14

52 11 0
                                    

"Aghh! Sialan! Dia memutuskanku hanya karna pria itu. Apa yang kurang dariku sampai dia berani bersikap seolah aku yang jahat, sementara dia asik bermesraan dengan Jinkyung hyung, sialan! Gadis sialan!" maki June berulang ulang didalam mobil yang sedang di kendarainya.

Kecepatan mobil itu stabil, hanya emosi June yang meluap luap, tidak stabil. Dan Rose bersyukur tentang itu. Bukan bersyukur karna June bertemu Saeron, tapi bersyukur karna pria itu masih ingat bahwa dirinya membawa seorang gadis yang tidak salah apapun. Rose juga hanya diam, membiarkan June menyalahkan Saeron sampai pria itu puas, memaki Saeron yang jelas jelas tidak mendengarnya.

Bagi Rose, itu hanya membuang buang waktu.

"Aku ingin pulang" ucap Rose begitu June diam, lelah dengan umpatan yang terus keluar dari mulutnya.

Mereka sampai di sebuah apartemen empat lantai, setelah masuk kedalam sebuah jalan sempit yang hanya muat, diewati satu mobil.

Saat itu masih hujan. Rose hanya mengucapkan terimakasih pada June, kemudian keluar dengan berlari kecil, masuk kedalam apartement itu.

Ada tiga orang pria yang sangat Rose hafal, begitu Rose menginjakan kakinya ke tangga yang akan mengantarnya masuk kedalam lobi apartemen. Sudah dua jam para pria itu menunggu Rose pulang. Dan sekarang, Rose pulang membuat pria pria itu menatapnya dengan tatapan tajam menakutkan.

"Akhirnya kau pulang juga" ucap salah satu pria yang terlihat lebih kecil dari dua pria disamping kanan kirinya. Rose menunduk mengeluarkan uang dari sakunya, dan memberikannya pada pria itu.

"Haha" pria itu tertawa meremehkan, "kau pikir aku bercanda, hm?" tanya pria itu sembari menekan pipi tirus Rose dengan sebelah tangannya.

"10 ribu won? Kau pikir cukup?!" bentaknya semakin kuat menekan pipi Rose.

"Le- lepas-"

"Apa yang kau bilang?" balas pria itu, kemudian mendorong Rose hingga tersungkur dilantai. "Kau pikir 10 ribu win bisa menyicil-"

"Aku sudah memberikannya padamu kemarin!" teriak Rose tidak peduli rahangnya sakit karna cengraman pria itu.

"Woah woah... kau berani meneriakiku hm?" pria itu berjongkok di depan Rose yang masih belum bangun. "Tidak tau malu!" cibir pria itu dan dua orang yang sejak tadi diam menyaksikan adegan itu, menendang wajah Rose cukup keras sampai bagian bawah matanya lebam dan sudut bibirnya berdarah.

"Ya!" teriak June yang ternyata belum pergi dari sana. June memang terlambat, tapi setidaknya wajah Rose tidak hancur. "Begitukah perlakuan kalian terhadap wanita?!" teriak June, melirik sekeliling yang tudak ada siapapun bahkan di lobi pun juga tidak ada siapapun, tidak ada petugas keamanan, tidak ada reseptionis-

"Woah woah woah! Pahlawan kesianganmu datang nona, Haha. Tapi sayangnya... kesiangan" tawa pria itu semakin terdengar nyaring dan memuakan ditelinga Rose.

June ingin membantu Rose bangun, tapi dua orang yang sebelumnya menendang Rose menahannya.

"Jangan-"

"Hei...tenang saja aku tidak akan memukulinya. Dia idol kan? YG?" lagi lagi pria itu tertawa terlihat sangat senang. "Lepaskan dia, aku tidak ingin ribut di tempat memuakan seperti ini. Dan kau! Jangan lupa lunasi hutangmu"

Pria itu pergi setelahnya. June membantu Rose berdiri. Wajah Rose terlihat lebam dan ada darah yang keluar dari sudut bibirnya. "Kau baik baik saja?" tanya June pada Rose, tapi Rose menatapnya sinis.

"Siapa mereka? Kau berhutang pada mereka?" tanya June.

"Pergilah!" usir Rose pada June. Gadis itu melangkahkan kakinya ke lorong apartemen lantai empat yang gelap disana.

"Boleh aku mampir?" tanya June. Lagi lagi pria ity mengikuti Rose. Jujur saja, pria itu semakin penasaran apa yang terjadi dengan Rose. "Aku haus"

"Pergilah, minum saja air hujan"

Bagaimana June tidak mengumpat kalau gadis itu benar benar menyebalkan?

"Ya ya ya!" teriak June "beruntung aku datang sebelum wajahmu hancur!"

"Aku tidak memintamu datang"

"Gadis ini benar benar" keluh June. "Setidaknya tawari aku untuk mampir kerumahmu, lagipula kau juga masih hutang jawaban padaku"

Bagus. Rose melupakan pertanyaan sulit dari June dan ia juga kalah telak. Tidak ada pilihan lain selain mengizinkan June masuk kedalam apartemennya. Toh juga semakin Rose menolak, June akan semakin menjadi.

Apartemen di lantai 3, di lorong paling ujung dan gelap. Apartemen itu benar benar sepi, seperti tudak berpenghuni. Terlihat kotor, seperti tidak ada petugas kebersihan yang membersihkan setiap lantainya.

June dan Rose masuk kedalam rumah paling ujung. Tidak ada kode pintu. Dan itu membuat June bingung. Dijaman secanggih ini masih memakai kunci?

"Masuklah" titah Rose begitu masuk dan menghidupkan lampunya.

Kesan pertama yang terlihat oleh June yaitu, kecil dan kosong. Begitu masuk, June langsung melihat sebuah sofa yang hanya muat untuk tiga orang, sebuah meja kayu, didepan sofa, balkon tertutup korden. Lalu begitu melihat ke arah kanan June langsung melihat meja dapur. Tidak ada tv, tidak ada pajangan, maupun foto.

"Woah ini benar benar kosong" komentar June, saat Rose membuka kulkas kecilnya yang kosong, hanya ada air mineral disana.

"Aku tidak punya apapun, lagi" gumamnya. Kemudian membuka pintu balkon. Membiarkan hujan yang tertiup angin masuk kedalam ruangan sesak milik Rose, dan menjadi pendingin karna disana tidak ada AC.
"Kau baru pindah?" tanya June membuka suaranya.

"Tidak"

"Kosong sekali" ucap June kemudian duduk disofa, disamping Rose. June pikir, kalau dirinya menjadi Rose, pasti akan bosan di rumah sekosong ini. Siapa yang tidak memiliki tv, ac, penghangat ruangan serta pasword untuk rumah, di jaman secanggih ini. Astaga, June pikir Rose sangat kuno. "Lupakan soal pertanyaanku tadi, kalau kau memang tidak ingin bercerita"

"Aku tidak berniat bercerita"

Lalu hening. Suasana ruangan itu benar benar dingin. Rose hanya diam, entah apa yang ada di dalam pikirannya.

Angin, dan suara hujan menjadi musik bagi keduanya malam ini. Entah apa yang ada di pikiran mereka berdua, yang pasti mereka sibuk diam memikirkan apa yang menjadi beban mereka.

"Aku tidak tau apa yang harus ku katakan" lima belas menit keduanya diam, akhirnya Rose membua suara, memecah keheningan. "Aku tidak tahu, bisa percaya denganmu atau tidak"

"Apa maksudmu?"

"Aku lelah" June menaikan sebelah alisnya mendengar Rose. "Aku lelah menyembunyikan semuanya"

"Katakan kalau kau memang ingin mengatakannya"

"Kau hanya orang asing yang belum tentu bisa kupercaya" ucap Rose, membuat June tertegun. Rose tidak tau apa yang merasuki dirinya. Ia merasa berat, sesak, dan ingin mengeluarkan semuanya. Mengeluarkan apa yang membuatnya tertekan.

Hanya ada June disini, dan Rose ingin mengeluarkan batu yang mengganjal dadanya, tapi, mungkinkah pada June? Orang asing yang bahkan, tidak tau siapa dirinya? Orang asing yang tidak mengenalnya sama sekali. June yang, Rose pikir mengasihaninya.

RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang