Suasana yang pertama kali Vey rasakan saat turun dari motor Calvin ketika mereka sampai di rumah cowok itu adalah damai. Situasi rumah Calvin terlihat tenang. Pepohonan dan tanaman yang terawat di halaman rumah Calvin membuat udara terasa sejuk.
Vey mengikuti langkah Calvin saat cowok itu berjalan menuju pintu kayu besar lalu membukanya sambil mengucap salam. Vey terus mengikuti langkahnya sampai mereka berhenti di ruangan dengan sebuah televisi berukuran besar.
Beberapa saat kemudian, tanpa Vey duga-duga seekor kucing gemuk albino dengan bulu super tebal berhenti tepat di depan kaki Calvin. Cowok itu langsung berjongkok dan mengangkat kucing lucu itu.
"Ini dia yang suka gue ceritain ke lo. Cherry," ucap Calvin dengan senyum lebar. "She's cute. Isn't she?"
Kepala Vey mengangguk. Cherry memang terlihat sangat lucu karena ukuran badannya yang gemuk dan bulunya yang sangat tebal. Dalam hati, Vey tersenyum lebar.
"Mau gendong, Vey?"
Dengan cepat, kepala Vey mengangguk. Setelahnya, Calvin menyerahkan Cherry ke gendongan Vey lalu terkekeh kecil.
"Hello, Cherry!" sapa Vey.
"Cal, kamu sama siapa?" Pertanyaan yang tiba-tiba datang itu membuat kepala keduanya menoleh. Seorang wanita seumuran Nora tampak membawa sebuah nampan berisi makanan dan air putih di atasnya.
Calvin terkekeh lagi. Sekilas, dia melirik pada Vey sambil berbisik, "Itu Nyokap gue. Tante Joan."
Rasanya Vey ingin menjambak rambut Calvin bila Joan tidak ada di hadapan keduanya. Vey balas berbisik, "Lo nggak bilang ada Nyokap lo juga!"
Tanpa memedulikan kejengkelan Vey, Calvin berjalan menghampiri Joan yang masih berdiri di dekat tangga. "Ini temen Cal, namanya Vey, Bun."
Joan tersenyum. "Halo, Vey."
"Selamat sore, Tante."
Senyum Joan perlahan memudar. Sepertinya heran karena Vey tidak membalas senyumnya. Melihat suasana yang lama-kelamaan berubah canggung, Calvin merebut nampan yang Joan pegang, membuat perempuan itu terlonjak kaget.
"Ini mau diantar ke Liona, 'kan?" Pertanyaan Calvin lebih terdengar seperti pernyataan. "Biar Cal sama Vey aja yang ke sana. Bunda istirahat aja, oke?"
Joan melirik Vey sekilas sebelum mengangguk. "Habis makan, suruh Liona minum obat."
Calvin mengangguk. "Siap."
Setelah Joan berbalik badan dan melangkah menjauh, Calvin tersenyum maklum kepada Vey sebelum mengajaknya untuk menaiki tangga menuju kamar Liona.
"Itu Nyokap gue lho, Vey. Nggak lo senyumin juga?" tanyanya bercanda.
Pertanyaan Calvin hanya Vey anggap sebagai angin lalu. Mulut Vey terkunci, tidak menjawabnya.
Percuma, pikir Vey.
Suasana damai yang Vey rasakan saat baru datang di sini digantikan oleh perasaan tidak enak. Mungkin memang sebaiknya Vey tidak datang dari awal. Mungkin lebih baik Vey tidak berusaha mencari teman, lebih baik Vey tidak berusaha mencoba membuat Calvin menganggapnya sebagai teman yang baik.
Seharusnya Vey sadar kalau segalanya tidak akan selancar yang dia kira.
"Tolong buka, Vey," ucap Calvin saat mereka sampai di depan sebuah pintu dengan sebuah hiasan huruf 'L' yang besar.
Vey menurutinya. Calvin langsung masuk ke dalam setelah pintu terbuka.
"Cal, kok kamu udah—" ucapan perempuan yang tampaknya masih duduk di bangku sekolah menengah pertama itu langsung terhenti saat matanya mendapati sosok Vey di sebelah Calvin. Liona saat ini tengah duduk di atas tempat tidur dengan selimut melilit seluruh tubuhnya sambil berhadapan dengan sebuah laptop.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Gloomy Girl (E-book)
Ficção AdolescenteTelah diterbitkan oleh Elex Media dalam bentuk E-book. *** Suatu senyuman dianggap sangat penting bagi sebagian orang. Berbeda dengan orang lain, sebuah senyum adalah bencana dalam hidup Vey. Verina, atau yang akrab disapa Vey tidak pernah tersenyum...