Tubuh Jisoo kaku dan sama sekali tidak dapat bergerak walaupun angin dingin menusuk kulitnya. Seokjin menempelkan bibirnya di atas bibir Jisoo sambil memejamkan mata. Jisoo tanpa sadar ikut memejamkan mata, menikmati gerakan-gerakan kecil Seokjin di sela ciuman mereka.
Jisoo terus meyakinkan dirinya bahwa ini hanyalah halusinasi semata. Seluruh tubuhnya membeku, otaknya lumpuh, bahkan suara hujan tak lagi terdengar.
Tetapi.... semuanya terasa sangat nyata.
Kemudian, Seokjin melepaskan ciumannya. Ia memandang Jisoo dengan tatapan sulit diartikan.
"Mianhae," ucap Seokjin. "Soo-ya, aku..."
Kepala Jisoo merunduk. Ia meremat ujung bajunya.
Apa yang kau lakukan Seokjin-ah...
Ingin sekali Jisoo meloloskan kalimat itu.
Seokjin kembali bersuara, "Maafkan aku. Aku terlalu terbawa suasana karena ketika menatap wajahmu-" Seokjin menggantungkan ucapannya. "Aku seperti melihat mendiang Irene." Lanjutan kalimat Seokjin menohok Jisoo. "Wajahmu sangat mirip dengan Irene dari jarak yang dekat. Maaf, aku terlalu merindukannya."
Sebongkah batu besar seakan menghantam keras dada Jisoo. Mengapa rasanya sesak sekali? Seharusnya Jisoo memakluminya. Toh, Irene istri Seokjin. Wanita yang sangat Seokjin cintai sejak dulu, sekarang, dan... selamanya.
Seharusnya Jisoo tidak menaruh apapun terhadap laki-laki di depannya.
Memangnya apa yang kau harapkan, Kim Jisoo?
"Tidak apa-apa, Seokjin-ah." Jisoo sebisa mungkin mencoba tersenyum meski perasaannya kini kacau-balau. "Aku mengerti. Lain kali, tolong jangan ulangi lagi." Tolong jangan menumbuhkan perasaanku yang telah lama mati.
"Aku takkan mengulanginya lagi," sesal Seokjin.
Jisoo membuang napasnya, berusaha menghalau sesak yang melandanya.
"Kim Jisoo?"
"Y-ya?" suara Jisoo terdengar bergetar.
"Maukah kau memelukku?" pinta Seokjin. "Aku pikir.... aku mulai lelah."
Jisoo terdiam sejenak. Sepertinya kalimat Seokjin bukan ucapan semata. Jauh di dalam lubuk hatinya, Seokjin merasa lebih dari sekadar lelah. Ia pasti kesepian selama ini, menjalani hidup tanpa istrinya. Jisoo memahami kondisi hati Seokjin.
Wanita itu tersenyum merentangkan kedua tangannya. "Ke mari."
Seokjin meraih tubuh kecil Jisoo, memeluknya.
Diam-diam, Jisoo menangis tanpa suara dalam pelukan Seokjin.
Untuk kali kedua, Jisoo merasakan rasanya patah hati di bawah guyuran hujan.
Untuk kali kedua juga, Seokjin tidak menyadari bila dirinya sudah membuat hati perempuan di dalam pelukannya pecah berkeping-keping.
•••
"Aku menyukaimu."
Napas Tzuyu tercekat mendengarnya.
"Aku tahu ini terlalu cepat. Sejak pertama kali kita bertemu, aku sudah menyukaimu. Kau tidak perlu menjawab apapun, Tzuyu-ssi. Anggap saja ucapanku hanya sebuah tes." Chanwoo lalu menyingkap sejumput rambut Tzuyu yang diterbangkan angin malam ke belakang telinga wanita itu. Kemudian, Chanwoo mendekatkan bibirnya ke telinga Tzuyu, "Aku akan mengatakan itu lagi, nanti... saat kau benar-benar jatuh cinta padaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember Moonlight | Jinsoo ft. Irene✔ [COMPLETED]
Fanfic"Aku masih ingat bagaimana caramu tersenyum ketika memandang cahaya rembulan." Sejak kematian istrinya, Kim Seokjin menjalani kehidupan dengan status 'single parent'. Ia tidak memikirkan perkataan orang-orang yang memberikan saran agar ia sebaiknya...