Bab 15 : Jalan yang Penuh Duri

21 1 0
                                    

1872, hari ke-7, Tanah Tengah Verdoras, Danau Hitam.

Rena, Andi, dan Amelia masih melakukan perjalanan menuju Sunhara seperti yang diperintahkan Alf sebelum meninggal, yaitu untuk mengantarkan guci yang berisi potongan jari Eregos kepada Balsher Domeo untuk dimusnahkan. Namun sebelum meneruskan perjalanan yang sangat jauh, mereka singgah terlebih dahulu ke Linesh Nodar untuk makan. Linesh Nodar adalah kota besar yang letaknya berdekatan dengan Akademi Laxondra.

Mereka makan siang di sebuah bar kecil, di pinggir Danau Hitam. Seperti biasa, Andi selalu melirik semua wanita yang berada di bar, Amelia selalu sibuk dengan bukunya, hanya Rena yang kelihatan tidak sibuk; dia sedang melamun.

"Ada apa, Rena?" tanya Andi.

"Ahh, aku tidak apa-apa," kata Rena.

"Kau selalu melamun semenjak kita pergi," kata Amelia. "Ceritakan saja semuanya. Sebisa mungkin kami akan mengerti keadaanmu,"

"Aku hanya tidak bisa menerima kepergian Alf," kata Rena.

"Kita semua yang menjadi siswa juga ikut bersedih," kata Andi. "Tapi kau tidak perlu khawatir tentang Alf, pasti ada tempat di Bintang Putih untuknya,"

"Merenung tidak akan menghidupkannya kembali," kata Amelia.

"Lagi pula, pasti akan ada yang bisa menggantikan posisinya sebagai Kepala Akademi," kata Andi. "Aku yakin yang terpilih nanti pasti Alisia atau salah satu dari Dewan Akademi. Atau mungkin itu adalah aku...,"

"Kenapa kau sangat yakin akan itu?" tanya Rena.

"Kenapa tidak? Alf sangat dekat denganku dan para Dewan Akademi kelihatan suka denganku," kata Andi. "Pastilah ada kesempatan untuk pria tampan ini menduduki singgasana Kepala Akademi Laxondra,"

"Imajinasimu terlalu tinggi," kata Amelia. "Bagaimana mungkin orang yang tidak bisa membaca menjadi Kepala Akademi Laxondra?"

"Iya, dia benar," kata Rena. "Bukankah kau tidak bisa membaca?"

"Memang aku tidak dapat menyangkal itu semua," kata Andi. "Tapi ingatlah wahai para gadis, dahulu para Pencerah tidak membutuhkan orang-orang yang bisa membaca untuk mengangkat senjata-senjata suci dan menjatuhkan pasukan Leatra. Mereka hanya membutuhkan hati dan jiwa yang bersih,"

"Sudahlah," kata Amelia. "Habiskan makanan ini dan kita pergi,"

"Bicara tentang pergi, bisakah kita menaiki Perahu Penyu?" tanya Andi.

"Tidak!" bentak Rena. "Tentu saja tidak. Pasti tidak. Dan sangat tidak!"

"Kenapa?!" tanya Andi. "Kenapa semua jawabanmu tidak?!"

"Aku sangat membenci air," kata Rena.

"Ayolah...," bujuk Andi. "Jika kita naik perahu penyu, kita bisa melihat pemandangan danau yang luas, kita bisa merasakan angin yang sejuk, dan juga kita bisa menghemat waktu perjalanan,"

"Tetap saja jawabanku tidak. Aku tidak akan pergi naik perahu lagi. Aku tidak akan melewati danau, laut, sungai, dan segala macam air apa pun kau menyebutnya," kata Rena. "Jika harus pergi, aku akan memilih jalan memutar."

Tidak lama kemudian, mereka semua berada di Perahu Penyu. Rena terpaksa mengikuti teman-temannya agar tidak ketinggalan perjalanan. Mereka pergi dari Linesh Nodar menggunakan Perahu Penyu. Perahu Penyu adalah perpaduan antara perahu dan penyu raksasa. Penyu itu sangat besar sekitar dua puluh meter dari kepala sampai ekor. Tempurung penyu itu dimodifikasi sedemikian rupa untuk kepentingan penumpang. Kadang ada bagian yang dipasangkan besi agar si penyu tidak terganggu.

Dengan wajah muram, Rena berusaha membendung rasa pusingnya. Ia terus mengelus-elus perutnya seraya mengeluh, "Aku benci air. Aku benci kalian semua,"

Dua Sisi: Zaman Baru (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang