Epilog

3.1K 299 161
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Untuk Irene, bidadariku yang kini sedang tertawa bahagia bersama para malaikat surga.

Hai, Irene. Apa kabar? Bagaimana ini, aku sangat merindukanmu. Aku rindu melihat senyummu, aku rindu memelukmu, aku rindu mendengar suaramu, aku rindu semua tentangmu. Apa kau juga merindukanku?

Irene, besok adalah hari pernikahanku dengan Kim Jisoo. Aku bahagia dia kembali hadir di hidupku dan melengkapi kehampaan hatiku. Aku bahagia, benar-benar bahagia... aku ingin membagikan kebahagiaanku dengan kau juga.

Di masa lalu, aku telah melakukan kesalahan pada Kim Jisoo yang tidak aku ketahui. Aku menyesal terlambat menyadarinya, tapi bukan berarti aku menyesal karena bertemu denganmu. Tidak sama sekali, kau adalah salah satu anugerah yang pernah datang di hidupku.

Semenjak kau pergi, aku merasa hatiku kosong, ada bagian dari diriku yang terasa tidak lengkap. Aku bertanya-tanya kapan aku akan berhenti merasa hampa dan mendapat kebahagiaan yang melengkapi hidupku. Ternyata dialah jawabannya. Kim Jisoo ialah penyempurna kehidupanku, satu-satunya yang bisa melengkapi kepingan hatiku yang hilang. Aku sangat mencintainya. Boleh kan, jika aku menjadikannya pendamping hidupku? Kau takkan marah, bukan? Tenang saja, kau tetap memiliki tempat di hatiku, aku akan selalu mengingat dan mencintaimu. Kau adalah bagian dari hatiku yang tak akan pernah terhapus.

Terima kasih untuk semuanya, Irene. Berbahagialah di sana...

Seokjin menyimpan surat itu di dekat gucci di mana ada butir-butir abu Irene di dalamnya. Jika biasanya setiap ia mengunjungi Irene ia akan bersedih hati, merasakan mendung menyelimuti kalbu. Kali ini tidak lagi. Sekarang yang ia rasakan hanyalah kekuatan menyelimuti dirinya. Kekuatan yang membawa kebahagiaan untuk melangkah ke depan.

Pria itu mengusap lembut foto Irene. "Semoga kau mendapatkan tempat terbaik di sana," ucapnya. "Aku pamit." Bibirnya menyunggingkan senyum tipis, lantas ia melangkah pergi dari sana setelah menutup pintu kaca.

Seokjin mendongak ke atas langit. Dalam benaknya ia membayangkan hari esok. Hari di mana ia membuka lembaran baru, bersama sahabat hidupnya.

Kim Jisoo.

•••

Merelakan tunangannya menikah dengan orang lain mungkin sesuatu paling gila yang pernah seorang Kim Suho lakukan. Bahkan ia datang ke acara pernikahan mereka, berniat memberikan selamat dan berkat dengan doanya. Tetapi, Suho tidak peduli, biar saja orang berkata apa.

Karena kebahagiaan gadis yang ia cintai adalah hal yang terpenting.

Sepenuhnya Suho menyadari bila dirinya terlalu naif, namun ia bisa apa? Untuk apa pula ia memaksakan untuk mempertahankan hubungannya dengan Jisoo? Tidak mungkin. Cinta itu tidak bisa dipaksa, dan sesuatu yang dipaksakan tidak akan berujung dengan hasil yang baik.

Kini, Suho duduk di salah satu kursi tamu undangan. Ia dan para tamu undangan lain menunggu sang mempelai wanita datang sedang mempelai pria sudah berdiri di altar.

Kim Seokjin nampak gagah dengan setelan jasnya. Suho tersenyum bangga melihatnya. Ia berharap Seokjin mampu menjaga dan membahagiakan Kim Jisoo sebaik mungkin.

Suasana seketika menjadi senyap ketika pintu terbuka. Di sana—sesosok gadis cantik dengan balutan gaun putih sudah berdiri sembari memegang sebuket bunga mawar putih. Gadis itu tersenyum manis, membuat seluruh pasang mata tak berkedip memandangnya. Mereka terpesona. Sepertinya kata cantik saja tidak mampu menggambarkan seorang Kim Jisoo. Ia lebih dari sekadar cantik.

Kim Jisoo, definisi dari bidadari yang sesungguhnya.

Ayah dari Jisoo menuntun gadis itu berjalan menuju altar. Semua orang bertepuk tangan riuh menyambut gadis itu.

Suho ikut bertepuk tangan, menyunggingkan senyum lebar melihat gadis itu. Ia bahagia menjumpai senyuman Kim Jisoo yang tampak begitu murni dan tulus.

Bagi Suho, jika kau benar-benar mencintai seseorang, kau akan turut berbahagia melihatnya bahagia.

Sementara itu, Seokjin berusaha mengatur ritme detak jantungnya yang tidak normal. Ia mengambil napas berkali-kali. Meski ini bukan yang pertama baginya, tetap saja ia merasakan sensasi debaran sama seperti bertahun-tahun yang lalu. Ia merasa tengah bermimpi melihat sesosok bidadari tengah berjalan mendekat ke arahnya, tersenyum begitu cerah.

Secercah kehangatan, dan juga kebahagiaan.

Tidak terlukis bagaimana rasanya.

Intinya; Seokjin benar-benar bahagia.

Seokjin mengulurkan sebelah tangan pada Jisoo, kemudian mereka menghadap pada pendeta. "Kau sangat cantik," bisik Seokjin. Jisoo hanya tertawa malu menanggapi.

Sumpah pernikahan diucapkan oleh Kim Seokjin dan Kim Jisoo dengan suasana yang khidmat. Janji yang mereka ucapkan bukan sekadar janji, tapi akan mereka pegang dan laksanakan sampai maut menjemput nanti. Setelah janji diucapkan, para tamu undangan bersorak, tepuk tangan yang riuh membahana.

Akhirnya, Kim Seokjin dan Kim Jisoo resmi menjadi sepasang suami-istri.

Eunsoo yang duduk sambil memangku Jisoo kecil tak kuasa menahan tangis harunya. Ia bersyukur putranya kembali menemukan kebahagiaannya. Begitu pun Tzuyu yang duduk di sampingnya turut menangis, ia tahu betapa rumitnya perjalanan Kim Seokjin dan Kim Jisoo sampai akhirnya sekarang mereka bisa bersatu.

Chanwoo memberikan sapu tangan putih pada Tzuyu. "Jangan menangis, Sayang."

"Bagaimana aku tidak bisa tidak menangis?" Tzuyu menghapus air matanya menggunakan sapu tangan itu. "Melihat mereka membuatku benar-benar terharu."

"Melihat mereka saja sudah membuatmu menangis seperti ini, apalagi kalau nanti kita yang menikah." celetuk Chanwoo.

Tzuyu terkekeh, memukul lengan Chanwoo pelan. Chanwoo tertawa lantas merangkul gadisnya.

Ketiga teman dari dua mempelai—sekaligus saksi kisah cinta mereka sejak dulu; Lisa, Jennie Rose, dan Bobby juga berbahagia menyaksikan mereka.

"Paman Suho!"

Jisoo kecil berlari ke arah Suho. Suho mengangkat tubuh gadis kecil itu. "Hai, cantik."

Jisoo kecil tersenyum lalu mengecup pipi Suho. Ia berbisik. "Terima kasih untuk semuanya, Paman."

Suho terdiam sejenak. Ia mengerti maksud gadis kecil ini.

"Sama-sama," ucap Suho sembari menurunkan tubuh Jisoo kecil. Suho tersenyum menatap wajah anak itu, "Bagaimana kalau kita menyanyi dan menari bersama untuk pengantin?"

Jisoo kecil menganggukkan kepala, antusias.

Mereka berdua menyanyi dan menari bersama untuk kedua mempelai. Kim Jisoo dan Kim Seokjin, serta seluruh tamu undangan tersenyum menyaksikan aksi mereka. Larut dalam kebahagiaan yang terasa selamanya.

Suho tidak berhenti tersenyum dengan mata tertuju pada Jisoo yang tak menyadari akan tatapannya. Jisoo tertawa bahagia menggandeng lengan Seokjin.

Hanya satu harapan Suho; kebahagiaan selalu menyertai Kim Jisoo.

Suatu hari nanti, aku akan menemukan seseorang yang mencintaiku, sama besarnya seperti aku mencintaimu...

•••


Hueeee sedih banget sebenernya aku nulisnya. Gak tega sama Suho ditinggal nikah ಥ⌣ಥ

Remember Moonlight | Jinsoo ft. Irene✔ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang