Chapter 40

3.7K 152 14
                                    

Belum ada yang beranjak dari posisi masing-masing. Mereka masih setia untuk menunggu Tara yang sedang diperiksa. Bahkan, Dokter Rey pun belum keluar. Sudah 15 menit sejak masuknya dokter Rey ke UGD.

Semua bungkam. Entah kenapa suasana menjadi tidak enak. Mely yang merupakan orang yang tidak mengerti apa-apa merasakan suasana yang tidak wajar diantara orang-orang yang 1 tahun lebih muda darinya itu.

"Semuanya, gue balik dulu, ya. Gue masih ada tugas kuliah. Fika, nanti kalo ada apa-apa hubungin gue aja ya. Nanti gue juga bakal balik lagi kok," pamit Mely pada semuanya.

"Oke kak. Hati-hati," sahut Fika.

"Makasih banyak ya kak," ujar Irily.

"Iya, kek sama siapa aja." Mely tersenyum. Tatapannya beralih pada Lio. "Gue balik, ya Lio."

"Oke kak. Hati-hati." Lio balas tersenyum.

Mely melangkah menjauh. Selain memang ada tugas kuliah, ia tak betah untuk berlama-lama disini. Ia tak menyukai rumah sakit. Selain itu, suasana diantara adik-adik tingkatnya membuatnya tidak nyaman.

"Kok lama banget, ya?" gerutu Irily. "Gue takut."

"Lo ngedoain yang jelek-jelek, ya?" tuduh Lio. "Positive thinking dong."

"Ish, gue itu khawatir. Lo emang gak khawatir apa? Gue juga pengennya positive thinking. Tapi susah," ujar Irily.

"Gak usah berisik bisa gak sih?!" Kini, suara Fika yang terdengar membuat Lio dan Irily enggan untuk kembali berbicara.

Dani. Cowok itu menatap pintu dengan harap-harap cemas. Demi Tuhan, ia baru bertemu dengan Tara tadi sore dan ia melihat kalau Tara tidak seburuk tadi pagi. Namun nyatanya ia salah. Dani jadi menyalahkan dirinya sendiri yang ternyata tidak bisa menangkap sinyal tidak baik dari Tara.

Beda lagi dari sudut pandang Farel. Ia juga mencemaskan Tara. Namun, ia bingung setenagh mati dengan perasannya. Fokusnya saat ini bukan pada keadaan Tara. Justru, fokusnya saat ini ada pada perkataan Tara waktu itu. Ahh, Farel tau kalau dirinya bodoh masih sempat berpikir hal-hal yang tidak perlu dipikirkan untuk saat ini.

Dering ponsel Farel membuat semua pasang mata menatap ke arahnya walau tak lebih dari 5 detik.

"Kenapa, Va?"

"...."

"Hah? Aca sakit?" Pekikkan Farel yang cukup kuat membuat 4 pasang mata lainnya meliriknya.

"..."

"Tapi gue gak bisa kesana, Tara...."

"...."

"Oke-oke." Farel terlihat menghela nafas kesal.

Farel langsung mematikan sambungan teleponnya. Lalu, ia mendekat ke arah Fika, Lio, dan Irily. Namun, matanya hanya fokus ke Fika.

"Fik, gue minta tolong sama lo. Plis, hubungin gue kalo ada apa-apa," ujar Farel dengan tatapan memohon.

"Lo ngedoain sahabat gue ada apa-apa?" ujar Fika cuek dengan nada yang sedikit dingin tanpa melirik Farel.

"Nggak, gue..."

"Masih ada muka lo? Nggak inget apa yang pernah lo lakuin sama Tara?" potong Lio sinis.

Farel mengabaikan Lio. Tatapannya masih fokus pada Fika. "Plis, fik."

"Hmm," ujar Fika cuek.

Farel sedikit bernafas lega. Ia tersenyum singkat pada Fika. "Makasih banyak, Fik."

Setelahnya, Farel berjalan setengah berlari menjauhi mereka semua. Lio dan Irily menatap Fika tidak setuju.

"Maksud lo apa sih, Fik?" ujar Lio tidak suka.

LEUKIMIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang