19. Keputusan

1.3K 93 10
                                    

Maafkan aku..setulus hatimu...kepergiaan diriku...itu bukan keinginanku

Suara lagu itu, berasal dari dalam kamar seseorang, yang mungkin saja sedang merasakan kegundahan?. Siapa lagi kalau bukan Ali, ia sampai memejamkan matanya karna terlalu menikmati lirik yang terdengar, di setiap iringan musik itu, tapi kesadarannya tetap terjaga. Sejak ia pulang kerumahnya, setelah bertemu Incess kesayanganya, dia semakin murung lantaran pesan dari sang kakak tadi, membuat ia berfikir, mungkin ada benarnya juga, atau memang benar.

Apa aku haruss pergii incess?? Aku sadar kita tak bisa bersama karna kita beda kasta, aku orang biasa, sedangkan kamu? Bintang besar, yang ga mungkin aku dapetin, Alya bener, batin Ali sedih.

Sungguh jauh di lubuk hati Ali yang paling dalam, dia sangat ingin mempertahankan posisi dimana ia bisa tetap dekat dengan Prilly. Namun disisi lain ia juga punya janji kepada keluarganya bahwa dirinya akan membahagiakan keluarganya, dengan menjadi seseorang yang sukses.

Ali benar benar di ambang kegelisahan tingkat tertinggi sekarang. Ia ingin menangis rasanya, ingin berteriak, mengatakan perasaanya dan mengungkapkan bahwa ia tidak ingin melakukannya, akan tetapi ia. Ia memikirkan perasaan orang-orang disekitarnya. Bagaimana kecewanya sang mama bila ia melakukan itu. Ntahlah.

Ali menghela nafas untuk yang kesekian kalinya,

"Kalau emang ini yang terbaik yaudah deh gak apa-apa aku pergi" putus Ali kemudian, beriringan dengan air mata yang tak dapat lagi ia bendung. "Semoga pilihanku ini gak salah ya allah,'' sambungnya kembali hingga tak lama kemudian Ali tertidur lelap, larut dalam mimpi nya, melupakan semua yang tetjadi meskipun hanya sejenak.

*****

"Gimana Li?? Udah buat keputusan?" tanya Verel kepada Ali, dilihatnya wajah sahabatnya itu lebih baik daripada yang ia lihat saat terakhir kalinya.

"Iya gimana Li?''. Asya ikut bertanya dengan tidak sabaran. Pasalnya sejak Ali datang tadi, yang Ali tunjukkan hanya diam, dan diam. Ia tidak berbicara apapun.

Ali menatap sahabat-sahabatnya yang mengelilingi dirinya, "Gue pergi, nerima beasiswa itu,'' tukasnya mantab tanpa ragu sedikitpun, ralat ia masih ragu walaupun tak banyak.

"Alhamdulillahhhh''. Sahabat-sahabat Ali bersorak gembira bahkan mereka juga berpelukan layaknya bocah kecil yang berumur 5 tahun.

"Gitu dong, ini baru Ali sahabat gue. Lagian ya kalo urusan Prilly, gue yakin kalo lo jodoh sama dia, pasti gak akan kemana Li. Sejauh apapun lo pergi. Bersama siapapun dia ataupun sebaliknya, kalo jodoh, ujung-ujungnya pasti bakalan balik lagi. Percaya deh Li sama gue, tuhan lagi nyiapin rencana terindah dan gaakan pernah bisa dilupain buat elu dan Prilly".

Ucapan Baja membuat Ali tersenyum karna baginya ucapan Baja tadi sangatlah benar, dan bagi Ali itu adalah kalimat sihir yang mampu membuat ia untuk tidak bersedih walaupun hanya sesaat, ''Thanks bro!''.

''Belanda belum cukup jauh buat misahin lu bedua, itu juga kalo lo jodoh ye sama dia,'' kata Ilham santai, dan bagi Ali itu kata-kata yang cukup membuat ia kesal.

''Doain kek!,'' ketus Ali.

"Udah udah Li jangan sensi mending ayo seneng-seneng sama kita, sebelum lo ke Belanda dan kita LDR-an. Setidaknya buat sesuatu yang menarik disekolah ini sebelum lo pergi,'' ucap Asya melerai Ali dan Ilham yang ontheway berdebat.

"Tumben deh Sya dari kemaren otak lu encer, kesambet ya lo?,'' nyinyir Baja kepada Asya. Asya hanya memberengut tak suka.

''By the way anyway busway Li, lo udah ketemu Prilly??,''

Pertanyaan itu dari Fahril, sedikit lagi Ali melupakan perihal nya dengan Prilly, tapi ada saja yang membuat dia ingat.

''Udah,'' jawab Ali singkat.
''Serius??'' tanya Verell penasaran, ''Trus incess lo itu jawab apa?,'' sambungnya lagi.

"Dia malah seneng, katanya ya bagus, kan itu buat masa depan gue juga". Ali menjelaskannya, walaupun singkat itu cukup membuat rasa penasaran sahabat-sahabatnya itu sedikit berkurang.

"Udah ah gausah bahas Prilly dulu. Kita have fun dulu ye ga?,'' usul Asya lagi, menatap sahabat-sahabatnya itu sembari menaik turunkan kedua alisnya, jangan lupa, ia juga tersenyum.

Baja meraup wajah sok tampan milik Asya itu, ''Beruk lo''.

''Ish muka ganteng gini di bilang beruk!,'' gerutu Asya menyingkirkan tangan Baja dari wajahnya.

''Besok weekend gimana kalau kitaa ke puncak atau kemana gitu Boy Time atau apalah itu" kata Verrel ikut mengusulkan,

''Kapan lo berangkat Li???,'' tanya Baja, ''Kurang lebih 40 hari lagi, siap ujian, libur 5 hari,'' jawab Ali.

"Sebulan lebih lagi. Masih lama njir, havefun bareng kita juga masih bisa" seru Ilham kepada sahabat-sahabatnya, yang tentu saja mendapatkan persetujuan.

"Good Idea".

"Oke, selama 40 hari kedepan kita harus bareng terus, kalo perlu tidur bareng" Baja mengucapkan kalimat yang sedikit ambigu di telinga sahabat-sahabatnya itu,

''Eww,''
''Baja homo!,''

Baja memutar bola matanya dengan malas, ''Ck si bego-bego ini, lo pada tau lah maksud gue bukan gitu!''.

Serempak mereka tertawa kecuali Baja yang sudah memberengut kesal,

"Okee setujuu".

"Juned Time!" Asya bersorak dengan senangnya,

"Mulai deh mulai" sungut Ilham menggelengkan kepalanya.

****
40 hari kemudian...

Bandara Soekarno-Hatta

''Li ntar kalo lo udah nyampe, langsung kabarin kita-kita, awas aja kalo ga!,'' Baja memberi peringatannya kepada Ali.

"Iya beres" jawab Ali sekenanya,

"Jangan lupa juga, kalau ada kita yang nunggu lo disini,'' Asya pun ikut berbicara,

"Iye elah".

Setelahnya mereka saling berpelukkan, dengan erat. ''Li gausah pergi napa, lo kuliah disini aja, 3 tahun bukan waktu yang sebentar Li, gue gakuat pisah sama lo,'' ucap Agam sedikit lebay, ntah lah yang jelas ia sedih kali ini. Namun bukan hanya Agam sendiri yang berat untuk melepaskannya, tetapi yang lain ikut merasakan juga.

"Jujur berat, tapi demi masa depan lo, kita ikhlas buat ngerelain lo pergi ke negeri orang" kata Verrel bijak, membuat Ali menatap sahabat-sahabatnya sedikit berkaca-kaca.

"Kalian mellow gue juga ikutan mellow nih, udah ah jangan sedih-sedihan kan gue 3 tahun doang disana, lagian gue kan ada pulangnya juga gue ke Indo, kalo libur, dah ah, gue berangkat ye, baik-baik lo semua disini, bye guys". Ali mengucapkan itu, kemudian melepas pelukannya, menatap sahabat-sahabatnya, melangkah perlahan menjauh, dan mulai masuk kedalam pesawatnya, yang akan msmbawa ia pergi ke negri orang. Namun sebelum itu,

"SAVE FLIGHT LIIIII KITAA BAKAL NUNGGU LO BALIK", teriak Fahril tanpa malu. Mendengar teriakan Fahril, Ali kembali tersenyum dan menolehkan kepalanya kebelakang. Ali merasa bangga, karna memiliki sahabat-sahabat yang sangat baik, tulus sayang kepadanya. Hanya saja, Ali sedikit merasa kurang, kurang disayang. Karna ia merasa ini belum cukup, orang yang ia cintai tidak ada di saat ia pergi, untuk mengejar masa depannya.

See you Indonesia!.

__________

Balik lagi! Ayeyeyeeeeeee maafkan yah atas keterlambatan buat ngepublish cerita ini!. Maaf kan maafkannnnn... Hehehe, jangan lupa vomment nya yah! Bye guys!

Kamulah Takdirku! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang