8

72 13 0
                                    

Pukul 10 malam dimana toko toko yang lain sudah tutup dan gelap, cafe itu masih menyala. Sudah sepi sebenarnya, semua cangkir, gelas, piring piring juga sudah tertata rapi pada tempatnya. Siyeon pulang terlebih dahulu bersama ke dua pegawainya dan Rose, gadis itu masih berada didalamnya.

Hanya ditemani satu orang pelanggan yang sejak dua jam yang lalu tidak beranjak di tempatnya. Di pojokan cafe sendirian, menatap jendela transparan ditemani dompet, ponsel, dan cangkir kopi yang sudah kosong.

"Kau akan tetap disini?" tanya Rose dengan suara datarnya. Masih tetap sama. Sama seperti hari hari biasanya, tanpa nada, tanpa keramahan, seakan nada suaranya yang ramah hilang bersama kenangan kenangan miliknya.

"Ya," gadis cantik itu tanpa menoleh. Masih tetap, menatap kaca transparan yang terkena rintikan air hujan.

"Ini sudah malam. Aku lelah dan ingin pulang"

"Bisakah kau bersikap sopan pada pelangganmu?" gadis itu jengkel. Menatap Rose yang kemudian terkejut. "Kenapa kau ada disini?! Bukankah-"

"Aku di pecat. Sudah dua minggu aku bekerja disini." Rose menyela ucapan gadis itu. Dan siapa sangka kalau gadis cantik yang sendirian di pojokan selama dua jam adalah Kim Saeron yang baru saja, terkena skandal dengan mantan pacarnya. "Pulanglah" usir Rose.

"Kau pulang sendirian?" tanya Saeron dan Rose mengagguk mengiyakannya. "Ayo pulang bersama" tawar Saeron membuat Rose menatapnya tajam.

"Apa yang kau mau?"

"Memangnya apa yang ku mau darimu? Tidak ada yang bisa di ambil darimu. Aku hanya ingin minum bersama, mau menemaniku?"

"Tidak. Pergilah" usir Rose sekali lagi. Gadis menyebalkan, pikir Rose.

Saeron keluar dari cafe itu. Tidak benar benar pulang karna Saeron tetap menunggu Rose yang sibuk menutup pintu cafe. "Hujan" gumam Saeron yang kini ada dibelakang Rose.

Aku juga tau ini hujan. Bodoh!

"Ya! Tunggu aku jangan pergi dulu" teriak Saeron saat Rose pergi meninggalkannya. Rose berlari kecil untuk berteduh di toko lainnya. Dan Saeron mengikutinya. "Augh! Aku benci hujan!" keluh Saeron.

"Kau bisa menemaniku?" tanya Saeron setelah beberapa saat Rose mendengar keluhan keluhan keluar dari mulut gadis di sampingnya itu. "Hanya sebentar sampai hujannya reda"

"Tidak"

"Ayolah… kumohon. Aku tidak bisa pulang-"

"Ada banyak taxi kalau kau menelponnya. Bukankah kau seorang model yang punya manager atau asisten. Gunakan otakmu, dan telpon mereka" potong Rose dengan ucapannya yang sinis. Dan Saeron berdecak kesal. Kenapa tidak ada  satupun orang yang mengerti bagaimana keadaanku.

"Aku sedang menghindari mereka. Karna skandal-"

"Kau tau," Rose kembali menyela. "Aku tidak butuh informasi itu" Rose mengatakannya dengan penuh penekanan, membuat Saeron merasa direndahkan.

"Bisakah aku bicara dengan tenang?! Jangan menyelaku! Kenapa tidak ada satupun orang yang bisa mengerti, bagaimana peasaanku!" teriak Saeron kemudian.

"Kusarankan kau pergi ke psikiater"

"Aku tidak gila! Aku hanya ingin bicara denganmu" suaranya melemah. Saeron seperti berharap- memohon pada seseoeang yang bahkan ia tidak tau keadaannya seperti apa.

"Jangan berpikir, kalau aku hidup tanpa beban dan mendengarkan ceritamu yang bahkan tidak menjanjikan aku akan bahagia setelah mendengarnya"

"Woah…luar biasa. Aku bertemu dengan seorang bermulut besar sepertimu." balas Saeron tertawa pelan. "Kau tidak menghirup udara sendirian, semua orang sama- sama seperti mu. Kenapa kau ingin menjadi-"

"Karna aku tidak butuh itu"

Saeron menyerah. Gadis ini sakit jiwa. Saeron tidak menyangka kalau gadis disampingnya itu akan berbicara sekasar itu. "Baiklah. Tapi bisakah, kau tetap disini, sampai hujannya reda? Aku ingin bicara dengan orang asing"

Rose diam, tidak peduli. Pikirannya benar benar kosong, tidak tau apa yang harus dikatakannya lagi. Rose ingin menangis, entah kenapa ingin menangis setiap kali melihat hujan.

Tidak, tidak untuk hari ini. Seseorang melihatnya dan Rose bisa saja dianggap rapuh sama sepertinya.

"Kau tau apa yang menyedihkan terjadi padaku? Kau pasti tau. Skandal." Saeron tertawa pelan tapi terdengar menyedihkan. "Terkadang aku ingin menjadi jahat, sama sepertinya, sama sepertimu, sama seperti orang lain tapi nyatanya aku tidak bisa."

Saeron melirik Rose yang sama sekali tidak mengatakan apapun. "Kurasa langsung pada intinya saja. Bisakah kau mengatakan satu hal yang membuat orang lain membenciku?" tanya Saeron pada Rose tapi gadis itu diam.

"June. Ya, pria itu. Hanya karna seorang pria hidupku jadi berubah dalam satu hari. Semua orang membenciku hanya karnanya. Seolah aku yang pantas disalahkan, padahal aku yang paling tersakiti dalam hubungan kami. Aku tidak menyangka dia akan sebusuk itu. Semakin aku melihat nya, semakin aku jatuh"

Saeron menyerah. Gadis itu tidak menanggapinya sepatah katapun membuat Saeron seakan bicara pada patung. Saeron akhirnya memutuskan menelpon taxi dan pulang setelah mengatakan. "Akan ku tunjukan kalau aku juga bisa busuk sama sepertinya. Dan kau. Kau tidak hidup sendirian didunia ini, kita menghirup udara yang sama. Dan kau sama menyedihkannya, denganku. Jadi hiduplah dengan baik dan jangan mengaggap dirimu, berbeda"

"Aku jauh lebih menyedihkan darimu"


RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang