#1 hari pertama

2K 124 7
                                    

Saat pertama kali membuka mata pagi ini, Verina tahu kalau beberapa saat lagi dia akan kembali dihadapkan dengan kehidupan menyedihkannya.

Perempuan yang biasa dipanggil dengan sebutan Vey itu bangkit terduduk. Sebenarnya kehidupan sehari-harinya sudah cukup menyedihkan, tapi hari ini, liburan benar-benar sudah usai. Vey harus kembali ke rutinitas remaja pada umumnya. Sekolah, atau mungkin lebih tepat dia menyebutnya 'sarana penindasan'?

Saat jarum panjang jam dinding yang terpasang di atas pintu kamar menunjukkan pukul setengah empat pagi, Vey bangkit dari duduk dan berjalan ke kamar mandi di luar kamar.

Air dingin membasuh seluruh tubuhnya, membuat kesadarannya benar-benar terkumpul. Vey menghela napas, hanya beberapa saat lagi sebelum dia harus menghadapi seluruh aspek dari sekolah yang menyeramkan.

Setelah selesai mandi dan mempersiapkan segalanya, Vey mengenakan tas ransel dan segera menuju dapur. Tepat saat Vey berdiri di lantai dapur, Nora menoleh ke arahnya sambil tersenyum.

Oh, tolong jangan tersenyum, batin Vey meringis.

"Vey, Mama buat pancake favorit kamu. Ayo, sarapan," ucap Nora sambil duduk di salah satu kursi makan.

Vey mengangguk singkat sebelum duduk di hadapan Nora. Perempuan dewasa itu lalu menyiapkan sarapan di atas piringnya sendiri sambil mengetikkan sesuatu di layar ponsel. Belakangan ini, Mamanya selalu tampak sibuk.

"Hari ini Mama pulang telat lagi, harus lembur di kantor," ucap Nora tanpa menatap Vey.

Vey mengangguk, itu hal yang biasa. Tapi mulutnya tidak bisa ditahan untuk tidak bertanya, "Sejak Papa meninggal, Mama emang harus sesibuk ini, ya?"

Nora terdiam menatap Vey, tatapan matanya menyiratkan keterkejutan. Mungkin tidak menyangka Vey akan membahas tentang hal menyedihkan yang sudah lama terlewat itu.

Vey mulai memakan pancake di hadapannya, masih menunggu Nora untuk menjawab pertanyaannya.

"Kenapa kamu tiba-tiba nanya begitu, Vey? Papa meninggal sejak satu setengah tahun yang lalu. Hal ini nggak ada hubungannya," jawab Nora.

"Tapi Vey nggak suka—"

"Itu bukan urusan kamu, Verina." Nora menatap Vey dengan tajam. "Lebih baik cepat habiskan sarapan dan berangkat ke sekolah."

×

Jam di layar ponsel masih menunjukkan pukul lima lewat tiga puluh menit. Masih sangat pagi untuk seseorang sampai di sekolah.

Vey berbeda. Dia bukan kebanyakan orang. Vey menerapkan kebiasaan datang lebih pagi ke sekolah karena kalau dia datang lebih siang sedikit, saat ada lebih banyak orang berkeliaran di sekitarnya, akan lebih besar pula kemungkinan harinya akan hancur lebih cepat.

Hal itu tidak boleh terjadi, tidak di hari pertama sekolah. Minimal, tidak akan ada yang terjadi di lingkungan sekolah yang sepi di pagi hari.

Satpam yang menjaga gerbang sekolah menatapnya, tanpa ekspresi. Beberapa detik kemudian, langsung membuang pandangan.

Ya, reputasi Vey di sekolah ini memang terkenal sekali. Bagian buruknya, tentunya.

Saat menemukan kelas barunya, Vey langsung masuk ke dalam. Kelas masih kosong karena hari masih sangat pagi.

Ini mimpi buruk. Vey masih yakin bahwa dia akan baik-baik saja menyelesaikan tahun kedua sekolahnya di SMA Angkasa dengan berbagai gangguan yang akan datang. Tapi jika keadaannya seperti sekarang, mengetahui seorang bermulut besar seperti Rania sekaligus seorang penindas seperti Aidan berada dalam satu kelas dengannya, untuk mencapai setengah semesterpun rasanya Vey tidak akan sanggup.

The Gloomy Girl (E-book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang