#28 spesies teraneh

573 56 6
                                    

Vey sampai di rumah dengan perasaan penuh dongkol. Dia masih tidak bisa mengerti apa isi hati dan perasaan Aidan yang sebenarnya sampai sekarang. Laki-laki itu terlalu membingungkan. Tapi kenapa mudah sekali bagi Aidan untuk mengetahui segala yang Vey pikirkan?

Ini tidak adil.

"Vey, lo dari mana?" tanya Jessica dari sofa ruang keluarga. Dia tengah bersantai sambil menonton film kartun kesukaannya.

Tepat sekali. Ada Jessica di sini.

"Kenapa lo kasih tahu Aidan tentang sindrom gue?" Vey seketika ingin menangis saat mengingat fakta itu. "Kenapa harus Aidan, Jess?"

Raut wajah Jessica tampak kaget. Sepertinya tidak menyangka Vey akan membahas hal ini begitu tiba-tiba. Cewek itu menegakkan tubuhnya. "Gue bisa jelasin, Vey."

"Lo harusnya tahu kalau Aidan adalah orang terakhir yang boleh tahu tentang itu."

"Dia jahat sama lo lagi? Kali ini, apa lagi?"

Vey menggeleng. "Lo nggak perlu tahu apa yang dia lakuin kali ini."

Jessica mendecak, tampak bingung dengan keadaan ini. Raut wajah besalah kental sekali terlihat di ekspresinya. "Gue nggak bermaksud buruk dengan itu semua, Vey. Gue cuma mau menyadarkan Aidan kalau semua yang dia lakuin ke lo selama ini itu salah. Dan gue pikir nggak ada salahnya kalau dia tahu tentang sindrom lo. Mungkin dengan begitu, Aidan akan lebih mudah sadar."

Vey belum bisa menerima alasan Jessica itu. Aidan tetap tidak boleh tahu tentang itu. Siapapun tidak boleh tahu tanpa seizin Vey.

"Maaf kalau ternyata keputusan gue salah, Vey." Jessica menghela napas. "Gue nggak kepikiran kalau Aidan malah akan lebih jahat sama lo."

Vey membuang muka, menarik napas panjang, membuangnya perlahan sebelum kembali menatap Jessica. Vey mencari segala ketenangan dalam dirinya sebelum berkata, "Lupain aja. Tolong, jangan lakuin itu lagi. Nggak ada lagi yang boleh tahu."

Jessica mengangguk cepat. "I promise. I'm sorry, Vey."

Terlalu banyak kata maaf yang Vey dengar hari ini.

×

Vey duduk di depan meja rias seraya membuka ponsel. Benda kotak itu bergetar sejak tadi, tapi Vey malas sekali membukanya. Ada empat pesan masuk dan satu missed call. Panggilan itu dari Aidan, begitupun sebuah pesan. Sedangkan tiga pesan lain datang dari Calvin.

Vey membuka sebuah pesan itu.

Aidan

tolong kasih tahu gue kalau gue udah bisa telfon lo.

Perubahan ini terjadi terlalu drastis dan tiba-tiba dalam hidup Vey. Kenyataan bahwa Aidan menyukainya tidak bisa diterima. Vey tidak sebodoh itu untuk memercayainya.

Tapi bodohnya, ada sedikit bagian dalam dirinya yang merasa kecewa. Andai saja Aidan benar-benar bermaksud dan serius dengan ucapannya, andai saja cowok itu melindunginya dan tidak terlalu jahat. Ah, pemikiran bodoh.

Vey menyilangkan kedua tangan di atas meja, menyembunyikan wajah di atas lipatan tangannya, lalu membiarkan air matanya mengalir keluar. Sampai sekarang, Vey masih tidak mengetahui kenyataan mana yang benar dan harus dipercaya.

Dia harus bagaimana?

Saat suatu ide muncul di benaknya, dengan cepat Vey mencari nama Papa di daftar kontak dan langsung meneleponnya.

Setelah sambungan telepon terhubung, Vey langsung berkata, "Pa, bisa treatment-nya dipercepat? Besok, bagaimana?"

×

The Gloomy Girl (E-book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang