2 | Ungkapan Sebuah Rasa

4.4K 245 14
                                    

"Kak ...." Hayfa berlari menujunya di antara rinai hujan yang membasahi bumi.

Yang dipanggil hanya menatap sembari menggeleng. Adik satunya itu seperti anak kecil.

"Kapan kamu akan dewasa?" tanya Ali saat melihat adiknya tersenyum di bawah air hujan. Ia mengibas-ibaskan gamis yang basah akibat terkena tempias hujan.

"Mengapa Kakak tidak bilang kepadaku kalau Kakak pulang?" Gadis itu giliran bertanya, sukses membuat Ali bungkam. Bukannya apa-apa, tadi setelah pulang mengajar dan tidak dapat jam mengajar les, pemuda itu diajak membeli mi ayam di dekat kota. Sedangkan Hayfa, gadis yang berstatus sebagai siswi kelas tiga yang notabenya setiap hari harus ada les.

"Nah, jadi salah siapa?" Hayfa memainkan alis, menatap Ali sembari menggoda. Yang digoda malah menatap adiknya datar, kemudian menatap adiknya yang basah kuyup.

Ia menghela napas pelan. "Segera ganti baju, terus ke bawah. Umi sudah menyiapkan makan."

Hayfa mengangguk, kemudian memajukan bibir beberapa senti.

"Cium," kata Hayfa sambil menutup mata.

Ali menggeleng, mengusap lembut jilbab Hayfa yang basah.

"Childish sekali kamu itu." Kemudian pergi ke ruang makan, membantu umi menyiapkan makanan.

Hayfa menyengir, kemudian berjalan menuju kamar untuk mengganti baju. Entahlah, sejak kecil Ali tidak pernah mau mencium dirinya.

Ia pasti akan mendapat ciuman dari kakaknya.

Pasti.

***

Siang telah menjelma menjadi sore. Jam dinding menunjukkan pukul 4. Tidak ada yang istimewa, Hayfa duduk di depan televisi sembari mengerjakan pekerjaan rumah. Ali, yang duduk di sampingnya juga tengah membaca beberapa novel biografi tokoh-tokoh Muslim.

Penikmat sejarah, ia seperti ingin melahap semua buku-buku non fiksi yang membahas tentang sejarah Islam. Peristiwa-peristiwa itu cukup menggetarkan hatinya.

Sebut saja, bagaimana saat pertama kali Islam lahir? Banyak sekali mujahid-mujahid Muslim yang mati di tangan kaum kafir dengan sangat keji. Ia masih ingat, para sahabat nabi yang mati dibakar saat masih memegang teguh agama di hatinya.

Bisakah ia seperti itu?

Tetap mempertahankan keimanan walaupun nyawa jadi ancaman? Tetap mempertahankan iman, di saat sedang berada di ambang kematian secara keji?

Dalam hati Ali teriris, menangis terisak saat melihat perjuangan pada mujahid mujahidah yang menggetarkan jiwa.

Bahkan, Rasulullah kerap kali dilempari kotoran oleh para kaum kafir Quraisy. Yang mampu melelehkan hatinya adalah, Rasulullah bersabar, bahkan tetap berbaik hati kepadanya.

Pantas saja jika beliau adalah kekasih Allah, kekasih Sang Khalik, Pencipta Alam dan Seisinya ini.

Bukankah Rasulullah sangat mulia?

Pemuda itu menghela napas pelan, kemudian tanpa sengaja melihat sebuah buku Hayfa tentang sejarah peradaban Islam di Turki.

Ia tersenyum. Tempat yang ingin dikunjungi setelah Mekah adalah Turki. Tempat semua sejarah ini terjadi.

Tempat di mana Konstantinopel bisa ditaklukan oleh Muhammad Al-Fatih. Kerajaan yang hampir sejak Rasulullah memerintah belum bisa tumbang. Bahkan khalifah-khalifah sepeninggal beliau pun juga mencoba, tetapi gagal. Peristiwa bagaimana Islam mulai menorehkan tinta emas di peradaban dunia.

Muhasabah Cinta [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang