciumi mereka secara bergantian. 'Terimakasih Ya Allah. Syukur ku tak berhingga pada mu'
"Maaf mas, kita jadi pusat tontonan di mall ini. Karna kami buru-buru kami harus pamit..anak-anak ayo"
"Buuun..."
"Buuun..."
"Buuun..."
"Aisyah..."Ucap kami serentak.
"Ma..aaaf. Aisyah bisakah saya minta waktu mu sebentar??? Ada hal yang mau saya bicarakan" pinta ku pada Ais
KAMU SEDANG MEMBACA
Selalu bersamamu
SpiritüelCinta... Aku tak tahu apalah artinya. Bagiku bisa mencintaimu kekasih halalku merupakan suatu keharusan. Menerima segala kekurangan dan kelebihanmu. Bersamamu aku berharap bisa melalui gelombang kehidupan didunia ini. Bagaimana denganmu? Apakah kam...