Extra Part: Muhasabah Cinta

2.1K 120 20
                                    

Cintaku kepada manusia akan usai. Namun, renjana yang kutancapkan ke dadaku untuk-Mu tidak akan hilang walaupun tergerus waktu.

***

"Kerja, Li?" Umi menatap Ali terkejut saat anaknya itu tengah mengajaknya berdiskusi perihal dia yang akan kembali bekerja menjadi seorang guru. Ali mengangguk mantap.

Umi menatap Ali sekilas, kemudian mematutkan diri di depan cermin kamar Ali. Hari ini dia tengah mengantarkan sup untuk menghangatkan tubuh puteranya itu, dia malah meminta kembali bekerja.

"Iya, Umi. Insya Allah tidak ada apa-apa. Jangan takut, Umi. Sesungguhnya Ali senantiasa bersama Allah dan Rasulullah." Umi tampak berpikir sejenak, dahinya mengerut beberapa detik. Sepertinya tengah memikirkan sesuatu.

"Umi hanya takut bagaimana nanti kamu akan menahan derita diri saat melihat kenangan-kenangan buruk yang ada di benakmu."

Tiga minggu telah terlewati sejak kejadian mengerikan itu. Kejadian di mana Ali bisa melihat sendiri gadis yang disayangi meregang nama. Yang lebih menyakitkan lagi, dia sendiri yang membimbing untuk mengucap syahadat.

Ya Allah ....

Setiap mengingat peristiwa itu hati Ali seperti teriris. Ingin sekali dia menumpah-ruahkan keluh kesahnya kepada Allah setiap saat. Penyesalan seakan menggerogoti seluruh jiwanya. Apalagi di saat-saat terakhir Hayfa menyatakan cinta untuknya. Hatinya seperti hancur lebur, terpecah-belah bak kaca yang baru saja dibanting.

Padahal, dari awal sejak umi pingsan saat mendengar rencananya ke Palestina dia sudah tahu perasaan adiknya itu. Perasaan yang telah lama terpendam. Namun, dia berusaha untuk melupakan itu. Bukankah dia menyedihkan, bergeming saat melihat seorang gadis yang mati-matian mengungkapkan perasaan kepadanya berupa sindiran tanpa memedulikan rasa malunya sendiri.

"Demi Allah, Kak .... Jika suatu saat diizinkan oleh Allah SWT. untukku kembali seatap dengan Kakak, Insya Allah Hayfa akan mencoba menjadi gadis yang lebih baik."

Membiarkan, bahkan tak acuh. Bukankah dia adalah lelaki yang pengecut? Lalu apa tindakannya? Bukannya menghentikan perasaan Hayfa yang digantungnya, dia malah memperparah keadaan dengan memendam perasaan dengan Zahra, teman sebangkunya sendiri. Bagaimana perasaan gadis itu? Sungguh, dia tidak bisa membayangkan.

Baru beberapa langkah rodanya memangkas jarak dari pintu ke luar, tiba-tiba suara seseorang memotong kegiatannya. Suara yang membuat detak jantungnya tak kembali beraturan.

"Assalamualaikum, Kak."

Ali diam, mencoba tak menghiraukannya kemudian melanjutkan jalan dengan memutari setengah seseorang yang menghadang jalannya.

"Kak? Bukankah hukum menjawab salam itu wajib? Kakak sendiri, kan yang memberitahukannya?" Roda Ali berhenti tepat saat kalimat terakhir itu berucap, kemudian menatap ke belakang, tampak sesosok gadis yang berhari-hari membuatnya gila karena cinta.

"Aku sudah menjawabnya di hati. Maafkan aku, aku terburu-bur---"

"Kakak! Ada yang ingin kujelaskan padamu, Kak. Tentang semua ini, tentang ...." Tangannya dengan cepat memegang kursi roda Ali, memaksa agar Ali mendengar semua penjelasannya. Apa yang dia lakukan punya penjelasan tersendiri, tidak asal-asalan bertindak. Intinya, dia punya penjelasan yang harus diketahui oleh Ali.

Muhasabah Cinta [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang