Melodi sangat suka mendengarkan musik melalui rekaman yang dimainkan gramofon. Ia mengindahkan musik klasik yang memikat hati. Musik itu dimainkan dengan memadukan biola dan piano serta diiringi suara seorang wanita yang bernyanyi seperti burung surga. Ia tidak pernah bosan mendengarkannya, ia seperti terlahir hanya untuk musik itu. Ia menikmati musik di loteng, di sebuah istana kecil yang ia sebut rumah. Ia tidak sendirian di sana, ia bersama dengan Kelie, kucing yang selalu menemaninya di kala sendiri dan merana.
Melodi menyelami musik sampai terlelap. Tidak lama kemudian, Helen datang, dan menemukan Melodi sedang tidur di lantai. Sebagai seorang ibu yang baik, ia memindahkannya ke tempat yang seharusnya; tempat tidur yang nyaman. Sambil merapatkan selimut, ia mengecup kening permaisuri kecilnya.
"Jangan pergi dulu," kata Melodi. "Bacakan aku sebuah cerita."
Meskipun Melodi berumur tiga belas tahun, sikapnya masih manja. Mungkin karena tidak mempunyai teman di sekitar rumah yang sepi, Melodi bersikap seperti anak-anak untuk menarik perhatian. Helen pun tersenyum bahagia dan senang hati membacakannya sebuah cerita.
"Lihat apa yang aku temukan," kata Helen. "Sebuah buku baru berjudul Sang Gadis Dalam Sangkar. Kau pasti menyukainya,"
"Apa gadis itu akan baik-baik saja?" tanya Melodi. "Apakah ceritanya akan berakhir bahagia?"
"Tentu saja," kata Helen. "Aku akan mempertemukan gadis itu dengan orang yang dicintainya,"
Helen mulai membacakan buku bergambar itu kepada Melodi, "Di malam yang gelap dan seram, Hana tidur sendirian. Tidak ada yang menemani kecuali bintang dan cahaya lilin. Ia kesepian. Ia terjebak di penjara yang tidak pernah pagi. Ia sangat menderita. Ia rindu dengan embun-embun daun di pagi hari...,"
Setiap baris Helen bacakan dan setiap kata Helen ucapkan. Mata Melodi sudah tidak sanggup lagi menanggang beban, tetapi dia tetap menjaga telinganya untuk mendengarkan. Melodi pun menyimak hingga khatam. Ketika cerita berakhir, dia telah memejamkan matanya. Helen merasa tugasnya selesai. Ia pun menyelinap keluar kamar tanpa membangunkannya dari mimpi.
Helen terperanjat karena menjumpai suaminya sedang menunggu di luar kamar. Elio pun berkata, "Aku ingin membicarakan sesuatu padamu,"
Mereka berdua pun berpindah ke dapur. Sambil bercengkerama, Helen menyiapkan makan malam untuk berdua.
"Seperti yang sudah kita rencanakan ketika awal, dan untuk menjaga keselamatanmu dan juga Melodi," kata Elio, "Kita harus pergi dari sini,"
"Tidak, aku lebih memilih tinggal di sini," kata Helen. "Kita sudah aman di sini. Tidak ada kejadian yang memaksa kita untuk pindah rumah, kenapa harus pergi dari tempat yang nyaman ini?"
"Dengar, kita akan pergi dari tempat ini, dan mendapat hidup baru lagi," kata Elio. "Seperti yang biasa kita lakukan setiap dua bulan sekali,"
"Aku lelah berpindah-pindah karena alasan yang tidak jelas!" bentak Helen. "Dan untuk apa semua itu?!"
"Pencegahan!" bentak Elio. "Jika kita tidak pindah dari sini, mereka akan sangat mudah mencari kita. Kenapa kau tidak mau mematuhi aku lagi?!"
"Yang kau sebut mereka sudah lama mati!" bentak Helen. "Setiap anggota Laphosa sudah tidak ada lagi. Rafi Volturos sudah mati. Lhamar Hyme juga sudah mati. Bahkan keluarga Povera dan Chilor tidak mencari kita lagi,"
"Tidak!" bentak Elio. "Mereka masih ada di luar sana,"
"Kau hanya ketakutan. Itulah yang menyebabkan keluarga kita berantakan," kata Helen. "Kau selalu lari dari apa yang akan kau hadapi!"
"Berhenti...," kata Elio. "Aku bilang berhenti!"
Pertikaian mencapai klimaks; Elio menampar Helen dengan keras. Sunyi sempat memenuhi dapur, yang kemudian diisi oleh siulan air teko yang sudah mendidih. Bersamaan dengan itu, Melodi hadir di belakang mereka. Dengan lugunya, Melodi bertanya, "Apa kalian bertengkar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Sisi: Zaman Baru (TAMAT)
FantasíaDi suatu jajaran vana (istilah untuk planet-planet) yang lain, hiduplah dua sosok legendari yang disebut Adam dan Hawa. Jika keduanya "dinikahkan", pihak ketiga yang mempersatukan mereka berdua memiliki satu permintaan bebas. Andre Vellanhar dan Anb...