14 | Luka Hati yang Semakin Menjadi

1.9K 131 0
                                    

"Bagaimana dengan umi nanti, Li? Siapa yang akan menjaga umi?"

Umi masih terduduk, matanya menatap lantai sayu. Kondisinya memprihatinkan.

"Ada Hayfa, Umi. Bukankah Umi sudah menganggap Hayfa anak Umi sendiri?"

Umi kembali bungkam, tidak bisa berkata-kata. Otaknya memikir cepat, ingin menghentikan anaknya dengan kata-kata tapi tak bisa.

"Pernikahanmu bagaimana?"

"Ali memutuskan untuk memundurkan tanggal pernikahan, Mi. Nanti, kalau Ali sudah kembali, baru akan menikah. Ali harap, Zahra akan tetap menunggu Ali selama Ali di sana."

Ali tersenyum kecut. Berkata seperti itu cukup membuatnya teriris. Melihat wanita yang dicintainya berlinangan air mata.

Ia membalikkan badan, melangkah keluar. Tak ingin melihat uminya sedang bersedih. Bagaimanapun juga, melihat wajah wanita yang selama ini menjaganya, mengeluarkan air mata karena dirinya sangat menyesakkan dada.

Baru semeter ia memangkas jarak menuju pintu, tiba-tiba ia mendengarkan suara seseorang terjatuh. Refleks, ia membalikkan badan. Menatap wanita yang dicintainya terbujur kaku di atas lantai.

"UMI ...!"

***


"Hasbunallah wani'mal wakil, ni'mal maula wa nikman natsiir." Bibir pemuda itu bergetar, melafalkan doa-doa yang diajarkan para nabi. Ia menunduk, khusyu tenggelam dalam setiap doa-doanya.

Sedangkan Hayfa, duduk di samping umi. Sesekali mengecek keadaan umi yang suhu badannya naik. Sepertinya, umi syok dengan perkataan Ali barusan.

Beberapa menit berlalu. Hingga akhirnya, Ali mengambil Alquran yang disimpannya di atas nakas.

Beberapa jam yang lalu setelah umi roboh dan terjatuh di lantai, Ali dengan panik menyuruh Hayfa untuk menelepon dokter.

Entahlah. Mungkin karena perkataannya, mampu membuat hati ibunda lara. Setelah sadar nanti, ia akan meminta maaf yang sebesar-besarnya.

Perlahan ia membuka lembaran demi lembaran Alquran. Tiba di surat Al-Mulk, ia berhenti. Bibirnya kembali melafalkan ayat demi ayat surat itu. Nadanya tartil, mengalun indah. Membuat siapa saja yang mendengar akan berdesir hatinya.

Alis tebalnya basah, begitupun dengan bibirnya. Berkali-kali disirami dengan air wudu dan ayat-ayat suci. Tanpa sadar, ia tengah diperhatikan dengan sesosok gadis cantik yang tak lain adalah adiknya sendiri, Hayfa.

Selangkah mendekat menuju Ali, selangkah pula ia harus siap menanggung sakit hati.

Hatinya telah lama sakit semakin menjadi saat menyadari takdir yang Allah suguhkan kepadanya begitu pelik.

Allah itu, Maha Pembolak-balikkan Hati. Bolehlah ia meminta untuk membalikkan hati berlayar lagi, dan mencari sebuah tambatan yang lebih nyaman? Mencari rumah untuk hatinya yang juga menerima hatinya?

"Kak ...." Tiba-tiba murajaah Ali berhenti. Bibir yang sedari tadi bergetar melafalkan ayat-ayat suci kini terdiam. Pemuda itu menyipit saat menatap kilatan mata Hayfa yang ditujukan kepadanya.

Sedangkan Hayfa, susah-susah mengatur napasnya. Keringat dingin menjalar ke seluruh tubuhnya, diiringi dengan debaran hati yang berpacu cepat tak karuan.

Beberapa detik terakhir, gadis itu telah memutuskan untuk mengakhiri penderitaan cintanya. Ia akan menelan dengan senyum segala getir-pahitnya dalam merajut kasih. Detik terakhir itu pun, ia akhirnya memutuskan untuk mengutarakan isi hati yang selama ini ia pendam kepada Ali.

Muhasabah Cinta [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang