"Jisoo, ayo bangun. Nanti terlambat."
Jisoo mengguncang pelan tubuh mungil putrinya. Gadis kecil itu melenguh, enggan membuka mata—seolah matanya diberi lem perekat. Tersenyum, Jisoo menyingkap selimut yang menutupi tubuh anak itu. Dengan sabar, ia berujar lembut, "Bangun, anak manis, kau tidak mau kan datang terlambat ke sekolah? Nanti gurumu bisa marah."
"Kalau kau bangun, Eomma akan membelikanmu dua loyang pizza berukuran besar."
Jisoo kecil spontan membuka mata dan menegakkan tubuhnya. Ia berseru riang, "Aye-aye captain!"
Kim Jisoo memberikan handuk pada Jisoo kecil sebelum anak itu melangkah masuk ke kamar mandi. Wanita itu pun mempersiapkan seragam dan peralatan sekolah anak itu.
Lima belas menit berlalu. Setelah selesai mandi, memakai seragam, Jisoo kecil menyampirkan ranselnya ke pundak kemudian turun melewati tangga menuju ruang makan. Ayahnya sudah duduk manis sambil membaca koran pagi sedang ibu dan neneknya masih berkutat di dapur. Aroma cokelat panas serta roti panggang dari dapur membuatnya tergugah selera. Biasanya Jisoo kecil akan merasa ada yang kurang di setiap pagi menjelang, tapi kali ini tidak lagi. Tuhan telah mengirimkan sesosok ibu berbaik hati yang melengkapi hidupnya; Kim Jisoo.
"Selamat pagi, Appa!"
Seperti biasa, Jisoo mengecup pipi ayahnya. Ayahnya tersenyum balas menyapa lalu membantu Jisoo naik ke atas kursi.
"Selamat pagi, putriku yang cantik."
"Kata Eomma, hari ini Appa akan berangkat ke Jepang. Berapa lama Appa akan berada di sana?" tanya si gadis kecil.
"Mungkin sekitar tiga hari."
"Jangan lama-lama, Appa. Awas saja kalau Appa pergi terlalu lama. Aku tidak mau bicara dengan Appa."
Seokjin tertawa merangkul putrinya dengan sayang. "Iya, Sayang, Appa tidak akan berlama-lama di sana. Appa pasti cepat pulang, setelah semuanya selesai, kita jalan-jalan ke pantai, bersama Eomma dan Halmeoni, oke?"
"Jinjja? Appa yagsog?" [Benarkah? Ayah berjanji?]
"Janji," ucap Seokjin terdengar meyakinkan.
"Oh iya, Appa.... bolehkah aku meminta sesuatu?"
"Tentu saja, anakku. Kau boleh meminta apa saja, bahkan jika kau meminta semesta, ayahmu ini akan memberikannya untukmu."
"Appa lebay sekali," cibir Jisoo.
"Yak!"
"Baik, baik, serius, Appa." Jisoo tertawa kecil. Ia berpikir sejenak sebelum mengungkapkan keinginannya. "Aku mau minta adik."
Seokjin yang tengah meminum kopinya sontak tersedak. Ia megap-megap, persis seperti ikan cupang yang dilempar ke daratan.
"Apa? Kau bilang apa?"
"Aku bilang, aku minta adik."
Terdiam sebentar. Detik berikutnya Seokjin menyeringai. "Baiklah, nanti ya. Appa harus membuatnya dulu dengan Eomma."
"Bagaimana membuatnya? Apakah susah?"
Seokjin tersenyum miring. "Enak."
"Enak?"
BUGH!
Sebuah pukulan melayang pada punggung Seokjin. Jisoo dewasa mendengar obrolan mereka, ia melotot. "Jangan bicara sembarangan, Seokjin! Dia masih anak-anak." Jisoo menegur suaminya dengan nada marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember Moonlight | Jinsoo ft. Irene✔ [COMPLETED]
Fiksi Penggemar"Aku masih ingat bagaimana caramu tersenyum ketika memandang cahaya rembulan." Sejak kematian istrinya, Kim Seokjin menjalani kehidupan dengan status 'single parent'. Ia tidak memikirkan perkataan orang-orang yang memberikan saran agar ia sebaiknya...