"I shouldn't be jealous. You are not even mine."
•••
Waktu masih menunjukkan pukul setengah 9 malam. Irene mengambil cardigan dan memakainya. Kemudian gadis beperawakan mungil itu berpamitan kepada ayahnya, meminta izin keluar rumah.
"Kau yakin tidak mau diantar supir?" tanya ayahnya ketika Irene menolak pergi diantar.
"Tidak perlu, Ayah," tolak Irene, halus. "Aku hanya ingin berjalan-jalan sebentar."
"Kau membawa ponselmu kan? Hubungi Ayah jika terjadi sesuatu. Ingat, jangan pergi terlalu jauh." kata ayahnya memperingatkan.
Irene tersenyum geli, ayahnya memang cukup protektif. "Nde. Jangan khawatir." katanya lalu mengambil langkah pergi keluar rumah.
Dengan langkah pelan, Irene menapaki jalanan sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Irene melihat sebuah toko kue sederhana di sudut jalan. Bangunan toko kue itu tidak besar, sederhana, namun tampak menarik. Penasaran, Irene pun memasuki toko kue tersebut.
"Annyeonghaseo, Agasshi," Pemilik toko menyambut Irene ramah.
Irene membungkukkan kepala sopan. "Annyeong, Ahjumma."
"Apa kau ingin membeli sesuatu?"
"Iya tadi aku kebetulan lewat. Aku ingin mencari kue untuk camilan di rumah." jawab Irene. "Kira-kira kue yang paling enak di sini apa?"
"Hmm." Wanita paruh baya itu berpikir sejenak. "Ah! Bagaimana kalau biskuit cokelat andalan kami? Ini." Ia mengeluarkan nampan berisi delapan biskuit cokelat yang tersusun rapi. Biskuitnya berbentuk kelinci dan kucing. Sangat lucu. "Ini namanya kyeopta kookies. Dinamakan begitu karena bentuknya yang lucu."
"Bentuknya memang lucu," Irene tersenyum menyetujui. "Aku ingin yang ini, Ahjumma."
"Sisanya tinggal delapan lagi. Apakah kau ingin mengambil semuanya?"
"Boleh. Aku ambil semuanya."
Wanita itu membungkus kedelapan biskuit dengan cekatan. Bungkusnya juga menarik. Irene membayar terlebih dahulu dan mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya pergi keluar dari tempat itu.
Sewaktu sedang berjalan pulang ke rumahnya. Tiga orang laki-laki bertubuh tinggi besar tiba-tiba muncul dan menghalangi jalan Irene. Salah satu dari mereka menyeringai, dengan kumis tebal di wajahnya. Rasanya Irene ingin berkata, "Cukurlah kumismu itu, Tuan. Maka wajahmu akan terlihat lebih baik."
"Mau ke mana, Nona cantik?"
"Pulang." Irene menjawab sinis, kontradiktif dengan perasaan takut yang melandanya.
"Di mana rumahmu? Biar kami antar."
"Tidak perlu." Ditatapnya tajam para lelaki aneh itu. "Sebaiknya kalian minggir dan jangan coba-coba menggangguku."
"Wow, santai saja, Nona. Kami tidak akan macam-macam. Bagaimana kalau kau ikut kami? Kita berkenalan lebih dahulu lalu kita bersenang-senang."
Bulu kuduk Irene meremang. "Tolong, biarkan aku lewat. Aku ingin pulang."
"Kau terlalu cantik untuk dilewatkan," Salah satu dari mereka menarik tangan Irene. "Ayo. Kau harus ikut kami. Kita akan bersenang-senang."
Irene langsung menepis kasar tangan laki-laki itu.
"Ikutlah, kalau kau tidak ingin mati." Si lelaki dengan rambut kribo menunjuk wajah Irene. "Kami tidak akan melukaimu kalau kau menurut."
Irene berteriak kencang. Meminta tolong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember Moonlight | Jinsoo ft. Irene✔ [COMPLETED]
Fanfiction"Aku masih ingat bagaimana caramu tersenyum ketika memandang cahaya rembulan." Sejak kematian istrinya, Kim Seokjin menjalani kehidupan dengan status 'single parent'. Ia tidak memikirkan perkataan orang-orang yang memberikan saran agar ia sebaiknya...