4

65 12 0
                                    

"Sangat memalukan mencampakan kekasihnya di tempat umum."

"Dia seorang aktris kenapa tidak bisa menjaga sikapnya?"

"Hanya memanfaatkan kepopuleran June agar namanya bisa naik! Lihat saja namanya hampir tenggelam jadi dia memutuskanJune agar namanya bisa naik kembali."

"Gadis tidak tahu malu!"

"Tidak masalah June kami berkencan. Tapi untuk berita kencan dan putusnya yang bersamaan secara tiba tiba, membuatku terkejut. Apalagi mereka putus di sebuah cafe, sangat memalukan"

"Kim Saeron kau merusak nama Junhoe!"

"Gadis jahat! Kau membiarkan June ku bersedih. Sekarang albumnya akan ditunda, kau bahkan tidak datang dan menjelaskan semuanya. Dasar memalukan! Kau menjijikan! Bersikaplah seperti seorang model yang sesungguhnya kalau kau ingin disebut model!"

Setelah konferensi pers, yang diadakan di agensi tanpa nya. Komentar buruk tentangnya mulai berdatangan. Berbagai hujatan, kata kata kasar, kalimat kalimat menyakitkan mulai mengisi seluruh akun SNS-nya. Semua mengaggap dirinyalah yang salah.

"Mereka tidak melihatku! Aku yang paling dirugikan disini, sialan!" teriak Saeron dengan tangisan nya. Ia marah pada semuanya, termasuk dirinya sendiri. Kenapa semua orang menyalahkannya, tanpa tau seberapa tersiksanya Saeron selama ini?

Saeron masih mencintai June tapi semakin mencintainya, Saeron semakin tersiksa. Ia juga ingin menjadi bintang seperti June. Bintang yang akan terus naik dan bersinar, bukan bintang yang hanya akan berpijak ditempat yang sama dan semakin redup. Telalu fokus mendukung June sampai karirnya sendiri tidak berjalan dengan baik, tanpa disadari.

Hujan di luar, turun sangat lebat. Mungkin tuhan tau, kalau ia sedang bersedih. Alam juga ikut bersedih melihatnya, mereka menangis seolah bisa menemani Saeron yang menangis. Menangis bersama hujan, di malam yang terasa sangat dingin sedingin hatinya yang kini membeku.

~•~

Lagi lagi hujan. Kali ini ia tidak berada di emperan toko seperti kemarin. Ia masih berada di dalam cafe. Sebagian temannya sudah pulang, dan beberapa masih berganti baju bersiap untuk pulang juga.

"Aku tidak tau kalau mereka benar benar putus. Aku tidak bisa mendengar jelas ucapan mereka kemarin, aku juga masih tidak percaya mereka putus" ucap salah satu rekan kerjanya yang masih sibuk membereskan barang barangnya.

"Hei, aku yang dengar sendiri. Mereka putus, June terlihat seperti kacau aku tidak tau mana yang harus ku kasihani. Rasanya mereka berdua sama sama perlu di kasihani" timpal teman yang lainnya.

"Sayang sekali mereka putus. Padahal mereka terlihat cocok,  kudengar Subin eonni mengusir- eh- eonni. Hehe… maaf kami menghalangi jalanmu" ucap gadis yang belum menyelesaikan ucapannya saat melihat Rose ada di hadapan kedua gadis tengah yang menggosip itu. Rose menatapnya datar kemudian mengambil baju gantinya yang ada didalam loker.

"Eonni, kau masih harus membuang sampah kan? Pekerjaan kami sudah selesai. Kami pulang duluan" ucap gadis lain sembari tersenyum canggung dan menarik temannya untuk segera pergi.

"Heish… menyebalkan. Setiap aku melihatnya aku selalu teringat kejadian 5 tahun yang lalu"

"Sudahlah, jangan dibicarakan, dia diam saja sudah untung. Berita putusnya June dan Saeron yang sekarang menarik" samar samar Rose dapat mendengar ucapan kedua orang gadis yang mulai menjauh. Rupanya mereka masih mengingatnya.

Jarang sekali orang yang mengenalinya, bahkan kamera sekalipun. Tentu saja karna penampilannya sangat berbeda 180 derajat dari lima tahun lalu. Kaos putih tipis, celana jeans murahan yang dibeli di pasar, dan mantel coklat yang sama seperti tiga tahun lalu. Rose menatap dirinya di pantulan cermin. Wajah tanpa make up, dahi yang memar tertutupi rambut dengan bibir pucat yang sedikit sobek. Menyedihkan.

Ia menghela nafasnya, kemudian menyimpan baju kerjanya ke loker, kembali. Meraih tas jinjingnya yang masih tetap sama seperti lima tahun lalu, kemudian berjalan keluar setelah membuang sampah.

Di luar hujan, dan ia sangat membencinya. Rasanya ingin sekali memaksa hujan berhenti, walaupun itu adalah hal gila yang tidak mungkin dilakukannya.

"Bagaimana kalau aku berada di bawah sana?" gumam Rose datar setelah mengunci pintu cafe dan diam beberapa menit.

Tik tik tik.

Rose merasakan air hujan membasahi tangannya. Perih, saat merasakan punggung tangannya yang sedikit kebiruan terkena air. Tapi gadis itu tetap membiarkan perih itu menjalar pada tubuhnya, seolah rasa sakit di punggung tangannya tidak separah hatinya.

"Aku benci air hujan" gumamnya dengan wajah datar, tapi tetap membiarkan tangannya basah terkena air. Gadis itu melihat hujan, terlihat menimang nimang akan berlari dibawah guyuran hujan atau tetap membiarkan hujan jatuh kebawah, membasahi jalanan serta halaman depan cafe.

Seperti ada sebuah magnet, gadis itu tertarik untuk pergi ke guyuran hujan. Biar saja hujan memasahi tubuh kurusnya.

Ia tersenyum kecut membiarkan hujan memijat lembut wajah cantiknya. Seperti biasa jalanan sudah sepi karna malam ini sudah larut.

Menari dibawah hujan tampaknya juga akan menarik. Gadis itu menari dengan bebas sebebas burung yang terbang di angkasa raya. Kesana kemari, berputar, terjatuh, rasanya benar benar menyenangkan. Ia tersenyum kemudian tertawa. Berputar sembari merentangkan tangannya, berteriak dan menangis tanpa ada seorang pun yang tau kalau gadis itu tengah menangis. Airmata nya, tersamarkan air hujan. Mengalir begitu saja bersama hujan.

Untuk di suasana hujan yang dingin dan sejuk, hatinya terasa sangat sesak. Ada ribuan batu yang menumpuk dadanya, ada bermeter meter tali yang mengikat dadanya sampai ia seperti tidak bisa bernafas. Ia terisak dan duduk terjatuh. Lelah, sesak, perih terasa dalam tubuhnya.

Ia merindukan kehidupan yang penuh dengan kesempurnaan. Tapi kesempurnaan itu yang membuatnya terjatuh sampai kedasar hingga ia tak lagi menginginkan kehidupan kehidupan menyenangkan itu lagi. Ia terbiasa dengan hidup rumit, dan menyesakan. Ia ingin kebebasan, tapi tak pernah mendapatkan.

Gadis itu merindukannya.

RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang