07. Pulang

3.1K 401 13
                                    

"Bang Dion, Kak Yudhan itu pinter ga?"

"Pinter lah! Makanya dia ikut osis."

"Kalau ikut osis itu berarti pinter ya." Tanya gue.

"Menurut lo." Gatau, gue ga paham. Makanya gue nanya. Dasar Bang Dion.

"Ngapain sih, nanyain Yudhan mulu perasaan." Tanya Bang Wildan. Ya ngapain lagi kalau bukan ngorek-ngorek info tentang masa depan gue.

"Dih kepo kayak dora." Jawab gue sambil meletin dia.

"Kalau Wildan dora berarti lo but nya dong." Kata Bang Jae dan setelah itu dia ngakak so hard. Sial, kenapa malah jadi gue yang kena.

"Lagian yang kayak dora itu elo dek. Nanya mulu." Bang Brian ikut-ikutan aja. Lagian suka-suka gue dong ya. Toh Bang Dion yang gue tanyain fine fine aja.

"Mama pulang..."
Kita berenam yang sedang menonton televisi langsung bangkit mendengar suara itu.

"Loh mama, pulang kok ga ngabarin kita sih?"

"Gapapa Brian, mama pingin buat surprise."

"Widan kangen mama..." Bang Wildan mulai memeluk mama.

"Mam, miss you so bad." Mulai. Rajanya alay. Bikin eneg. Bang Jae itu sebenernya anak sulung atau anak bungsu sih? Suka ragu gue.

"Alay!" Bang Dion memang panutan.

"Papa mana ma?" Tanya gue pada mama. Ya, belum dijawab pun gue juga udah tau jawabannya.

"Mama belum bisa pulang nak. Masih sibuk ngurusin pekerjaan." Seperti yang gue perkirakan. Kapan ya terakhir kali kita kumpul lengkap. Gue aja sampai udah lupa. Miris ya.

"Adek kekamar dulu."

"Dek gaboleh gitu, ga sopan. Mama kan baru pulang. Apa adek ga kangen?" Huh kena tegur Bang Satrio.

Gimana ya, dibilang gue ga kangen sama mama, itu salah besar. Gue kangen kok bahkan bener-bener kangen. Sama papa juga. Tapi, kalau udah dipertemukan gini malah bikin gue nyesek, bikin gue sedih karena keinget mereka yang lebih mementingkan pekerjaan. Bahkan kita jarang ketemu. Ya walaupun gue tau, mereka begitu juga untuk kebutuhan hidup kita.

"Udah ga apa-apa bang, adek capek mungkin." Iya, adek capek hati ma. Maafin adek ya ma. Adek cuma ga mau kalau sampai nangis di sini.

Gue ga bisa terus menutupi kesedihan gue dengan memasang wajah bahagia ini.

"Adek naik dulu ya ma." Ucap gue lalu mengecup pipi mama.

"Kita ga dicium juga dek?" Idih. Apa banget Bang Brian. Gue cuma melemparkan tatapan jijik dan langsung naik menuju kamar.

Huh. Gue melemparkan tubuh ke kasur. Kalau gini jadi keinget nenek. Udah sekitar tiga bulanan gue ga ngunjungin nenek. Kangen banget. Kenapa nenek ga tinggal disini aja sih. Kalau nenek tinggal di sini gue kan ada yang merhatiin dan ga kesepian. Karena sejatinya sikap gue yang seperti ini untuk menyembunyikan rasa kesepian gue. Makanya gue kepingin banget nenek tinggal disini. Tapi kasian juga kalau harus dengerin gue sama para abang gue adu bacot tiap harinya.

Beberapa kali gue nyoba buat menyuruh nenek tinggal bareng kita, tapi nenek ya nenek. Dia akan tetap kekeuh dengan keputusannya. Nenek ga mau pindah dengan alasan dia mau jaga rumah peninggalan alm kakek. Kalau udah gitu ya gue ga bisa maksa lagi.

Gue mengambil sebuah foto yang teletak di nakas. Melihat satu persatu orang yang ada di foto tersebut. Disana ada gue, papa, mama, dan kelima abang gue. Semua yang ada di foto tersenyum bahagia. Tanpa sadar gue udah bercucuran air mata. Gue cuma lagi mikir, gimana caranya kita bisa sedeket dulu lagi.

Brother's❌Day6 [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang