5 | Seperti Cinta Ali dan Fatimah

2.9K 191 5
                                    

"Bukankah kalian itu sama-sama cocok?" Hayfa menyeimbangi langkah Ali. Kali ini, bahkan gadis itu mampu berada selangkah di depan.

"Apa yang cocok?" tanya Ali ketus. Adiknya itu selalu mengomel tidak jelas. Kapan pun, di mana pun. Entahlah, ia tidak tahu bagaimana pola pikir seorang gadis remaja, yang sedikit-dikit membicarakan orang, atau paling tidak mengoceh saat mengetahui sesuatu-lebih tepatnya, kejadian kecil bisa dibesar-besarkan.

Ya, seperti ini. Adik perempuannya itu tak henti-henti menanyai atau bahkan mencocokkan dirinya dengan Zahra, gadis yang baru saja dia kenal sepanjang perjalanan menuju kamar.

"Ya, cocok saja. Namanya Ali dan Zahra. Siapa tahu nanti kisah kalian seperti mereka. Sayyidina Ali dan Fatimah Az-Zahra. Cinta yang mampu membius dan memporak-porandakan sejagat hati dengan setiap penggalan-penggalan kisah yang mampu menggetarkan jiwa. Cinta dalam diam yang indah. Mampu menjaga cinta suci mereka dan menutup diam-diam hingga-"

"Berhentilah mengoceh, Fa. Ini sudah larut malam. Tidurlah. Besok kamu sekolah, kan?" Perkataan itu cukup mampu memangkas beberapa kata-kata tidak jelas yang akan dilontarkan Hayfa. Ia mengelak, benar-benar akan mengelak bahkan jika urat nadinya sampai berkata bahwa dirinya benar-benar menyukai gadis yang bernama Zahra itu. Berapa pun kali ia mengelak, rasanya seperti terpelanting. Berkali-kali mencoba, hasilnya tetap nihil: Pemuda itu mulai menyukai sesosok gadis.

"Bukankah kalian serasi? Siapa tahu cinta kalian nanti akan berakhir seperti-"

"Ali dan Fatimah?" potong Ali, kali ini lebih cepat. Kemudian, menatap Hayfa yang matanya masih berbinar.

"Iya, benar. Mungkin, bedanya hanya Zahra yang menjadi Khadijah-nya di sini. Dan Kakak ... mungkin bisa jadi Muhammad?"

Ia menatap wajah adiknya, benar-benar gadis yang cantik. Supel dan ramah. Mungkin karena kecerewetannya, ia bisa mendapat julukan gadis ramah. Jika dipikir kembali, itu cukup membuat Ali tersenyum sekilas. Bagaimana tidak? Suara cemprengnya-menurut Ali-cukup mampu memekakkan telinga.

"Dengar, Fa ...," katanya menggantung. Hayfa menatap Ali yang sudah berada di depan pintu kamarnya. Sudah tidak dapat dihitung berapa kali gadis itu berkata atau sekadar mengoceh tentang kecocokan Ali dengan Zahra. Gadis itu menatap Ali takzim.

"Jangan sangkutpautkan antara aku dan mereka, antara aku dan cinta suci mereka. Aku tidak lebih hanyalah sebagai salah satu buih dari banyaknya buih di lautan jika berbicara tentang cinta mereka yang mampu menggetarkan setiap jiwa. Lagi pula, cinta itu tidak sesimpel seperti apa yang dilihat. Banyak sekali hal-hal rumit yang tidak bisa dijabarkan hanya dengan beberapa kata. Bahkan, banyak masalah-masalah rumit yang susah untuk diselesaikan hanya dengan pemecahan-pemecahan kecil."

Mata Hayfa berkedip beberapa kali, kemudian kembali menatap kakaknya-yang kali ini gilirannya-sedang berbicara ngelantur.

Tiba-tiba, tangan kekar Ali mengusap jilbabnya lembut sembari tersenyum. Kabar buruknya, perlakuan Ali kepada Hayfa malah membuat wajah gadis itu memerah. Ia menggelembungkan pipi, menatap kesal Ali. Pemuda itu terkekeh pelan, seperti baru saja mendapat hiburan.

Tepat beberapa detik berikutnya, Ali melepas usapan singkat itu di jilbab Hayfa.

"Ih! Jilbabku rusak tahu!" Hayfa bersungut-sungut, menatap Ali yang hendak ke kamar. Sebelum benar-benar tubuh itu sudah berada di kamar, Hayfa lebih dulu memukul kecil punggung Ali.

"Kak Ali ... tanggung jawaab ...!"

BLAM!

Pintu dengan cat warna cokelat itu tertutup. Hayfa mendengkus, merapikan kembali jilbab yang diacak-acak Ali.

Muhasabah Cinta [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang