Suasana memanas, kendati di lapangan saat ini hanya ada Elang dan Aji.
"Kamu apain Alara!!" Bentak Aji
"Saya gak apa apain Alara bang, sumpah"
"Terus kenapa dia murung tadi?! Padahal sebelum kau datang, dia ceria ceria saja!"
"Siap tidak tahu bang"
"Kau nih!! Katanya kau akan jaga dia! Mana janji kau huh! Ini masih aku yang tau, kalau Alan, mati kau!!" Ucapnya, "sekarang kau hampiri dia! Ajak bicara"
"Siap bang!!"
****
Senja telah terlukis dipenghujung sore, suasana yang sejuk, belum lagi pemandangan batalyon yang tak kalah indah."Wihh... langitnya bagus! Foto dulu" ucap seseorang
"MasyaAllah, apik ee senja saiki" Alara yang mendengar, segera melihat keatas dan memandangi senja itu, ya senja itu, yang datang membawa keindahan dan pulang meninggalkan kerinduan
"Ra, kita pulang yuk" ajak Elang tiba tiba
"Aku mau ke alun alun"
"Ngapain?"
"Mau nenangin diri!" Ia segera beranjak dari tempatnya dan menuju tempat sepeda yang diparkir
"Ayo lama deh lu!" Teriak Alara
"Masih marah? Maaf Ra, jangan ngambek dong. Senyum dikit kek," rayunya
"Hemmm" senyum terpaksa terlukis di wajah ayu Alara
"Kepaksa ah, gak berangkat nih"
"Hmmm iniloh Elang Wijaya hemm.!!"
"Hahaha" sambil mencubit pipi Alara
"Ayo naik"
"Y"
"Pegangan"
"Bukan mahram ding,-"
****
Alara POV
Apa kau tahu perasaan ku saat ini?
Apa kau tahu betapa hancurnya hatiku?
Tidak!! Kau tidak tahu bagaimana keadaan ku saat ini!! Kau lebih mementingkan dia!! Argh!!! Bangsat!! Gua bodoh, iya gua bodoh!! Kau seakan melihat ku baik baik saja!! Tapi dibalik ini semua kau lah penyebabnya!!Senja berujung gelap, angin mulai berhembus kencang menembus ku, malam ini memang malam yang kacau bagiku.
"Ra? Alara? Cerita dong" rayunya
"Aku capek Elang!! Bisa diem gak lu!" Sorry aku ngebentak kamu Elang, karena perasaanku saat ini tak bisa diajak damai
"O.. oke, kamu tenangin dulu disini, Elang mau sholat dulu ya dimasjid" seakan tak mau kehilangan, ingin ku hentikan dia tapi kewajibannya kepada tuhan harus dilakukan
"Hmm" aku tahu Elang laki yang baik, taat, tetapi entahlah perasaanku sekarang begitu sakit, entah kedatangan Dzira atau apa aku tidak tahu, yang jelas perasaanku sekarang marah ke Elang
Ya tuhan... kenapa dengan perasaanku sekarang. Maafkanlah hamba telah menyia nyiakan dia.
"Permisi boleh duduk sebentar" ucap seseorang, entah siapa dia. Dia sepertinya berumur 19 tahun
"Iya boleh mbak"
"Makasih, eh kok kamu kayak nahan nangis?" Tanya dia, ahh sepertinya dia sedang tahu perasaanku saat ini
"Hehe, kelilipan mbak" ucap ku agar menyakinkan dia
"Gak usah bohong, antara kelilipan samaa nahan nangis keliatan kok dik, memang ada masalah apa?" Tanya nya lagi, kali ini dia menggenggam tanganku
"Sayang ayo" saat mau bercerita, tiba tiba ada yang memotong pembicaraan ku dengan dia, saat ku lihat siapa yang berbicara, seorang Taruna Akmil tingkat 2 dengan seragam IB nya. Hmm
"Eh, bentar bentar mas. Oh ya nama adik siapa? Boleh mbak minta nomer WA nya?" Ucap nya
"Boleh mbak" lalu dia menyodorkan hp nya dan mengisyaratkan untuk ku menulis nomer ke hp nya
"Ini mbak"
"Makasih ya dik, mbak mau pamit dulu soalnya nganter dia ke bandara"
"Oh iya, hati hati ya"
"Iya Assalamualaikum" ucap pasangan serasi tersebut
"Waalaikumsalam" tak lama setelah mereka pergi, datanglah Elang
"Heii, lama ya? Maaf, tadi ada something dijalan sana" ucapnya"Something?" Heran, ya heran yang saat ini kurasa, dan lebih anehnya lagi ada bekas tonjokan di sudut bibirnya
"Wait!!! Bibir kamu kenapa kok lebam gitu" ucap ku seolah memarahi anak kecil yang sedang main pasir
Ia perlahan mengusapi bibirnya agar tidak ketahuan, tapi kamu udah ketahuan Elang.
"Ma... mana.. engg.... nggak.... k... kok""Ngomong gelagapan, bilang gak! Duduk sini! Untung aja aku bawa P3K ditas" akhirnya dia menurut dan duduk disampingku
"Kenapa bisa kayak gini sih" tanya ku sambil tanganku menetesi kapas dengan obat merah
"Tadi ada orang, nenek nenek lagi, dia jalan menuju gang sepi, fikirku kenapa dia harus jalan ke gang sepi? Kan masih ada banyak jalan. Aku ikuti saja dia, barangkali dia menemui kesusahan dijalan. Setelah 10 menit lamanya, ada 2 orang preman, dia mencegat nenek itu dengan menarik paksa hasil dagangannya, sebelum bertindak, memang aku bersembunyi agar tak ketahuan. Dan emosi ku semakin memanas, karena tak tahan dan kulawan mereka. Untung saja mereka tak membawa senjata. Dan luka ini hadiahnya" aku mengamati betul wajah Elang, ternyata masih ada orang yang peduli?? Tuhan terima kasih kau telah memberiku dia
"Owh, udah gak sakit?" Tanya ku
"Udah kok" jawabnya sambil tersenyum, "mau kemana nih? Laper cuyunggg" inilah kebiasaan dia, rewel jika ingin makan, ihh pake embel embel /cuyung/ lagi 😑
"Jijik gua" ucapku
"Haha ayo" lantas ia menarik tanganku dan berjalan menuju tempat makan langganan
****
Keesokan harinya, ini adalah hari yang sangat bersejarah bagiku, kenapa?? Karena semua keluarga ku hadir!! Yeay!Tapi kali ini beda, abang ku membawa seseorang, seseorang yang familiar bagiku. Kak Zara, kakel terbaik yang pernah ada, walau kita terpaut 3 tahun, kita berdua seperti kaka adik.
"Hoi hoi!! Alara!!!! Papa kangen kamu" teriak papa, sumpah aku sangat merindukan suasana seperti ini
"Haii!!! Pakabar!!" Aku segera berlari dan memeluknya
"Baik kok, kamu gimana?? Sudah sembuh" tanya nya lagi seolah aku ini masih anak kecil
"Yeeh... udah dari dulu sembuh pa"
Assalamualaikum mamen setia aiaingg
Maapekeun lah ndak bisa cepet2 update😅
Oh ya "Marhaban ya Ramadhan, minal aidzin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin ya"🙇See you next part
Elang Wijaya😎
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia dan Hujan (HIATUS)
Random"Kenapa selalu hujan menjadi latar kesedihan?" Batin Alara Seperti bisa membaca fikiran Alara, Elang menyaut, "karena saat hujan itulah emosi bisa keluar dari lingkup pikiran yang jenuh, kamu bisa nangis sejadi jadinya juga karena hujan, karena apa...