1 Bulan Kemudian...
Suara elektrokardiograf mengisi keheningan yang menyelimuti ruang rawat VIP itu. Seokjin duduk di samping Kim Jisoo yang masih berbaring kaku di atas ranjang rumah sakit. Sudah lewat tiga puluh hari Jisoo terlelap. Dokter mengatakan-kondisi Jisoo masih tak pasti. Wanita itu berada di antara hidup dan mati. Tanpa alat-alat yang terpasang pada tubuhnya, Kim Jisoo takkan bisa bertahan hingga sekarang. Hal itu sempat mengguncang jiwa Seokjin. Seokjin sampai tidak bisa tidur selama tiga hari tiga malam, memikirkan spekulasi negatif yang kemungkinan akan terjadi pada Kim Jisoo. Namun berkat dukungan orang-orang yang menyayanginya, Seokjin perlahan bangkit dari keterpurukannya. Ia berusaha kuat dan tetap tabah menunggu Kim Jisoo bangun.
"Sampai kapan kau akan tertidur?" Seokjin menyentuh jemari Jisoo, merematnya lembut. "Apa kau sengaja menghukumku?"
Setiap hari Seokjin datang. Mengajak Jisoo berbicara, meski percakapan itu selalu berlangsung satu arah, tak pernah mendapatkan sahutan. Kedua mata Jisoo terpejam erat, bibirnya terkatup rapat. Terkadang Seokjin merasa khawatir, apa Jisoo sudah lelah berada di antara kehidupan dan kematian? Apa... ia merasa tersiksa?
Seokjin berharap Tuhan bersedia memberikan keajaiban pada Jisoo. Berkali-kali Seokjin merapal doa dengan setulus hati. Seokjin tak pernah berhenti memohon pada-Nya, ia tak ingin merasakan sakitnya kehilangan untuk kali kedua.
Sudah cukup. Ia tidak mau kehilangan lagi.
"Aku minta maaf, sedari dulu aku selalu menyakitimu. Seharusnya... aku tidak membiarkanmu pergi. Seharusnya aku tidak egois dan lebih lapang dada merelakanmu dengan Suho." Seokjin mengucapkan penyesalan yang amat dalam. "Suho pasti lebih mampu untuk membuatmu bahagia. Tidak seperti aku yang bisanya hanya menyakitimu." Bahu Seokjin bergetar. "Kau sangat bodoh karena mencintai pria sepertiku."
"Kau bisa memberiku hukuman dengan cara apapun, tetapi tidak dengan cara seperti ini," kata Seokjin lagi. Bersamaan itu, cairan bening mengalir bebas membasahi pipi. "Ini sungguh tidak lucu, Soo-ya. Kau keterlaluan."
"Kau yang keterlaluan," sahut Suho dari belakang punggung Seokjin. Entah sejak kapan pria itu masuk ke dalam ruangan. Selepas pertengkaran mereka kala itu, Suho dan Seokjin tidak pernah lagi saling bicara, lebih tepatnya-Suho yang menghindari Seokjin. Setiap menjenguk Jisoo, Suho selalu tidak sudi bersinggungan dengan Seokjin. Baru kali ini Suho berbicara lagi pada Seokjin. "Untuk apa kau mengajaknya bicara? Dia takkan bisa menyahuti perkataanmu."
Suho berdiri di sisi lain ranjang Jisoo. Ia tersenyum miris menatap seraut wajah tertidur Kim Jisoo yang masih terlihat cantik.
Seokjin menghela. Ia hendak melangkah menuju pintu keluar ruangan. Namun suara Suho yang memanggilnya membuat Seokjin mengurungkan niatnya.
"Tetaplah di sini, Seokjin-ssi. Aku tidak akan lama."
Seokjin berbalik dan kembali ke tempatnya semula.
Sunyi senyap.
Kedua pria itu hanya memandangi Kim Jisoo dalam diam.
"Kapan dia akan bangun?" lirih Seokjin.
Suho menatapnya sekilas lalu kembali berpaling pada Jisoo. Dengan yakin ia menjawab, "Secepatnya," bibirnya tertarik sedikit, "mungkin dia sedang bermimpi indah."
"Apa dia sengaja menyiksaku?"
"Jangan terus-menerus merasa bersalah, Seokjin-ssi, ini semua sudah takdir," ujar Suho. "Maaf karena aku sempat menyalahkanmu. Perlakuanku padamu begitu buruk."
"Tidak apa-apa. Aku pantas mendapatkannya." Seokjin menjawab getir.
"Kau sudah makan siang?" tanya Suho mengubah percakapan. "Bagaimana kalau kita ke kafetaria?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember Moonlight | Jinsoo ft. Irene✔ [COMPLETED]
Fanfiction"Aku masih ingat bagaimana caramu tersenyum ketika memandang cahaya rembulan." Sejak kematian istrinya, Kim Seokjin menjalani kehidupan dengan status 'single parent'. Ia tidak memikirkan perkataan orang-orang yang memberikan saran agar ia sebaiknya...