Hello, slow update because damn writer's stuck.
Outline keseluruhan udah ada sih, tapi bikin per scene-nya yang berat :(Lagi nggak banyak inspirasi, jadinya.... baca aja deh terus komentar ya :)
* * *
Sudah lima belas menit Rana dan Rayyan duduk berdua di salah satu sudut Abassy. Rana sibuk mengetik di laptopnya, Rayyan sibuk memperhatikan dara manis berambut medium itu. Annisa sedang sibuk mengatur di dapur, sehingga tidak bisa menemani mereka berdua.
Rana benar-benar tidak sadar dirinya sedang ditatap dengan mendalam oleh lelaki berparas oriental itu. Ia terlalu tenggelam dalam dunianya, bekerja keras menulis skrip yang harus sudah selesai besok. Mereka memang akan memulai syuting besok. Kalau ditunda lagi, nanti momennya terlewat.
Rana menghela nafas, meyandarkan tubuhnya dengan frustasi.
"Hhh... gue stu—sejak kapan lo ngeliatin gue gitu?"
"Ngeliatin lo? GR," jawab Rayyan. Ia tidak repot-repot mengalihkan pandangannya atau bahkan berpura-pura bahwa ia tidak sedang larut memperhatikan perempuan itu. Lelaki tampan itu malah mengulum senyum menggoda.
"Bohong banget lo. Kenapa sih? Ada yang salah dengan wajah gue hari ini?"
"Iya salah. Salah banget, kenapa tiap hari muka lo bikin pengen gue liatin terus."
Rana melempar tissue ke wajah Rayyan. "Gausah gombal deh Tuan, nggak mempan!"
Rayyan tertawa renyah. "Masa sih nggak mempan? Baru kali ini ada cewek yang nggak mempan gue gombalin. Jangankan gue gombalin, gue kedipin dikit aja udah mimisan."
"Harusnya gue udah koma dong ya kalau dikedipin doang bikin mimisan?"
"Harusnya. Tapi tenang aja, bokap gue pemilik salah satu rumah sakit swasta di sini kok. Nggak hanya di sini, cabangnya juga ada di Yogyakarta, Medan, Bandung, Bali, hmmm mana lagi ya, gue lupa."
"Mulai kumat kan sombongnya. Penasaran gue sama bokap lu, apakah DNA sombong mengalir secara keturunan?"
"Sembarangan lo. Bokap gue tau, bisa langsung disuruh kawin gue sama lo." Bukannya tersinggung, Rayyan malah gombal lagi.
"Lah, apa urusannya?"
Rayyan tidak menjawab. Tiba-tiba tawanya berubah menjadi senyuman tipis, sorot matanya tidak lagi menggoda, tapi memandang penuh arti. Rana tidak berani menatap Rayyan terlalu lama, takut menimbulkan percikan-percikan yang seharusnya tidak ada.
Bisa nggak gue memiliki lo, Ran? Di antara semua cewek, cuma lo yang beda dan bisa memberikan rasa berbeda dalam diri gue.
* * *
Jarum jam hampir menunjuk ke angka 2 tapi wanita itu masih di depan laptopnya. Lampu kamarnya sudah padam, namun lampu di meja kerjanya masih terang benderang.
"Rana," panggil seorang lelaki dengan suara serak.
"Ya, Mas?" sahut Rana.
"Jam berapa ini?" tanya Adnan. Ia berusaha membuka matanya yang berat, tangannya meraba-raba nakas yang berada di samping kasur, mencari jam digital, jam tangan, atau telepon genggam yang dapat menunjukkan waktu saat ini.
"Ya Allah, Ran. Ini udah jam 2." Mata Adnan langsung membulat.
Rana menunjukkan cengiran bersalah. Ia sendiri tidak menyadari ternyata sudah dini hari.
Adnan bangkit dari tidurnya dan berjalan mendekati meja kerja Rana. Ia mengalungkan lengannya yang kekar mengelilingi bahu Rana. Dengan lembut ia mengecup sisi kepala Rana. Kemudian ia sedikit menggeser kursi Rana sehingga menghadap samping lalu berlutut di hadapan Rana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Kita - Romance Novel [SUDAH TERBIT - SHINNA MEDIA]
RomanceGimana rasanya baru 2 bulan menikah lalu mendapati suami yang terlihat baik dan sholeh, tiba-tiba selingkuh? Belum lagi tiba-tiba datang seorang lelaki asing yang membuatmu nyaman? Lalu, jika mereka berempat dipertemukan dalam satu dunia, namun deng...