Part 13. Hope

3.5K 266 6
                                    

*****

" Meskipun Naruto menyukai basket, meskipun Naruto melanggar perintah Anda, meskipun Naruto menjadi orang yang paling buruk sedunia, dia adalah putra Anda.. Terimalah Naruto kembali, Tuan Namikaze.. " pinta Hinata sambil berurai air mata.

" Jangan biarkan Naruto menderita sendirian di luar sana.. Aku mohon padamu.. Tidakkah Anda merindukan Naruto? Bukankah dia masih putra Anda? Darah daging Anda? " tangis Hinata.

Hinata menutup wajahnya yang basah karena air matanya terus saja mengalir tanpa bisa ditahannya dengan kedua telapak tangannya. Entah kenapa membayangkan Naruto yang terbaring sakit sendirian di rumah sakit membuat hatinya begitu sedih hingga terasa sakit. Terasa ada sesuatu yang menyumpal dada hingga tenggorokannya dan membuatnya merasa sangat sakit.

" Aku mohon ijinkan Naruto untuk tetap tinggal disini.. Saya mohon ijinkan Naruto untuk bermain basket.. Naruto terlihat sangat bahagia saat bisa bermain basket bersama teman-temannya. Tidak kah Tuan ingin melihat putra Anda bahagia? " pinta Hinata sambil menangis.

" Awalnya memang seperti itu!! Mereka bermain basket  karena mereka bilang basket itu olahraga yang sangat menyenangkan untuk menjaga kesehatan! Mereka juga bilang basket mengajarkan sportivitas! Tapi apa kenyataannya?! " teriak Minato.

" Mereka marah saat timnya kalah bertanding!! Mereka lalu mengeroyok Menma, memukulinya dengan tanpa berperi kemanusiaan hingga anakku mati mengenaskan! " teriak Minato dengan air mata yang mulai mengalir dari sepasang mata beriris birunya. Hinata langsung terdiam mendengar cerita dari Minato itu.

" Aku sudah pernah kehilangan putra sekali, Nona Hinata Hyuga. Dan aku tidak mau kehilangan lagi karena permainan konyol bernama basket itu. " ucap Minato.

" Lebih baik aku mengirim Naruto ke Amerika agar bisa belajar menjadi seorang pengusaha yang sukses. Dengan begitu masa depannya akan terjamin. " lanjutnya.

" Lagipula... Kenapa kau begitu perhatian pada Naruto? Bukankah anak itu dengan tidak tau malu telah mengakui puisi karyamu sebagai miliknya? Tapi kenapa kau mau memohon untuknya? Kau bahkan menangis untuknya? " tanya Minato sambil menatap Hinata.

" Apakah kau menyukai, Naruto? "

Pertanyaan Minato itu langsung membuat Hinata menghentikan tangisnya. Sesaat Hinata menatap wajah Minato yang sangat mirip dengan Naruto. Rambut pirang itu, mata beriris biru itu, wajah itu juga, semuanya begitu mirip hingga Naruto bagaikan versi muda dari lelaki di depannya itu. Dan hal itu membuat Hinata ingin bertemu dengan Naruto dan  mendampingi pemuda itu yang kini sedang terbaring sakit sendirian di rumah sakit itu. Hinata kembali merasa sedih mengingat keadaan Naruto yang mirip dengan dirinya sendiri saat dirawat di rumah sakit sebulan yang lalu. Saat dirimu sakit dan tidak ada seorang pun yang menjenguk dan merawatmu, rasanya kau seperti hidup sendirian di dunia ini dan itu sangat menyedihkan.

" Semua sensei di sekolah ini memujimu sebagai murid yang pintar dan juga tidak pernah membuat masalah. Karena itu.. Aku tidak akan menganggapmu sebagai salah satu pendukung dari anak pembangkang itu. " ucap Minato lalu pergi begitu saja meninggalkan Hinata.

Hinata tidak bisa berkata apa-apa lagi. Gadis itu hanya bisa berdiri mematung sambil memandang kepergian Minato. Hinata bahkan melupakan niatnya untuk memberitahukan keadaan Naruto pada ayahnya itu. Hinata baru ingat hal itu saat melihat mobil mewah berwarna hitam milik Minato melaju keluar melewati gerbang sekolah.

Hinata merasa bingung kenapa dirinya sangat khawatir terhadap kondisi Naruto. Bukankah pemuda pirang itu sudah memperkosanya dan merenggut kesuciannya dengan kejam? Tapi kenapa dirinya malah mencemaskan pemuda pirang itu? Kemana perasaan marah dan juga kebencian yang dirasakannya pada Naruto selama ini? Bagaimana mungkin kebencian dan rasa dendam itu menghilang begitu mudah? Apakah dirinya mulai menyukai Naruto? Atau mungkin dirinya bahkan sudah jatuh cinta pada Naruto? Atau mungkin dirinya hanya merasa kasihan dengan keadaan Naruto? Hinata jadi pusing dengan semua pertanyaan yang memenuhi pikirannya itu sejak dia melihat Naruto terbaring koma di rumah sakit. Tapi yang jelas Hinata merasa tidak tega membiarkan Naruto yang sedang dalam keadaan sakit itu sendirian. Hinata bertekad memberitahukan keadaan Naruto pada orang tuanya.

PoetryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang