Raka

1K 57 1
                                    

Setelah melalui diskusi panjang, akhirnya Ais berhasil membujuk putra sulung kami untuk ikut dengan ku dan dua saudara nya. Jadilah sekarang kami berempat berada di bandara untuk melakukan penerbangan ke Jakarta. Aku membawa ketiga anak ku untuk menemui mama dan papa. Sejak pertemuan yang pertama aku sering bolak balik Jakarta Malang. Disaat itulah mama mulai curiga dan bertanya apa yang aku lakukan di Malang. Dengan terpaksa aku ceritakan pada mama bahwa aku berhasil menemukan keberadaan Ais dan ketiga anak ku.

Mama tampak kaget begitu aku cerita tentang anak ku. Wajar...karna selama ini aku tak pernah cerita pada orang tua ku bahwa Ais pergi dalam keadaan hamil. Dengan penuh emosi mama memarahi ku dan menyuruh ku untuk membawa ketiga cucu mereka ke Jakarta. 

Dengan hati yang berbunga ku langkahkan kaki ku mengiringi langkah ketiga anak  ku. Paling depan Zahra dan Fadlan  berjalan dengan langkah yang semangat. Begitu tampak kebahagiaan dan senyum yang tak pernah luput dari wajah mereka berdua. Di belakang Zahra dan Fadlan, Farhan melangkah dengan lesu... dia tampak enggan dan raut keterpaksaan tampak jelas di wajah nya.

"Uda...cepat jalan nya...ayah juga...iiiiih.." ucap Zahra sambil cemberut

Kususul langkah Farhan di depan ku. Ku tepuk lembut bahunya.
"Ayo nak kita susul adik mu..."  ajak ku sambil berjalan merangkul pundak Farhan.

Ku rasakan pergerakan pada bahu Farhan berusaha melepaskan rangkulan ku. Ku pandang wajah nya dan ku berikan senyum  ku, tampak Farhan memalingkan wajah nya dari pandangan ku.

"Maaf kan ayah nak..."bisik ku

Tak ku hiraukan wajah sinis yang menatap ku. Tetap ku rangkul putra sulung ku sambil mengejar langkah kedua adik nya. 'Apa pun akan ayah lakukan untuk meraih hati mu nak. Ayah tak akan putus asa...karna ayah tahu tak mudah bagi mu untuk menerima semua ini'

Flashback on

Perlahan ku dekati Farhan yang sedang duduk di bangku depan ruang perawatan Ais. Sambil menyentuh bahu nya, aku dusuk disamping Farhan. Jelas tampak aura kemarahan di wajah nya.

"Naaaak..."

"Saya tak kenal dengan anda... Jadi anda jangan seenak nya memanggil saya anak...seolah-olah saya adalah anak nya anda..." ucap Farhan dengan sinis.

"Kalian memang anak-anak ku..."

"Bagaimana anda bisa yakin kalau kami adalah anak-anak mu...??? Sementara bunda kami sendiri tak anda terima dalam kehidupan anda..."

"Maaf....ayah tahu.... ayah salah.... Ayah memang laki-laki yang bodoh...yang tidak bisa melihat ketulusan perempuan..." sesal ku

"sebaik nya anda pergi...saya tak mau bunda menjadi tertekan karna kehadiran anda..."

"Izin kan ayah tetap disini nak....ayah ingin menebus kesalahan ayah..." mohon ku pada Farhan "Ayah ingin meminta maaf pada bunda mu....bertahun-tahun ayah mencari keberadaan kalian...dan sekarang, setelah bertemu ayah tak mau kehilangan kalian lagi...apa pun akan ayah lakukan agar kalian mau memaafkan ayah...."

"Dari kami lahir, kami tak pernah mengenal sosok laki-laki yang menjadi ayah kami. Setiap kami bertanya,bunda selalu bilang kalau ayah kami sedang bekerja di tempat yang jauh. Bunda selalu mengajarkan kami untuk mendoakan laki-laki yang kami sebut ayah. Tak pernah sekalipun terucap kata yang jelek dari bibir bunda tentang ayah. Sehingga kami begitu bangga dan rindu akan sosok ayah yang selalu ada dalam cerita bunda. Foto ayah selalu jadi barang rebutan kami bertiga di kala malam datang. Kami  akan memeluk foto ayah di waktu tidur. Bahkan tengah malam dek Zahra bisa menangis histeris ketika terbangun dan menyadari foto ayah tidak ada di pelukan nya.....Tapi...." Farhan diam sejenak sebelum melanjutkan cerita nya....
" Semua berubah buat saya...ketika siang itu saya menemukan diari bunda di gudang. Betapa cerita bunda selama ini bohong belaka...saya bingung...apakah saya harus marah atau malah kasihan sama bunda. Begitu pintar nya bunda mendongeng sehingga kami semua larut dalam dongeng bunda...."
"Sejak saat itu kebencian dan amarah di dada ku begitu kuat pada anda....Anda adalah laki-laki yang telah menyakiti perempuan yang saya sayangi...saya benci...benciiii.... Saat bertemu anda ntah kenapa kebencian itu sesaat hilang dari fikiran ku....Tapi begitu saya melihat kehancuran bunda sehingga bunda tidak sadarkan diri  kebencian itu muncul kembali...."Ucap Farhan dengan penuh amarah

Selalu bersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang