#04 - Another Woman

347 18 0
                                    

Hanya satu malam mereka habiskan di hotel bintang empat itu. Adnan kurang nyaman. Bukan karena fasilitasnya. Kalau masalah fasilitas, sudah lebih dari cukup. Meskipun hanya tipe junior suite, tapi paling tidak luasnya tak kurang dari 60 meter persegi. Fasilitasnya pun lebih dari cukup untuk mereka yang hanya menginap untuk liburan, semalam pula. King size bed, ruang duduk yang terpisah dari ruang tidur, dan kamar mandi dengan bathub. Tapi rupanya Adnan lebih memilih hotel dengan suasana santai dan nyaman dengan sentuhan furnitur aksen alami. Maka malam keduanya mereka sudah berpindah tempat menginap, di kawasan Sleman, wilayah utara Kota Yogyakarta, daerah tempatnya menempa pendidikan tinggi dulu.

"Mas lebih suka di sini," kata Adnan dan sedetik kemudian ia menjatuhkan tubuhnya ke spring bed yang terletak di tengah ruangan.

Tempat menginap yang mereka pilih adalah sebuah cottage atau villa yang berada jauh dari pusat keramaian kota. Suasananya masih asri. Ruangan yang mereka pilih berbentuk saung dengan material penyusun bangunannya didominasi dengan papan kayu. Luasnya hanya sekitar 40 meter persegi - sudah termasuk toilet. Dilengkapi dengan teras yang terdapat kursi dan meja rotan asli dan terlihat berkelas.

Memang tidak terlihat mewah dibandingkan hotel bintang empat yang kemarin mereka inapi, tapi suasana di sini jauh lebih menenangkan dan menyenangkan.

Rana berdiri di jendela yang menghadap ke belakang saung, terhampar sawah yang amat luas membingkai mahakarya Tuhan kepada tanah daerah istimewa ini, Gunung Merapi.

Tiba-tiba sepasang lengan melingkari pinggang Rana. Dagu Adnan bertopang pada bahu Rana, pipinya menempel di telinga Rana.

Adnan tidak mengatakan sepatah kata pun, tapi sentuhannya sudah menggambarkan sejuta makna dari hatinya. Rana tahu Adnan tersenyum, dan Rana pun tersenyum.

Beberapa menit kami mengagumi Gunung Merapi sampai kemudian Adnan tiba-tiba berbicara.

"Yang punya cottage ini adalah staff rektorat di kampus Mas, Ra. Dulu Mas sempat kerja part time kan, nah salah satunya bantu-bantu di rektorat. Meskipun kelihatannya beliau cuma staff rektorat, ternyata itu cuma keisengan dia aja. Sebenarnya beliau punya banyak bisnis tapi hanya Mas yang boleh tau," Adnan mengatakan itu sambil menyeringai dan tertawa hambar.

"Namanya siapa Mas?" Rana melepaskan simpul tangan Adnan di pinggangnya dan menghadapkan tubuhnya di depan tubuh Adnan.

"Namanya Pak Hari. Kenapa emangnya?"

Rana mengulum senyum.

Rana menangkupkan kedua tangannya pada rahang Adnan, geli dan agak tajam karena Adnan baru cukur jambang. "Nggak papa, tau gitu aku nikah sm Pak Hari aja yang diem-diem punya banyak bisnis," ledek Rana.

Adnan segera menyambar leher Rana seolah-olah meminting, satu tangannya mencubit hidung perempuan itu. "Enak aja, meskipun aku nggak punya banyak bisnis, tapi aku jelas jauh lebih ganteng dari beliau," jawabnya kemudian terkekeh.

Pagi ini mereka bersenda gurau ditemani hangat sinar matahari yang masuk lewat celah jendela, dan tentu saja Sang Anggun Merapi.

"Keluar yuk Mas, mumpung masih pagi. Suasananya masih enak untuk jalan-jalan."

"Sebentar, Mas mau ke toilet dulu. Rana tunggu di depan aja ya." Adnan mengedipkan sebelah matanya, mengecup dahiku, dan bergegas masuk ke dalam toilet. Ya ampun, ternyata Adnan yang kaku itu bisa genit juga.

Sambil menggeleng tak habis pikir - dan tentunya masih dengan senyum di wajahnya, Rana keluar dari kamar. Memutuskan menunggu Adnan dengan duduk-duduk di teras sambil menyesap teh panas yang disajikan pihak cottage kepada setiap tamu yang baru datang.

Dua Kita - Romance Novel [SUDAH TERBIT - SHINNA MEDIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang