#38 setangkai mawar

482 50 5
                                    

Pada hari ketiganya tidak pergi ke sekolah, beberapa teman-teman Aidan datang menjenguknya ke rumah. Aidan menatap mereka yang satu persatu muncul lewat pintu kamarnya.

Tama adalah orang pertama yang masuk. Dia langsung menempati tempat favoritnya di kamar ini, sofa empuk di pojok ruangan. Lalu Leon yang datang menghampiri Aidan lebih dulu untuk berhigh-five sebelum bergabung dengan Tama yang sudah asyik dengan ponselnya.

Aidan kira Dean akan langsung menutup pintu kamarnya setelah cowok itu masuk. Tapi ternyata ada satu orang lagi yang datang. Kening Aidan mengerut dalam. Dia menegakkan badannya secara refleks.

"Olive maksa mau ikut kesini, Dan. Jadi, gue ajak aja." Sedetik setelah Dean mengatakan itu, Olivia muncul di pintu kamarnya dengan senyum termanis yang dia punya.

"Hai, Dan!" sapa Olivia penuh semangat.

Mata Aidan membelalak. Dengan cepat dia menarih kruknya lalu bangkit. "Nggak beres lo, De! Kita ngobrol-ngobrol di bawah aja kalo gini caranya."

Dean itu benar-benar lupa atau hanya pura-pura? Padahal Aidan sudah sering sekali memberitahu kepada ketiga sahabatnya itu kalau tidak ada orang asing yang diperbolehkan masuk ke kamarnya. Kali ini, dia malah dengan santai membawa Olivia masuk ke dalam sini.

Tama yang sudah asyik dengan posisi dan ponselnya langsung merengut mendengar perintah Aidan itu. "Baru aja duduk pantat gue, Dan."

Dean menggaruk kepalanya, merasa bersalah karena telah membawa Olivia tanpa izin. Setelahnya Dean melangkah keluar bersisian dengan Leon. Olivia yang masih bingung dengan apa yang terjadi hanya menatap orang-orang yang mulai pergi itu satu persatu.

Aidan segera menutup pintu kamarnya setelah mereka berada di luar. Olivia masih diam menunggunya. Ya ampun, cewek ini kenapa sih?

"Ayo ke bawah, Liv," ajak Aidan.

Saat baru saja ingin melangkah, Olivia tiba-tiba melingkarkan tangannya di lengan Aidan yang tidak memegang kruk. "Gue bantu jalan, ya," ucapnya dengan nada lemah lembut.

"Eh, nggak usah," tolak Aidan dengan hati-hati. Dia menarik tangannya perlahan dari pegangan Olivia. "Gue bisa jalan sendiri. Lo jalan duluan aja."

Untuk beberapa saat, Olivia terdiam. Tapi akhirnya dia mengangguk mengerti sambil tersenyum simpul. Cewek itu berjalan lebih dulu ke arah tangga.

Aidan menghela napas. Semakin hari, Olivia bertindak semakin aneh. Kalau Aidan tidak salah lihat, sejak kemarin Olivia tak henti-henti mengiriminya pesan. Dia mendecak, mengerti apa arti semua ini. Olivia menyukainya. Itu terlihat jelas sekali.

Ha! Akhirnya Aidan kembali berada pada situasi yang tidak pernah dia sukai setelah sekian lama.

Setelah sampai di ruang tengah, Olivia meminta izin untuk ke toilet sebentar. Aidan menunjuk sebuah pintu yang tertutup di dekat dapur, memberitahunya dimana toilet berada.

Aidan duduk di sebelah Dean, melirik ke arah pintu toilet yang baru saja tertutup, lalu menatap tajam ke arah sahabatnya itu. "Lo nggak usah pura-pura lupa kalau kamar gue itu restricted deh, De."

Lagi-lagi, Dean menggaruk kepalanya. "Gue beneran lupa, anjir! Lagian gue 'kan kebiasaan kalau kesini langsung naik ke kamar lo. Mana kepikiran sama yang begituan?"

"Bego lo ah!" Aidan masih merasa kesal sekali karena kelakuan sahabatnya itu. "Lagian ngapain sih bawa cewek ke rumah gue segala!"

"Dia maksa, njir. Mana tega gue nolak?" Dean masih membela diri. "Lagian lo ngerepotin aja sih. Kalo lo nggak ngacangin pesan-pesan dari dia juga dia nggak bakalan agresif minta ikut begitu kali."

The Gloomy Girl (E-book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang