#36 lebih buruk?

577 55 19
                                    

Seperti hari-hari sekolah biasanya, pada jam istirahat seperti ini Vey tetap duduk di kursinya bersama Calvin di sebelahnya. Tidak seperti hari-hari sekolah biasanya, Aidan tidak hadir hari ini. Keadaannya belum benar-benar pulih, tapi Vey tahu kalau cowok itu sudah pulang ke rumah pagi tadi. Setidaknya begitu yang Aidan katakan kemarin.

Sebenarnya Aidan itu sosok yang menyenangkan ketika dia tidak sedang mengganggu Vey. Vey juga baru tahu kalau Aidan agak romantis. Lucu sekali membayangkan hal itu ternyata adalah sebuah kenyataan. Vey kira cowok itu hanya bisa memperlakukan orang lain secara tidak pantas.

Oh, Vey juga baru tahu kalau ibunya itu baik sekali. Aura, namanya. Katanya, Aura itu seorang wanita karir yang jarang ada di rumah. Pantas saja Vey tidak pernah melihatnya setiap berkunjung ke rumah Aidan.

Ayah Aidan juga seorang pebisnis dengan pekerjaan yang menumpuk. Sampai-sampai tidak bisa mengurusi anaknya yang baru saja kecelakaan. Itu sih, kata Aidan. Cowok itu mengatakannya dengan nada jengkel. Ha, ternyata Aidan jengkel dengan ayahnya sendiri.

Kenapa Vey jadi terdengar sangat paham mengenai keluarga cowok itu hanya dalam waktu sangat singkat? Kedengarannya saja hampir tidak masuk akal.

"Vey, lo abis dapet doorprize, ya?" celetuk Calvin sambil mengambil sesendok lasagna yang Vey buat sendiri dari kotak bekal Vey. "Dari tadi senyum-senyum sendiri."

Vey terkekeh mendengar pertanyaan bodoh Calvin. "Jangan kepo, Calvin."

"Oh, gue tahu."

Vey menaikkan sebelah alis. "Apa?"

"Lo seneng Aidan nggak masuk sekolah hari ini."

Apa katanya?

"Gue nggak sejahat itu kali, Cal. Orang habis kecelakaan, masa gue seneng?"

Kali ini, kening Calvin berkerut. "Lo tahu Aidan habis kecelakaan dari mana?"

Oh, tidak. Vey salah bicara.

"E-emang lo nggak tahu?" tanya Vey balik.

Calvin menggeleng santai, masih sambil menikmati bekal milik Vey. "Nggak ada yang ngomongin tentang itu."

Vey menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Membicarakan tentang Aidan dengan Calvin terasa sama sekali tidak menyenangkan. "Sebenernya gue jenguk dia kemarin."

Calvin tiba-tiba saja tersedak makanan yang ada di mulutnya. Vey merasa bersalah karena itu. Seharusnya dia tidak menceritakan tentang itu kepada Calvin. Tapi Vey hanya merasa Calvin perlu tahu. Vey merasa perlu lebih membuka diri kepada seorang teman dan memutuskan untuk memulainya dengan hal kecil seperti memberitahu Calvin tentang apa yang terjadi kemarin.

Vey membantu Calvin meminum air mineral dari botol minumnya. "Calvin, hati-hati dong," cemasnya.

Setelah meminum cukup banyak air, Calvin menatap Vey dengan bola mata terbuka lebar. "Lo lagi bercanda 'kan?"

Vey menggeleng dengan ekspresi tidak enak.

Calvin mendecak. "Lo diapain sama dia?"

Vey mengedarkan pandangan ke sekeliling, memeriksa apakah akan ada seseorang yang mendengar pembicaraan mereka. Tapi untungnya kelas sedang sepi kali ini, hanya ada mereka dan tiga orang lain yang berjarak cukup jauh. "Gue mau cerita sama lo, tapi lo harus janji jangan freak out, oke?"

"Ya, tergantung." Calvin mengerutkan kening, terlihat jengkel sekali. "Apa yang mau lo ceritain dan kenapa baru cerita sekarang?"

"Gue nggak pernah kepikiran bakal cerita sama lo tentang dia, Cal. Karena gue pikir, semua itu nggak penting."

The Gloomy Girl (E-book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang