#3 butuh teman

1.1K 92 6
                                    

Setelah selesai mengganti pakaian olahraga dengan seragam putih abu-abu, Vey pergi ke kantin untuk membeli sebotol air mineral. Kantin tidak akan terlalu ramai karena bel istirahat baru akan berbunyi sepuluh menit lagi.

Secepat kilat, setelah membayar minumannya, Vey segera berbalik badan, berniat untuk bergegas pergi dari kantin sebelum bel istirahat berbunyi dan kantin akan dipenuhi oleh murid-murid yang kelaparan.

Tapi niat Vey untuk segera pergi dari tempat ini dihancurkan saat tiba-tiba tubuhnya menabrak tubuh seseorang saat dia akan berjalan keluar kantin. Tahu apa bagian terburuknya? Orang yang Vey tabrak—atau mungkin sebenarnya yang menabraknya—adalah Aidan dan laki-laki itu menumpahkan segelas penuh jus alpukat ke seragam Vey.

Vey refleks mundur satu langkah ke belakang, menatap seragamnya yang kotor, dan merutuki Aidan dalam hati.

"Vey, kalo jalan hati-hati dong," ucap Aidan dengan nada kesal yang dibuat-buat. "Minuman gue jadi tumpah semua."

Vey tidak membalas. Masih cukup kaget dengan apa yang baru saja terjadi. Kejadiannya begitu cepat. Vey harus segera pergi dari tempat ini karena beberapa orang mulai berdatangan dan sebentar lagi bel akan berbunyi.

Urusan seragamnya yang kotor bukan prioritas Vey untuk sekarang. Dia menatap wajah Aidan yang menahan senyum.

Meskipun tahu kalau ini bukan salah Vey karena jelas-jelas Aidan yang dengan sengaja menabraknya, Vey tetap berkata, "Maaf, Aidan. Gue nggak lihat ada lo."

Bertengkar dengan Aidan dan menanggapi perkataannya dengan emosi adalah hal terakhir yang harus Vey lakukan di saat-saat seperti ini. Jadi, biar saja Aidan merasa menang.

"Ganti jus gue dengan yang baru." Aidan menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Gue haus, butuh minum."

Vey menggeleng tak percaya. "A-apa? Bahkan semua ini sebenarnya bukan salah gue, Dan."

"Apa lo bilang?"

Vey beringsut sedikit ke pojok kantin agar tidak terlalu banyak orang yang melihatnya. "Lo yang nabrak gue," ucap Vey pelan.

Aidan tertawa sumbang lalu memutar kepalanya ke arah teman-temannya yang duduk tidak terlalu jauh. "Si Kaku bilang, gue yang nabrak dia."

Semua kepala yang berada di lingkaran itu tertawa. Oh, tidak semua kepala. Ada Calvin yang diam memerhatikan di sana.

Kedua tangan Vey mengepal. Apa yang dia kira benar juga ternyata. Calvin memang sama saja dengan anak-anak tidak berpendidikan itu.

Mencoba berpikir rasional, Vey beranjak pergi dari sana. Secepat itu pula Aidan menahan pergerakannya.

"Mau ke mana? Lo belum ganti minuman gue, Kaku."

Vey menatapnya tanpa takut. "Aidan, please stop."

Aidan mendecak lalu berkata dengan suara pelan. "Ayolah, Vey. Lo nggak bisa nangis juga? Gue mencoba buat ngerti kalo lo nggak punya selera humor, tapi gue baru aja nyakitin lo, lo nggak juga merasa buruk dengan perlakuan gue?"

Jujur saja, Vey sedang menangis dalam hati. Aidan benar-benar jahat. Dia melakukan semua ini hanya untuk melihat Vey menangis? Aidan hanya penasaran bagaimana wajah buruk Vey saat dia menangis? Benarkah intensinya seburuk itu?

"Jadi, keinginan lo untuk lihat gue nangis sebesar itu, Dan?" tanya Vey denga  suara pelan.

Aidan tertawa miris mendengar pertanyaannya. Belum sempat Aidan menjawab, bel berbunyi sangat nyaring, membuat kepala Vey pusing seketika. Tanpa basa-basi, Vey berusaha pergi dari Aidan dan tatapan orang-orang di sekitarnya.

The Gloomy Girl (E-book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang