Sejak pertama kali menginjakkan kaki di rumah, tidak ada yang Vey lakukan selain duduk atau berbaring di tempat tidur sambil membalas pesan-pesan dari Calvin. Untungnya Jessica sedang tidak ada di rumah saat Vey pertama kali sampai.
Vey bukan tidak ingin bertemu dengan Jessica—oh, Vey memang tidak ingin sebenarnya, tapi bukan itu masalahnya. Vey hanya tidak ingin menghadapi keadaan yang sepertinya akan benar-benar terasa aneh ketika dia bertemu dengan Jessica. Tidak sekarang saat dia masih harus berjalan menggunakan bantuan kruk.
Jam dinding masih menunjukkan pukul empat sore tapi perut Vey terasa kosong sekali. Nora langsung pergi setelah mereka sampai di rumah karena ada suatu urusan, entah apa itu Vey tidak ingin tahu. Asisten rumah tangga di rumah ini juga baru saja mengundurkan diri dua hari yang lalu. Jadi, kali ini Vey hanya sendirian di rumah.
Vey meraih kruk yang tersandar di dinding lalu menggunakannya untuk berjalan keluar kamar. Langkahnya perlahan menuju dapur. Perutnya harus diisi sekarang juga karena suaranya hampir mengalahkan teriakan Vey sendiri.
Tanpa Vey sangka, Jessica sedang berdiri di dapur dengan segelas air dingin di tangannya. Sejak kapan dia pulang? Kenapa tidak ada suara sama sekali?
Baru saja Vey ingin berbalik badan untuk kembali ke kamar, Jessica tiba-tiba menyadari kedatangannya. Kening cewek itu berkerut. Selain kebingungan, ekspresi kesal setengah mati jelas sekali tercetak di wajah Jessica kali ini.
"Lo udah pulang? Sejak kapan?" tanyanya langsung.
"Baru satu jam yang lalu," jawab Vey. "Gue ke kamar dulu, Jess."
"Lo baru keluar kamar, terus mau ke kamar lagi?"
Vey tidak tahu harus membalas apa.
"Gue mau ngomong sama lo."
Jessica menghampiri Vey tanpa ada senyum sedikitpun di wajahnya. Oh, benarkah Vey mempermasalahkan tentang senyum sekarang?
"Lo bener-bener sialan, Vey," tembak Jessica langsung setelah dia sampai di hadapan Vey.
Vey mundur selangkah. Entah kenapa, tubuhnya begitu saja bersikap defensif ketika Jessica berada di dekatnya sekarang.
"Ada apa di antara lo sama Aidan?"
"Maksud lo?"
"Gak usah pura-pura bego di depan gue, Vey!"
Vey menelan ludah susah payah. Apa ini artinya Jessica sudah mengetahui tentang apa yang Vey bicarakan dengan Aidan pagi itu? Apa Aidan memberitahunya? Tapi untuk apa?
"Emangnya lo sama dia ada masalah apa?" tanya Vey.
Jess memutar mata. "Gue putus sama dia."
Vey sedikit tidak menyangka akan mendengar kalimat itu dari mulut Jessica. Dia jadi merasa bersalah karena hal itu mungkin saja terjadi karena Aidan mengindahkan kata-kata Vey waktu itu. "Jess, I am sorry, I really am. Tapi gue nggak punya niat buruk sama sekali tentang itu. Gue cuma nggak mau lo disakitin sama dia."
"Tunggu." Jessica tampak masih berusaha mencerna kalimat yang Vey ucapkan. "Tentang apa yang lo maksud?"
Vey menghela napas. Tidak ingin memberitahu tentang pembicaraannya dengan Aidan secara detail, Vey akhirnya hanya mengatakan, "Jess, Aidan nggak bener-bener sayang sama lo."
"What the actual hell?" Jessica tampak marah sekali karena ucapan Vey. "Berani lo ngomong begitu ke gue?!"
Oh, semuanya pasti akan kacau sekarang. "Jess, gue nggak tahu kalau apa yang gue bilang ke Aidan—"
Satu tamparan keras berhasil mendarat di pipi kiri Vey.
"YOU ARE A WHORE!" Jessica meneriakkan itu di hadapan wajah Vey. "Gue benci lo, Vey!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Gloomy Girl (E-book)
Teen FictionTelah diterbitkan oleh Elex Media dalam bentuk E-book. *** Suatu senyuman dianggap sangat penting bagi sebagian orang. Berbeda dengan orang lain, sebuah senyum adalah bencana dalam hidup Vey. Verina, atau yang akrab disapa Vey tidak pernah tersenyum...