9. Feeling

14 4 0
                                    

Bagiku kau seperti Angin, mudah dirasakan semua orang namun sulit digapai, mencoba memelukmu sama dengan menyia nyiakan waktu, karena itu takan mungkin terjadi.


~••~

Regina tak tahu pasti apa yang saat ini tengah ia rasakan, rasa rasanya seperti hidup tanpa nyawa, regina bernafas kaku. Tak ada sedikitpun bayangan bahwa regina akan ditakdirkan tuhan berada satu motor dengan bagas, berdua saja dibonceng olehnya.

Mungkin regina adalah wanita pertama yang bagas bonceng dengan motor merahnya ini, karena sepengatahuan regina, bagas tidak pernah membonceng siapapun dengan motornya termasuk teman dekatnya sekalipun.

Mengingat hal itu membuat pipi regina bersemu semakin merah, namun regina tidak ingin jatuh oleh kepercayaan dirinya yang tinggi, bisa jadi bagas membonceng orang lain di luar rumah seperti sekarang ini, diam diam tanpa ada orang yang tahu, kan tidak menutup kemungkinan itu bisa saja terjadi kan?

Selama perjalanan regina selalu menjaga jarak, ia duduk seperti menyediakan satu tempat kosong antara dirinya dengan bagas, regina ingin menghindari kontak fisik sekecil apapun, sudah cukup dengan aksi gendong yang bagas lakukan padanya beberapa menit lalu yang efeknya saja belum hilang dari pacuan jantung regina yang kian cepat , hal itu lah yang membuat kedua pipi regina merah merona.

"Rumah lo daerah mana?" bagas melirik kearah kaca spion yang menampilkan wajah regina yang tengah melamun polos. Bagas tersenyum dan mengulangi pertanyaannya lebih keras lagi.

"Rumah lo daerah mana?" regina tersentak dari lamunan, mengedarkan pandangan ke beberapa mobil dan motor yang terhenti karena lampu lalu lintas menunjukan warnah merah.

regina mencondongkan tubuhnya mendekati bagas, tidak terlalu dekat, namun cukup membuatnya bisa mendengar suara bagas yang teredam oleh helm "lo ngomong apa tadi?"

"Rumah lo dimana?"

Bagas tersenyum geli melihat regina yang menjauhkan helmnya dari telinga agar suara bagas terdengar, hal itu tertangkap jelas oleh mata regina yang tengah meliriknya di balik kaca spion. Regina menahan nafas, efek sekecil itu bisa membuatnya berdebar tak karuan seperti ini, dasar regina lebay-pekiknya dalam hati

Omong omong soal rumah, regina baru ingat bahwa ia tidak mungkin membawa bagas berkunjung kerumahnya, atau mengantarkannya pulang sampai depan rumah. Bisa panjang ceritanya, jika kedatangan bagas diketahui oleh kakaknya cakra dan ayahnya yang dingin itu pada teman pria regina.

"Lo turunin gue didepan aja yaa, nanti gue naik taksi aja pulangnya"

Mendengar permintaan konyol itu membuat bagas mengeryitkan alisnya bingung, mana mungkin dia meninggalkan wanita itu dalam kondisi tertatih sendirian dipinggir jalan, apalagi penyebab utamanya adah karena dirinya sendiri, malu dong dia sebagai laki laki, dimana letak tanggung jawabnya?

"Gue anterin lo pulang sampai ke depan rumah lo, lo tinggal sebutin alamat lo aja " bagas melajukan motor karena lampu sudah menunjukan hijau. Membawanya dengan kecepatan pelan, agar ia mampu mendengar ucapan regina.

Selebrasi HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang