12. Cooking Camp

3K 364 168
                                    

Bunyi bel tanda pulang berdentang satu menit yang lalu. Anak-anak berhamburan keluar kelas. Seokjin berdiri di depan kelas Jisoo, ia tersenyum tatkala menemukan gadis kecil itu. "Halo putri ayah, bagaimana belajarnya? Menyenangkan?" tanyanya sambil mengulurkan tangan ke belakang kepala Jisoo, mengusapnya pelan.

Jisoo tidak menjawab. Ia menundukkan kepala, berjalan mendahului ayahnya.

Kening Seokjin berlipat. Kebingungan melihat tingkah putrinya yang tak biasa.


"Jisoo, tunggu ayah!"

Di dalam mobil. Jisoo tetap diam, tidak mengatakan apapun. Biasanya anak itu akan mengoceh, bercerita tentang kegiatannnya selama di sekolah. Tapi mengapa kali ini Jisoo diam saja? Duduk dengan kepala tertunduk. Menutup mulutnya rapat-rapat.

Seokjin menyalakan mesin mobil dan menjalankannya.

"Jisoo," panggil Seokjin lembut. "Ada apa, Nak?

Jisoo menggeleng. "Tidak apa-apa." gumamnya pelan.

"Kenapa diam saja? Ada masalah?"

"Tidak."

"Sayang, ayah tidak suka kebohongan. Beritahu ayah sebenarnya kau kenapa." desak Seokjin.

"A-aku... baik-baik saja, ayah," jawab Jisoo dengan suara gemetar. "Tolong jangan bertanya apapun."

Sebelah tangan Seokjin mengusap kepala Jisoo beberapa saat, lantas ia menghela. "Aku ini ayahmu. Aku berhak tahu masalahmu. Tolong jangan tutupi hal apapun dari ayahmu ini, Nak."

Dada Jisoo kian terasa sesak. Tanpa bisa ia tahan, tangisnya pecah.

Ia menangis, terisak, hingga tergugu.

"Aku... rindu ibu, ayah," kata Jisoo dengan napas tersengal. "Aku rindu ibu."

Seokjin refleks menghentikan laju mobilnya. Napasnya tercekat.

"Teman-temanku mengejekku karena aku tidak punya ibu. Katanya.... aku tidak pantas bermain dengan mereka," lanjut Jisoo di sela-sela tangisnya. "Ayah, aku mau ibu. Kenapa ibu meninggalkan kita? Apa ibu tidak menyukaiku makanya ibu pergi?"

Selaput bening mulai melapisi kelopak mata Seokjin. Seokjin merasakan hatinya seolah teriris mendengar isak tangis Jisoo yang memilukan. Ia segera membawa Jisoo ke dalam dekapannya. Mereka berdua menangis bersama, menikmati pahitnya kerinduan yang besar terhadap Irene; istri tercinta Seokjin, ibu yang telah mengorbankan nyawanya untuk melahirkan Jisoo ke dunia.

"Ibumu tidak pernah pergi. Dia selalu tinggal," ucap Seokjin pilu. "Dia selalu tinggal dan abadi di dalam hati kita." Seokjin memeluk Jisoo lebih erat, "kau percaya itu kan?"

Jisoo mengangguk-angguk dalam pelukan ayahnya yang hangat. "Ayah, aku ingin menemui Ibu..."

"Iya, kita temui ibu sekarang."

•••


"Jisoo, ada Suho datang,"

Jisoo tengah sibuk mengemasi pakaiannya ke dalam koper. Ia mengangkat kepala ketika ibunya masuk ke kamarnya, memberitahu bahwa tungannya datang. Ibunya menghampiri dan duduk di tepi ranjang besar Jisoo.

"Sebentar. Aku sedang berkemas," sahut Jisoo. "Untuk apa dia datang? Padahal besok jadwal keberangkatan." Jisoo geleng-geleng kepala.

Kim Seori—ibunya—tersenyum geli. "Tunanganmu itu tidak bisa tidak bertemu kau sebentar saja. Dia selalu berkata dia merindukanmu setiap saat."

Remember Moonlight | Jinsoo ft. Irene✔ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang