Epilog

3.9K 124 3
                                    

Raganya terbaring lemah, matanya tertutup, serta tubuhnya seperti bukan miliknya karena sulit digerakkan. Namun, Tara masih bisa merasakan sakit fisik yang biasa ia rasakan. Otaknya entah sadar atau tidak selalu memutar memori kejadian-kejadian penting dalam hidupnya seolah Tuhan memberinya waktu untuk mengingat hal-hal yang sudah ia lalui sebelum akhir bagi dirinya.

Dalam kegelapan ini yang entah dunia nyata karena dia terlelap atau dunia tak dikenalnya karena dia berada dalam batas antara hidup dan mati, Tara membayangkan senyum dua lelaki yang dalam kehidupannya akhir-akhir ini selalu hadir. Namun, itu hanya sebatas gambaran saja. Bahkan Tara seolah tak memiliki kuasa lagi atas tubuhnya untuk membayangkan lebih seolah Tuhan hanya memberinya kesempatan terakhir untuk mengingat senyum memesona milik Dani dan Farel.

Ya, untuk terakhir kalinya..

Yang Tara ingat, sebelum kegelapan yang sesungguhnya itu datang, ia memiliki aktivitas, yaitu membayangkan wajah kedua cowok itu.

Sekarang, Tara sudah bisa bergabung dengan keluarga lengkapnya di alam lain yang dulu sempat Tara inginkan. Bersama kedua orang tuanya serta kakaknya. Dalam hati, Tara berdoa agar apa yang ia tinggalkan—anak kakaknya alias Virgo alias keponakannya bisa mendapatkan kebahagiaan dan mendapat orang tua angkat yang baik.

Selanjutnya..

Dokter Rey menatap tak percaya layar elektrokardiograph yang tersambung dengan Tara yang terbaring lemah dengan mata tertutup, persis seperti saat ia masuk tadi. Namun, sepertinya ia juga tidak akan pernah nelihat mata itu terbuka lagi. Layar itu mengeluarkan bunyi khas yang nyaring dengan garis lurus yang tentu saja diketahui orang-orang apa maksudnya.

Demi Tuhan, Dokter Rey belum menyatakan isi hatinya pada pasiennya itu. Dulu, ia memang berniat untuk menyatakannya namun entah kenapa kata-katanya malah tidak keluar dan malah memberikan Tara kalimat berjuta makna yang tentu saja tidak Tara mengerti. Bukan tidak mengerti, tetapi tidak mau salah paham.

Dokter itu menatap tangannya sendiri seolah tidak percaya kalau dirinya tidak bisa menyelamatkan Tara. Dia lulusan terbaik saat kuliah, kenapa kemampuannya selayaknya kaum awam yang menyelamatkan orang sakit?

Nafas dokter Rey tak beraturan. Rasa sesak ia rasakan di renung hatinya. Demi apapun, ia tidak pernah merasa sesesak ini. Kenapa ia merasa begitu sesak? Apa ini rasa penyesalan? Menyesal karena apa? Karena belum mengungkapkan isi hatinya atau tidak bisa menyelamatkan Tara?

Dokter muda itu menggeleng kepalanya kuat. Yang paling membuatnya sesak adalah penyesalan karena ia tidak berusaha memaksa Tara untuk melakukan pengobatannya dengan baik. Jika ia melakukannya, kemungkinan besar Tara masih bisa memamerkan senyum yang ia suka. Ini salahnya, ya salahnya. Katanya dirinya dokter!? Katanya dirinya memiliki rasa lebih pada Tara!?

"Dokter kenapa?" ujar salah satu perawat wanita sembari memegang bahunya.

Rey, dokter itu hanya melirik sang perawat dengan pandangan aneh yang merupakan pandangan yang tidak pernah ia tunjukkan. Rey pun sangat merasa aneh pada dirinya sendiri. Ia sudah terbiasa kehilangan pasien seperti ini, namun ia tidak bisa menerima jika ia kehilangan Tara.

Perawat itu masih ditempatnya melihat Rey yang sedikit linglung. Sejujurnya, ia merasa sedikit aneh. Rasa anehnya semakin bertambah kala melihat air mata dokter muda itu mengalir setetes.

"Ini salah saya," ujar Rey entah pada siapa. Walaupun perawat itu berada di dekatnya, ia tidak merasa kalau dokter Rey berbicara dengannya.

Dokter muda itu berjalan cepat menuju luar ruangan. Saat dirinya membuka pintu, tatapan orang-orang menyambutnya. Dani dan sahabat-sahabat Tara langsung mendekat kearahnya. Namun, tanpa memerdulikan mereka, dokter Rey malah melanjutkan jalan setengah berlarinya menuju ruangannya meninggalkan tatapan aneh dengan perasaan harap-harap cemas milik keempat orang itu.

Keempat orang itu menatap serius dokter yang menangani Tara sebelum dokter Rey masuk yang baru keluar dari ruangan itu. Jantung keempatnya sudah meloncat ingin keluar walau dokter paruh baya itu belum mengeluarkan satu katapun melainkan hanya tersenyum aneh. Itu jenis senyum menegarkan yang mereka benci.

"Pasien meninggal dunia sekitar 5 menit lalu."

*****

~~~END~~~

Yupp, this is the last. Finally, Tara won't ever get hurt even just a little bit..

Dan.. this is Tara's last..

Memang agak aneh...

Ada yang mengganggu pikiran? Maksudnya ada sesuatu yang kira-kira kurang pas? Langsung komen aja setelah vote:v

Langsung aja ke part selanjutnya..

LEUKIMIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang