4 | Hatinya Diliputi Kebimbangan

3.2K 217 5
                                    

Jika waktu akan berpihak kepadaku, bolehkah kupinjam namamu agar kuucap di sepertiga malamku?

Mungkin bukti cinta seorang gadis seperti tak mampu hanya lewat untaian kata. Pemikiran beberapa gadis masih terlihat kekanak-kanakan di mata pria dewasa. Ketika sekuntum mawar di tepi jurang yang akan mekar menghampiri, bagaimana perasaan itu? Perlahan memetik barang berharga itu atau mendiamkan karena banyak duri yang melindungi?

Setidaknya, berusahalah sedikit untuk memetiknya. Bukankah kita tidak tahu jika belum mencoba?

"Kak ...," kata Hayfa sembari melirih, menatap wajah Ali yang pucat pasi. Belum pernah ia mengalami kejadian seperti ini. Kejadian di mana seorang gadis SMA yang menyatakan cinta padanya. Bukankah itu bisa dibilang gila? Ah, pemuda itu memejamkan mata beberapa detik, mencoba menenangkan pikiran.

"Kak ...." Kali ini Hayfa menyebut dengan intonasi lebih keras, kemudian menatap Ali serius.

"Ada apa?"

"Bukankah itu tadi ... Kakak terlalu berlebihan kepadanya?"

"Berlebihan bagaimana? Kakak tidak berkata apa-apa."

"Dia menyukaimu, Kak. Ah, lebih tepatnya mencintai. Mengapa Kakak mendiamkan dia?"

Sedetik lengang. Terdengar Ali menghela napas berat. Pertanyaan dari Hayfa cukup membuat otaknya kembali runyam. Kejadian beberapa saat lalu itu berjalan seperti sedetik. Ali yang notabenya jatuh hati dengan segala sejarah, akhirnya pun bisa sedikit membenci dengan peristiwa tadi. Sebenarnya, apa yang ia lakukan barusan? Menatap air mata seorang gadis yang jatuh karena menangisinya? Mengapa hati kecilnya tidak bergerak sedikit pun?

"Dia masih SMA, Fa. Hatinya masih labil. Masa-masa SMA masih ada di fase bimbang. Belum bisa memilih mana cinta yang sesungguhnya, dan mana yang cinta gurauan. Bisa saja, kan, Zahra hanya mengagumi Kakak?"

"Walaupun alasannya demikian, setidaknya hargai sedikit keberaniannya. Kakak tahu, butuh berapa lama seorang gadis mengumpulkan nyali hanya untuk mengutarakan cinta?"

Tiba-tiba hujan yang tadinya telah reda, kini kembali turun. Bumi seakan menangis, ikut merasakan kepedihan seorang gadis belia yang baru saja salah langkah mengutarakan asmara.

Rintik-rintik hujan jatuh ke bumi. Beberapa kali, genting rumah ikut berbunyi kala terkena tempiasan air. Suasana itu tidaklah lengang, kini diisi dengan hujan.

Tidak sampai di situ, aroma khas hujan juga menyeruak ke hidung. Aroma khas air yang berpadu dengan tanah. Mungkin, bagi remaja, saat-saat inilah saat yang cocok dijadikan sebagai pelebur kenangan. Orang bilang, jika hujan akan selalu membawa kenangan.

"Lalu aku harus apa?"

"Bisakah Kakak mengatakan 'iya' atau 'tidak' saja? Setidaknya saat gadis mengutarakan cinta, hanya butuh dua pilihan kata itu."

Kembali lengang. Ali seperti memikirkan sesuatu. Hatinya kalut. Benarkah ia telah membuat anak orang sakit hati? Apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki ini semua?

Bimbang kembali hadir saat mengingat pernyataan yang harus dia berikan kepada Zahra. Antara iya atau tidak. Lucunya, hanya untuk memilih dua kata itu pun rasanya sulit di saat-saat seperti ini.

Muhasabah Cinta [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang