Perjalanan menuju kediaman orang tua Rana terasa begitu sunyi. Berkali-kali Adnan melirik perempuan cantik yang menolak menoleh ke kanan, seperti jalanan ibu kota lebih menarik daripada suaminya.
Rana memaksa untuk diantarkan ke rumah orang tuanya. Adnan harus mempertanggungjawabkan semuanya, pikir Rana.
Sampailah mereka di garasi rumah Rana. Bunda yang sedang menyiram bunga langsung tersenyum cerah kala melihat mobil Adnan masuk ke pelataran parkir. Namun senyumnya memudar saat melihat Rana buru-buru keluar dari kursi penumpang dan menghambur ke pelukan ibunya.
"Rana, kenapa, Sayang?" tanya Bunda khawatir, sambil menaruh selang sembarangan dan mengelus pundak Rana.
Ayah yang mendengar deru mobil Adnan juga keluar. Melihat putri semata wayangnya berpelukan sambil menangis di pelukan ibunya, lantas ia menatap bertanya pada Adnan. Wajah lelaki itu terlihat tegang, tidak siap atas apa yang ia akan katakan kepada orang tua Rana.
"Yuk, masuk dulu," kata Bunda. Ia merangkul Rana masuk ke dalam rumah. Adnan hanya mengekor.
"Bunda buatkan minum dulu ya, Sayang."
"Nggak usah Bun, ada yang mau Mas Adnan katakan dengan segera," sergah Rana.
"Biar Ayah yang ngobrol sama Adnan, Bunda sama Rana masuk ya," kata Ayah. Suaranya terdengar berwibawa meskipun tersirat kekhawatiran di dalamnya.
Bunda membawa Rana ke dalam rumah, agar anak perempuannya itu merasa lebih tenang.
"Ada apa, Adnan? Ayah tahu, Adnan anak yang baik. Ayah tidak akan langsung menyalahkan Adnan meskipun dari respon Rana, Ayah tahu ada masalah dalam rumah tangga kalian," kata Ayah dengan bijaksana.
Adnan merasa sangat bersalah. Rana sangat menyayangi dirinya dan merelakan kebebasan dan pendidikannya demi menikah dengan Adnan, ditambah lagi orang tuanya yang sangat baik, menganggapnya seperti anak sendiri dan tetap objektif menilai permasalahan rumah tangga anaknya.
"Adnan minta maaf, Yah," lirih Adnan. Lelaki itu tersungkur berlutut di kaki bapak mertuanya. "Adnan nggak bisa menjaga hati hanya untuk Rana."
* * *
Adnan dan Rana tinggal sementara hingga waktu makan malam. Setelah makan malam, Ayah mengumpulkan mereka semua di ruang keluarga. Ia sudah mendengar cerita dari Adnan dan ingin menengahi permasalahan rumah tangga anaknya.
"Rana, Adnan sudah cerita sama Ayah—"
"Rana nggak salah kan, Yah? Mas Adnan yang udah main belakang sama cewek lain di belakang Rana!" Rana memotong ucapan Ayah dengan emosi meluap-luap.
"Tenang, Nak," kata Bunda sambil mengusap pundak Rana.
"Ayah menilai secara objektif, Rana. Rana tahu sendiri bagaimana sifat Ayah selama ini. Rana percaya sama Ayah, kan?" Ayah tetap menjaga intonasi suaranya tetap tenang.
Rana menarik dirinya kembali, bersandar di sofa.
"Ayah tahu, Adnan memang salah di awal. Setelah menikah, seharusnya kita membuang masa lalu. Kalaupun ada yang belum terselesaikan, jangan hiraukan ketika masa lalu itu kembali di depan mata. Adnan bersalah, karena merasa bersalah dan memberikan perhatian berlebih kepada perempuan yang membutuhkan bantuan."
Adnan hanya menunduk, tidak berani mengucapkan sepatah kata pun.
"Kalau Ayah boleh minta tolong sama kalian, cobalah kalian bertahan. Rana, Ayah tidak akan menikahkan kamu dengan laki-laki yang tidak Ayah yakini adalah anak yang sholeh. Cobalah beri kesempatan kepada Adnan. Rana harus paham, dalam situasi seperti ini seorang istri tidak sepantasnya meninggalkan suami. Justru seorang istri harus mampu membuktikan dirinya bahwa apa yang dilakukan suami itu salah. Setelah menikah, kewajiban istri untuk mengingatkan suami jika melakukan kesalahan dan membawa suami kembali dalam kebaikan.
"Adnan, ayah minta agar kamu sama sekali tidak berhubungan dengan wanita itu jika memang kamu masih menghargai Rana, Ayah, dan Bunda. Jangan pupuk perasaanmu pada wanita yang tidak halal bagimu. Ketika kamu menyadari bahwa kamu salah, jangan menghindar dari Rana. Jangan pergi mencari pelarian.
"Masalah kalian berdua adalah kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Kalau saja sejak awal Rana memberitahu Adnan ketika keguguran, Adnan tidak akan merasa dikhianati karena Rana bersama dengan lelaki lain. Rana harus lebih percaya untuk menceritakan semua hal pada Adnan, baik atau buruk. Adnan, tidak seharusnya kamu mengambil kesimpulan gegabah bahwa Rana ada hubungan khusus dengan laki-laki lain.
"Pernikahan adalah kerjasama seumur hidup. Untuk membangun rumah tangga yang harmonis, tidak bisa jika hanya satu pihak yang berjuang. Kalian berdua harus mau berusaha memperbaiki diri. Ingat kembali tujuan pernikahan, untuk meraih ridho Allah karena pernikahan adalah ibadah seumur hidup. Jangan mengedepankan ego. Siapapun yang bersalah, kalian harus saling meminta maaf dan memaafkan. Siapapun yang memberi kebahagiaan, kalian harus saling berterima kasih."
Nasihat panjang Ayah sangat menohok Adnan, namun tidak dengan Rana yang masih diliputi emosi. Ia membenarkan kata-kata Ayah, namun egonya masih terlalu tinggi untuk melaksanakannya.
"Sekarang kalian pulang dan bicarakan baik-baik. Dengarkan satu sama lain dan jangan ada yang egois," tandas Ayah.
"Rana perlu waktu, Yah. Rana mau di sini dulu."
"Nggak apa-apa, Yah. Adnan rasa, Rana perlu menenangkan diri. Nanti Adnan akan jemput jika Rana sudah tenang. Adnan pulang dulu, Yah, Bun. Assalamu'alaykum."
Adnan pun pamit dan segera memacu mobilnya menuju kondominiumnya. Ia sendiri pun perlu istirahat dan merenung seorang diri.
* * *
Dalam suasana hening malam itu, di atas hamparan sajadah, seorang laki-laki tengah bersujud dengan air mata berderai. Ia merasa sangat berdosa, mengkhianati istrinya, mengkhianati pernikahannya, sama saja mengkhianati Rabb dan jutaan malaikat-Nya yang turut berdoa pada hari pernikahannya. Ia telah melakukan dosa besar sebagai seorang hamba, yaitu melakukan suatu kesalahan untuk memenuhi nafsu duniawinya dan benar-benar melangkahi ridho Allah.
Ya Allah, Engkaulah yang Maha Mengetahui. Engkau mengetahu hati hamba yang kotor karena tidak bisa menahan hawa nafsu pada wanita lain selain istri hamba. Engkau pulalah yang Maha Mengetahui, bagian terdalam hati hamba masih mencintai istri hamba. Hilangkanlah perasaan hamba kepada wanita lain itu, jadikanlah istri hamba menjadi satu-satunya bidadari yang mendampingi hamba hingga ke syurga-Mu, Ya Allah.
Di saat yang sama, seorang wanita pun sedang bersimpuh di atas sajadahnya dengan mengangkat kedua tangannya. Memohon ridho Allah melalui kedua tangannya.
Ya Allah, ampuni hamba yang telah durhaka kepada suami hamba. Hamba belum bisa mendampinginya di setiap kondisi suami hamba. Ampuni hamba karena tidak bisa menahan emosi hingga sampai saat ini sulit sekali memaafkan suami hamba. Lembutkanlah dan bukalah hati hamba untuk memaafkan suami hamba. Utuhkanlah kembali pernikahan hamba. Engkaulah Yang Maha Penyayang lagi Maha Mengetahui.
Terima kasih yang masih membaca sampai part ini 😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Kita - Romance Novel [SUDAH TERBIT - SHINNA MEDIA]
RomanceGimana rasanya baru 2 bulan menikah lalu mendapati suami yang terlihat baik dan sholeh, tiba-tiba selingkuh? Belum lagi tiba-tiba datang seorang lelaki asing yang membuatmu nyaman? Lalu, jika mereka berempat dipertemukan dalam satu dunia, namun deng...