6

73 12 0
                                    

"Hyunggg… ayolahh bantu aku. Biarkan dia bekerja dengan noonamu" bujuk Raesung sekali lagi pada seseorang dalam telponnya. Rose masih diam tanpa bersuara, membiarkan Raesung disana. Sekarang mereka berada di kaki lima yang cukup tertutup karna tempatnya yang sempit. Tidak banyak orang, tidak ada yang melihat, dan mereka ada di pojokan. "Arraseo arraseo… tapi bantu ya? Hehe, baiklah. Aku akan membawanya ke studio- ah anniyo kita bertemu disana saja bagaimana? Haha. Baiklah kalau begitu, gomawo hyung"

"Kenapa kau mau membantuku?" tanya Rose setelah Raesung menutup telpon nya.

"Aku menyukaimu, bukankah itu sudah jelas"

"Kita tidak saling mengenal"

"Kalau begitu ayo saling mengenal. Namaku Choi Raesung kau bisa memanggilku Raesungie, atau apapun yang membuatmu senang. Namamu Rose, kan? Aku sudah tau" pria itu mengoceh sembari mengulurkan tangannya yang belum disambut oleh uluran tangan Rose. "Kau tidak tau tanganku bisa pegal kalau-"

"Aku tidak bisa percaya padamu begitu saja" balas Rose membuat Raesung menarik kembali tangannya. "Kau menyukaiku bukan alasan yang masuk akal"

"Noona…, aku mau membantumu kenapa kau curiga begitu? Naitku-"

"Apa yang kau inginkan dariku?"

"Astaga aku tidak menginginkan apapun. Sungguh. Aku menyukaimu, bukan berarti aku ingin berkencan denganmu. Aku hanya ingin mengajakmu berteman, itu saja"

"Aku mengingatkanmu pada suatu hal?" tanya Rose tegas dengan tatapan tajamnya, membuat Raesung terdiam. Dengan susah payah Raesung menelan kasar ludahnya.

"Ya" jawab Raesung kali ini suaranya sedikit melunak. "Noona mengingatkanku pada kakak sepupuku, tapi dia sudah meninggal" Rose diam.

"Wajahnya sedikit mirip denganmu, cantik. Matanya sipit, pipinya tirus, rambutmu dan rambutnya sama, warna dan panjangnya sama. Tapi dia tidak terlihat seperti orang luar negri."

"Maksudmu aku terlihat seperti orang luar negri?"

"Ya, noona terlihat seperti itu" jawab Raesung. "Kau tau kenapa dia bisa meninggal?" tanya Raesung dan Rose tidak menanggapi.

"Di pukuli ayah tirinya. Bibirnya kebiruan, matanya membengkak, sering terluka. Noona tidak separah dia, tapi aku melihatmu sama seperti aku melihatnya. Aku tidak tau apa yang membuat noona sampai seperti itu, tapi bisakah noona tidak terluka?" Rose tidak bisa berkata apa apa. Apa selama ini ia terlihat se-menyedihkan itu?

Setelah dari kaki lima, Raesung membawa Rose ke daerah Hongdae untuk bertemu dengan Jinhwan—lebih tepatnya bertemu dengan kakak Jinhwan.

Kim Siyeon, Jinhwan, June, Raesung dan Rose. Duduk berhadapan dibatasi dengan meja yang ada di tengah tengah mereka. Jinhwan dan June baru pulang syuting, langsung menuju ke tempat Siyeon.

"Kenapa June hyung ikut?" begitu kata Raesung saat pertama kali menginjakan kakinya ke cafe terbaru milik Siyeon.

"Kenapa? Tidak boleh?"

"June sering kemari bersamaku. Apa yang kau mau?" balas Jinhwan sebelum Raesung sempat membalas ucapan June. Lalu Rose, ia terdiam melihat Siyeon yang terkejut melihatnya. "Noona?" tegur Jinhwan pada Siyeon membuat kontak mata antara Siyeon dan Rose terputus.

"N-ne?"

"Boleh aku mengatakannya langsung?"

"Katakan saja"

Raesung menjelaskan apa yang membuatnya datang ke cafe milik Siyeon. Dan tentunya menghilangkan cerita tentang kakak sepupu Raesung.

Singkat cerita, Siyeon akhirnya menerima Rose menjadi pegawainya. Siyeon mengatakan kalau ia kekurangan pegawai karna cafe di daerah Hongdae ini adalah cabang yang ada di Jeju, dan masih baru.

"Tunggu- bisa aku bicara denganmu?" Siyeon menahan Rose agar tidak pergi terlebih dahulu. Jinhwan, June, dan Raesung sudah pergi ke agensi lebih dulu meninggalkan Rose disana. "Sebentar?"

"Baiklah" lirih Rose. Gadis itu merasa tidak nyaman, dan itu membuatnya lebih banyak diam sepanjang pembicaraan mereka, tadi.

"Apa kau mengenal Park Chayeong?" bisik Siyeon membuat Rose sedikit tersentak. Siyeon memang payah dalam hal berbasa basi. Dan Rose payah memberikan reaksi yang seharusnya. "Jadi kau benar Park Chayeong? Astaga! Apa ini mimpi?! Kau benar benar-"

"Bagaimana kau tau- maksudku apa aku semirip itu dengan aku yang dulu?" Rose menyela Siyeon yang sama sekali tidak bisa memgontrol keterkejutannya.

"Tidak- tapi, ya aku mengenalimu. Tunggu- tapi kenapa namamu…, Rose?"

"Itu nama asliku,"

"Jadi bagaimana aku harus- apa itu penting?! Astaga, Siyeon-ah sadarlah kau bicara dengan siapa. Jangan jadi idiot!" omel Siyeon pada dirinya sendiri. Membuat Rose tertawa pelan. "Oh, kau tertawa?"

"Apa disini dilarang tertawa?"

"Dari tadi kau diam, kupikir kau tidak mau bicara?"

"Tentu saja tidak. Apa sebaiknya aku memanggilmu eonni? Kau lebih tua dariku?"

"Ah, tentu saja" balas Siyeon, perempuan berusia hampir 30 tahun itu terlihat gugup sekarang. "Bolehkah aku menanyakan hal ini?"

"Hal apa?" Rose balik bertanya, walaupun gadis itu sebenarnya tau apa yang dimaksud Siyeon. Hal sensitif tentang dirinya beberapa tahun lalu.

"Kau- Chayeong- maksudku, Rose, yang sekarang sangat berbeda jauh. Dulu aku menyukaimu, kau sangat cantik saat muncul-"

"Saat itu aku belum terkenal. Baru saja aku menandatangani kontrak, tapi gagal"

"Ya, tapi aku sudah menyukaimu sebelum debutmu waktu itu. Sebelum kau terkenal karna kasus itu, dan sebelum kau tenggelam karna kasus itu, juga" ucap Siyeon memelankan suranya. "Kupikir sekarang kau-"

"Aku memang sudah tenggelam, eonni. Lihatlah, bagaimana aku yang menyedihkan ini"

"Aku turut prihatin dengan kejadian itu. Aku percaya kau bukan penyebabnya"

"Kalau aku penyebab utama nya, aku tidak akan disini sekarang." Siyeon terdiam mendengar ucapan Rose. Sepertinya ia salah bicara. "Tapi semua orang tetap menyalahkanku,"

"Kau tetap akan bekerja disini, denganku? Bagaimana kalau banyak yang datang dan mengenalimu?" Siyeon berusaha mengalihkan arah pembicaraannya, enggan nenanggapi apa yang di ucapkan Rose.

"Aku jauh berbeda dengan aku yang dulu, eonni"

"Hm, kau benar. Tapi kalau seandainya mereka tau? Mereka bisa menjualmu pada wartawan-"

"Dan kau tidak akan menjualku kan?"

RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang