#20 - Dua Mata Uang

227 11 3
                                    

"Saat melempar uang koin, kamu tidak bisa membuat dua sisi itu berada pada posisi yang sama ketika jatuh ke atas tanah."





"Mana Bapak kamu?!"

Seorang wanita dengan mini dress berwarna putih tiba-tiba menyerobot masuk begitu Rayyan membukakan pintu rumahnya. Wanita itu mendorong bahu Rayyan sehingga pemuda 19 tahun itu menabrak telak pintu rumahnya. Ia mengaduh kecil, namun segera menyadari situasi dan mengejar wanita itu ke dalam rumahnya.

Wanita itu berteriak kesetanan memanggil-manggil nama ayahnya di tengah rumah Rayyan yang luas seperti istana. Tangannya menggapai apa pun -- bahkan guci mahal kesayangan Mama Rayyan -- kemudian membantingnya ke lantai marmer.

"Hey, siapa kamu?! Ada apa ini?!"

Tiba-tiba Mama Rayyan keluar dari kamar, diikuti oleh Papanya yang tersenyum miring menatap wanita yang seperti sedang dirasuki setan itu.

"Jalang, pergi dari rumah saya," kata Papa Rayyan dengan tenang. Ia bahkan bersandar di pintu kamarnya dengan santai.

"Apa kamu bilang?! Saya hamil anak kamu, bejat!"

"Hamil?!"

Melihat Mamanya oleng, Rayyan bergegas berlari dan menopang tubuh wanita berparas ayu dengan jilbab lebar itu. Air matanya sudah meleleh. Membuat Rayyan ingin membunuh Papa dan wanita jalang itu seketika.

"Saya sudah bayar kamu, saya tidak menanggung risiko apapun. Sekarang pergi. Terserah mau anak itu dilahirkan atau digugurkan, bukan urusan saya." Papa hendak melenggang masuk ke dalam kamar sebelum sebuah suara menghentikan langkahnya...

DOR!



Suara tembakan senjata api beserta kelontangan selongsong peluru yang terjatuh memenuhi seisi ruangan. Papa Rayyan berhenti namun tidak berbalik. Ia mendesiskan kata-kata biadap yang membuat istrinya berteriak histeris.

"Tenang saja, Papa akan panggil orang untuk mengurus mayat wanita itu dan menghapus kasusnya. Kalian bisa hidup tenang tanpa bayang-bayang penjara."

Dan pria paruh baya itu masuk ke dalam kamarnya, duduk di balkon rumahnya dan menghisap cangklongnya seakan kejadian tadi hanyalah kejadian air tumpah dari gelas.

Sementara itu, istrinya sudah merosot di pelukan anak lelaki semata wayangnya, menangis histeris di pelukan pemuda itu. Ia sungguh tidak mengenal lelaki yang selama ini selalu ia jaga kehormatannya.

Rayyan... menahan nafas saat kelebat demi kelebat bayangan wanita yang ia kagumi yang juga wanita yang menjadi pemuas nafsu bejat ia dan bapaknya selama hampir dua tahun ini hinggap di pikirannya.

[Flashback End]

* * *

Rana memandangi telepon genggamnya dan sejak dua jam yang lalu hanya bolak-balik menatap nama kontak Adnan. Jam sudah menunjukkan hampir pukul 12 malam namun kantuknya sama sekali tidak datang.

Semenjak meminta Andra untuk mengurus perceraiannya dengan Adnan, Rana belum menghubungi Adnan, menengok kondotelnya apakah Adnan sudah kembali ke Jakarta, atau bahkan mengunjungi rumah orang tuanya. Sudah malam kedua ia menginap di hotel.

"Kenapa gue harus peduli sih? Kalau dia masih anggep gue istrinya, pasti dia akan ngehubungi gue duluan," dengus Rana.

Alih-alih menelepon Adnan, Rana malah menelepon Rayyan.

"Ray, udah tidur?"

Dengusan tawa terdengar di seberang telepon. "Lo kayak nggak tau gue aja, mana mungkin jam segini gue udah tidur. Kenapa Ran?"

Dua Kita - Romance Novel [SUDAH TERBIT - SHINNA MEDIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang