[ F I N E ]
Jimin terbangun dari tidurnya. Tidurnya yang tidak pernah nyenyak belakangan ini, sebab bayang-bayang pria itu masih ada. Seakan mengawasinya di sudut kamarnya.
Bayang-bayang pria dengan senyum gusi itu, bayang-bayang pria dengan wajah datar yang pucat itu, bayang-bayang pria itu, pria yang kemarin lalu adalah prianya.
Jimin mendesah panjang. Sebelum bangkit menuju kamar mandi dan menatap pantulan dirinya di cermin wastafel.
Jimin menatap dirinya sendiri lamat-lamat. Benarkah dia ini Park Jimin itu? Benarkah dia ini Park Jimin dari Busan itu? Sebab Jimin tidak lagi mengenal dirinya yang sekarang.
Semuanya terasa berbeda. Ranjangnya terasa kelewat besar untuk dirinya sendiri. Lemarinya terasa kosong hanya berisikan pakaiannya sendiri. Ponselnya terasa sepi tanpa notifikasi dari pria itu. Apartemennya terasa kelewat megah untuk dirinya yang sendiri. Sendiri dan kesepian.
Jimin menatap pantulan dirinya yang kini mulai buram tertutup air mata. Ia seperti melihat dirinya sendiri terputar-putar di sebuah lubang hitam. Semua terasa menyakitkan dan sepi.
Jimin akhirnya terduduk di lantai kamar mandi, merengkuh dirinya sendiri sebab kedua tangan yang biasa merengkuhnya sudah tidak lagi terbuka untuknya.
Menenggelamkan wajahnya dalam-dalam, Jimin meraung keras-keras. Mencoba menghilangkan sakit di dadanya lewat tangisnya.
Seandainya pria itu merasakan hal yang sama seperti yang Jimin rasakan. Seandainya pria itu mengetahui betapa tersiksanya Jimin akan kepergian pria itu. Seandainya pria itu tahu betapa membunuhnya rasa ini untuk Jimin.
Mungkin pria itu tidak akan memutuskan untuk pergi. Mungkin dia akan tetap tinggal. Mungkin dia masih ada di sini.
Menyandarkan tubuhnya ke dinding kamar mandi, Jimin menghela nafasnya lagi. Bagaimanapun, Jimin harus tetap menjalani harinya. Hidupnya harus terus berjalan, dengan atau tanpa pria itu.
Mungkin inilah yang dikatakan mereka. You have to deal with the real world. You have to face the reality.
Jimin tidak bisa selamanya tinggal dalam rasa sakit ini. Jimin tidak bisa selamanya tinggal dalam fantasi ciptaannya sendiri. Bagaimanapun, dunia luar menantinya. Bagaimanapun, dia tidak bisa lari dari kenyataan.
Baiklah kalau memang pria itu, pria kebanggaannya itu tidak lagi bersamanya. Baiklah kalau memang pria kebanggaannya kini memilih berjalan sendiri dibanding bersanding dan bergandengan tangan dengannya, berjalan pelan-pelan.
Baiklah kalau pria itu memutuskan untuk pergi daripadanya. Sebab Jimin tahu, dengan atau tanpa pria itu, dia masih tetap hidup. Dia tetap bisa menjalani hidupnya. Dia harus tetap bisa menjalani hidupnya, dengan lebih baik.
Baiklah. Jimin akan buktikan dirinya bisa baik-baik saja tanpa pria itu, sebagaimana pria itu berlaku. Kalau pria itu saja bisa, mengapa dirinya tidak?
Jimin sudah melalui 22 tahun hidupnya tanpa pria itu, dan sekarang Jimin hanya perlu meyakinkan dirinya lagi bahwa tahun-tahun yang akan datang tanpa pria itu akan baik-baik saja. Dirinya akan lebih dari baik-baik saja.
Terima kasih untuk pria itu telah hadir dan mengajari Jimin banyak hal. Terima kasih juga karena kepergiannya sekarang Jimin jadi belajar hal lain lagi;
Bagimana caranya merelakan, dan melanjutkan hidupmu tanpa dirinya, seperti hidupmu yang sebelumnya.
...
오후 06:57, April 13 2019
Dibuat masih untuk kamu, yang memutuskan melepas semuanya, membiarkan semuanya terbang seperti balon-balon tak bertuan di atas langit.Little did you know, I have lived more than enough years without you, so I can surely live another by myself.
Juga dibuat masih dengan mendengarkan berulang-ulang Jamais Vu oleh Jin, Jungkook, dan Hoseok.
icci
KAMU SEDANG MEMBACA
yoon to my min
Fanfictionkumpulan drabbles yoonmin untuk sejenak mengusir kerinduan kalian sama mini-mini couple kita. >///< ~