#06 - For The Bad Past Story

267 9 2
                                    

"Morning, Honey."

"Hngg... lagaknya ngomong honey, biasanya juga bojoku," gumam Rana dengan mata masih tertutup.

Maksud hati mau romantis, malah diledek oleh Rana.

"Hehehe, nggih bojoku sing paling aku tresno, Kanjeng Ratu," kata Adnan gemas.

Perempuan yang sudah hampir dua bulan ini selalu Adnan lihat setiap pagi. Wajah tenangnya saat tidur tetap terlihat bersinar, mengalahkan sinar matahari yang baru akan terbit kurang lebih dua jam setelah Adnan terjaga.

Adnan mengecup lembut bibir Rana dan mengelus rambut lurusnya. Rana membalas dengan mengeratkan pelukannya pada pinggang Adnan dan menyesap aroma lelaki itu dari ceruk lehernya.

"Mas, bener-bener harus pergi?" Rana mengangkat wajahnya dan memajukan bibirnya, manyun.

"Iya, Sayang. Cuma dua hari kok, nggak lama," jawab Adnan sambil tersenyum.

"Ntar kalau Rana kangen gimana?"

"Susul Mas lah, kan udah Mas beliin pintu Doraemon."

Adnan tidak bohong, ia memang membelikan Rana pintu Doraemon. Dalam bentuk miniatur setinggi lima belas sentimeter.

"Iya sih, Mas juga bilang kalau Rana harus siap sering ditinggal Mas dinas ke luar kota atau luar negeri. Tapi perasaan baru sebentar sama Mas, udah pergi lagi."

Adnan mengecup kening Rana lama kemudian mengeratkan pelukannya pada tubuh langsing Rana. Sebenarnya berat juga meninggalkan istrinya yang manja ini.

"Kalau nggak begini, condotel ini nggak lunas-lunas, Dek." Adnan nyengir. Bukan itu sih alasannya, ya memang karena tuntutan pekerjaan saja.

"Biarin deh, mending kita ngontrak aja daripada Mas kerja keras banting tulang sampe ninggalin Rana."

"Bener ya? Ntar kita di rumah portable aja, yang bisa dimasukin ke kantong ajaib."

"Dasar laki-laki pecinta Doraemon. Kalau bisa dimasukin ke kantong ajaib, Rana juga mau dimasukin ke kantong ajaib terus dibawa Mas kemana pun Mas pergi."

Adnan hanya nyengir. Menyudahi obrolan tentang Doraemon.

"Yuk, habis sholat Mas langsung siap-siap. Flight jam 9."

"Iya, Rana nanti siapin sarapan dulu ya."

* * *

Selepas mengantar Adnan ke bandara, Rana bingung mau kemana. Di rumah bosan, tapi ke luar rumah juga mau kemana.

"Hmmm... kemana ya?" gumamnya. Tangannya bergerak lincah di layar sentuh, membuka beberapa blog sekaligus tentang rekomendasi tempat yang kira-kira bagus untuk diulas juga di blog dan YouTubenya.

"Nggak ada yang menarik. Apa ke tempatnya Mbak Annisa aja ya? Siapa tau aku bisa bantu-bantu persiapan soft opening kafe."

Rana berjalan ringan ke parkiran mobil sambil jemarinya mengetik nama Annisa di kontak teleponnya, memastikan Annisa ada di kafe.

"Assalamu'alaykum, Mbak. Ada di kafe nggak?" tanya Rana to the point.

"Waalaykumussalam. Kebetulan, aku baru aja sampai kafe. Kamu mau ke sini, Ran?"

"Iya, Mbak. Aku habis antar Mas Adnan ke bandara, terus bingung mau ke mana. Di rumah males. Aku ke sana ya, Mbak. Mungkin sekitar satu jam lagi aku sampai, kalau nggak macet di jalan."

Tok tok tok!

Tiba-tiba kaca mobil bagian kemudi diketuk dari luar.

Mata Rana membelalak ketika melihat siapa yang mengetuk pintu mobilnya. Senyumnya langsung merekah seraya tangannya menekan tombol menurunkan kaca mobil. Dengan isyaratnya ia mengatakan untuk menunggu karena masih tersambung telepon dengan Annisa.

Dua Kita - Romance Novel [SUDAH TERBIT - SHINNA MEDIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang